Paus Fransiskus Menyampaikan Pesan Terakhirnya di Minggu Paskah

Sahrul

Kepergian Paus Fransiskus pada Senin pagi, 21 April 2025, meninggalkan kesan mendalam dan pesan spiritual yang tak akan lekang dimakan waktu. Bagai senja yang perlahan padam namun menyisakan cahaya keemasan, detik-detik terakhir sang Bapa Suci dihiasi oleh sapaan hangat dan ungkapan syukur yang menyentuh nurani umat manusia.

Hari Minggu Paskah, 20 April, menjadi panggung terakhir Paus Fransiskus dalam menyapa umatnya secara langsung. Meski kesehatannya telah rapuh, ia memilih untuk tampil di tengah ribuan umat Katolik yang berkumpul di Alun-Alun Santo Petrus, menghadirkan momen yang kini tercatat sebagai bagian penting dari sejarah Vatikan.

Sosok penting di balik kemunculan mengejutkan itu adalah perawat pribadinya, Massimiliano Strappetti, yang telah setia mendampingi Paus selama puluhan hari perawatan di Rumah Sakit Gemelli, Roma, hingga proses pemulihan di Casa Santa Marta.

“Terima kasih telah membawa saya kembali ke alun-alun ini,” ucap Paus Fransiskus kepada Strappetti pada saat itu.

Ucapan sederhana namun sarat makna itu, diucapkan setelah misa Paskah, menjadi bagian dari rangkaian kata-kata terakhir sang pemimpin Gereja Katolik dunia. Seolah menandakan kerinduan terdalam Paus untuk kembali berada di tengah umat Tuhan, meski hanya sekejap.

Dalam wawancara Vatican News, Rabu (23/4/2025), terungkap bahwa Strappetti terus berada di sisi Paus selama 38 hari perawatan, tanpa pernah meninggalkan tugasnya. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang berjasa dalam keputusan medis besar Paus—menyarankan operasi besar yang sebelumnya menyelamatkan nyawa Bapa Suci.

Paus bahkan pernah menyebut Strappetti sebagai penyelamat hidupnya. Sebuah bentuk pengakuan yang hanya muncul dari relasi kepercayaan mendalam antara gembala dan penjaganya.

Kejutan Paskah yang Menjadi Salam Perpisahan

Kemunculan Paus di atas popemobile saat Paskah bukan sekadar gestur simbolis. Itu adalah hadiah terakhirnya untuk umat—sebuah keajaiban kecil yang membawa keharuan di tengah sukacita kebangkitan Kristus. Meski ragunya sempat menyeruak, ia bertanya kepada Strappetti:

“Menurut Anda, apakah saya sanggup melakukannya?”

Pertanyaan itu tidak sekadar retoris. Itu adalah percik ketulusan dari seorang pemimpin yang sadar akan batas tubuhnya, namun ingin sekali memberikan penghiburan terakhir bagi domba-dombanya.

Setibanya di tengah umat, Paus menyapa mereka satu per satu, dengan perhatian khusus pada anak-anak. Senyuman dan lambaian tangannya menjadi bentuk kasih yang terakhir sebelum tirai hidupnya ditutup keesokan paginya.

Isyarat Hening Sebelum Kepergian

Malam setelah misa berlangsung tenang. Paus menikmati makan malam dalam keheningan yang damai. Namun pagi hari berikutnya, 21 April pukul 05.30 waktu setempat, tubuhnya mulai menunjukkan tanda-tanda lemah. Dalam diam, dari ranjangnya di lantai dua Casa Santa Marta, ia memberikan isyarat terakhir dengan melambaikan tangan kepada Strappetti.

Tak lama kemudian, sang Bapa Suci mengalami koma. Pukul 07.35 waktu setempat, Vatikan menyampaikan kabar duka: Paus Fransiskus telah wafat setelah terserang stroke dan serangan jantung.

Meski kepergiannya begitu cepat, para saksi mata menyatakan Paus tidak merasakan penderitaan apa pun. Ia pergi dengan tenang, seperti nyala lilin yang padam tanpa gejolak, meninggalkan hangatnya cahaya untuk dikenang.

Also Read

Tags

Leave a Comment