Para petani di wilayah Cilincing, Jakarta Utara, menghadapi risiko kegagalan panen yang serius akibat curah hujan yang tinggi. Musim penghujan telah menyebabkan lahan sawah yang ditanami bibit padi tergenang air.
“Musim panen pada awal tahun 2025 di Kelurahan Marunda dan Rorotan Kecamatan Cilincing terancam gagal panen dikarenakan sawah petani terendam banjir akibat curah hujan tinggi,” kata Ketua Gabungan Kelompok Tani Rorotan (Gapoktan) Maju Bersama, Asmat di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan bahwa secara umum, setiap musim petani kerap menghadapi tantangan berupa banjir selama musim hujan. Selain itu, ancaman lain yang sering muncul adalah serangan hama yang menyebabkan tanaman padi mengalami penyakit.
“Ini kendala penyakit padi sampai tiga kali, kemudian diberi urea, bagus lagi dan kemudian gagal lagi di kasih obat lagi, begitu keluar padi gabuk (tidak berisi),” kata dia.
Menurutnya, situasi ini tentu berdampak buruk bagi para petani, yang harus menanggung kerugian. Sebab, untuk mengelola satu hektare sawah, petani mengeluarkan biaya yang cukup besar, yaitu sekitar Rp8 hingga Rp10 juta sebagai modal awal.
“Makanya petani kita sebagian berhutang KUR dan banyak laporan yang belum bisa dilakukan pembayaran,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa puluhan anggota kelompok tani (Poktan) yang dia bina sebagian besar terpaksa menyerah. Mereka kesulitan untuk membayar pinjaman dari bank akibat hasil panen yang tidak memenuhi harapan dan tidak memberikan keuntungan yang memadai.
“Ada hasil walaupun tidak 100 persen, bahkan ada yang gagal panen 10 hektare,” kata dia.
Ia menyatakan bahwa meskipun mengalami kerugian, para petani di Rorotan tetap mempertahankan semangat mereka dalam melestarikan tradisi bertani.
Ia berharap agar pemerintah terus menjaga Marunda dan Rorotan sebagai pusat produksi padi yang penting di Jakarta Utara, sebagai upaya untuk mendukung ketahanan pangan di wilayah tersebut.