Tuntaskan Masalah Tarif Dagang, Ini Pembicaraan Antara Indonesia dan AS

Sahrul

Indonesia telah memulai langkah penting dalam negosiasi tarif impor tinggi yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap produk-produk asal Indonesia. Delegasi pemerintah yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melakukan serangkaian pertemuan dengan berbagai kementerian dalam pemerintahan Presiden Donald Trump untuk membahas solusi atas kebijakan perdagangan yang dirasa merugikan Indonesia.

Airlangga membuka informasi terkini mengenai perkembangan negosiasi ini dan menegaskan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang diterima lebih awal oleh AS untuk memulai pembicaraan ini. “Indonesia merupakan salah satu negara yang diterima lebih awal. Beberapa negara lain yang sudah melakukan negosiasi sebelumnya adalah Vietnam, Jepang, dan Italia,” ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual, Jumat (18/4/2025).

Negosiasi ini akan berlangsung dalam waktu 60 hari ke depan, dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Beberapa pertemuan telah dilakukan, di antaranya dengan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, dan Kepala Kantor Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer. Selain itu, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, juga telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, untuk membuka dialog yang lebih luas mengenai isu perdagangan ini.

Dalam pembicaraan tersebut, Indonesia mengungkapkan berbagai opsi kerjasama bilateral yang dapat membantu menciptakan situasi perdagangan yang adil dan seimbang. Airlangga menekankan bahwa Indonesia tidak ingin tarif yang terlalu tinggi diterapkan pada produk-produk ekspor Indonesia. Sebagai bagian dari tawar-menawar, Indonesia menawarkan beberapa langkah konkret untuk menyeimbangkan neraca dagang dengan AS.

“Salah satu langkah yang kami tawarkan adalah dengan meningkatkan volume impor barang dari AS, seperti minyak, gas, serta produk pertanian seperti gandum dan kedelai,” jelas Airlangga. Selain itu, Indonesia juga siap memfasilitasi perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di tanah air dengan memberikan kemudahan perizinan dan insentif tertentu.

Indonesia juga menawarkan produk mineral strategis dan berencana untuk mempermudah regulasi impor, termasuk produk hortikultura dari AS. Di samping itu, kedua negara juga akan mendorong investasi dalam skema business to business (B2B), yang diharapkan dapat mempererat hubungan ekonomi kedua negara.

Namun, salah satu permintaan utama Indonesia dalam negosiasi ini adalah agar tarif yang diterapkan pada komoditas ekspor utama seperti garmen, alas kaki, furnitur, dan udang dapat lebih kompetitif, terutama bila dibandingkan dengan negara pesaing lainnya. Airlangga menyoroti bahwa meskipun saat ini tarif untuk produk-produk tersebut telah diberi diskon sementara sebesar 10%, tarif proteksionis yang tetap diberlakukan untuk beberapa komoditas, seperti tekstil dan garmen, masih berkisar antara 10 hingga 37%.

“Tarif tambahan sebesar 10% yang diterapkan untuk 90 hari ini, belum tentu menguntungkan karena tarif yang ada saat ini sudah cukup tinggi, mencapai 10-37%. Akibatnya, produk asal Indonesia memiliki biaya lebih besar untuk memasuki pasar AS,” jelas Airlangga, menekankan bahwa hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah Indonesia.

Melalui negosiasi ini, Indonesia berharap dapat menciptakan iklim perdagangan yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan dengan AS, serta mengurangi hambatan perdagangan yang selama ini dirasakan oleh eksportir Indonesia.

Also Read

Tags

Leave a Comment