Perubahan mendadak atas keputusan mutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo dari jabatan strategis Pangkogabwilhan I, yang sempat dialihkan namun segera dibatalkan, menjadi buah bibir di ruang publik. Fenomena ini turut memantik reaksi dari Partai NasDem, yang menekankan pentingnya insiden tersebut dijadikan cermin evaluatif bagi tubuh TNI agar ke depan tidak lagi terjadi dinamika serupa.
“Walaupun sudah dibatalkan ini menjadi pelajaran di tubuh TNI bahwa ke depan, jangan sampai terjadi hal demikian,” ujar Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni kepada wartawan pada Senin (5/5/2025).
Menurut Sahroni, institusi militer seyogianya menjaga netralitas dan tidak terjebak dalam dinamika politik praktis. Ia menggarisbawahi bahwa perubahan mendadak terhadap mutasi pejabat tinggi bisa memunculkan tafsir liar di ruang publik.
“Karena nanti dianggap jadi urusan politik, sedangkan TNI tidak berpolitik praktis secara langsung,” jelasnya.
“Semoga ini jadi pembelajaran ke depannya,” imbuh Sahroni.
Meski begitu, Sahroni menepis dugaan bahwa mutasi yang segera dianulir itu dilatarbelakangi unsur politik. Ia meyakini hal itu hanya merupakan kekeliruan dalam proses administratif internal.
“Saya rasa tidak ada, ini hanya salah administrasi terkait internal TNI aja,” pungkasnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menetapkan reposisi terhadap 237 perwira tinggi (pati) dalam rangka penyegaran struktur organisasi. Salah satu rotasi tersebut adalah perpindahan Letjen Kunto dari Pangkogabwilhan I ke posisi Staf Khusus KSAD. Posisi yang ditinggalkan Letjen Kunto direncanakan akan diisi oleh Laksda Hersan, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 bertanggal 29 April 2025.
Laksda Hersan sebelumnya menjabat sebagai Panglima Komando Armada III. Sosok yang pernah mengemban peran sebagai ajudan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, dan sempat menjabat Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) ini pun menjadi nama yang sempat mencuat dalam dinamika mutasi tersebut.
Menanggapi hal ini, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi menekankan bahwa mutasi adalah bagian dari proses pembinaan sumber daya manusia dalam institusi militer. Ia menyebut bahwa mutasi juga menjadi langkah strategis untuk merespons tantangan organisasi yang terus berkembang.
“Mutasi ini adalah bagian dari sistem pembinaan personel sekaligus kebutuhan organisasi untuk menjawab tantangan tugas yang terus berkembang. Diharapkan para perwira tinggi yang mengemban jabatan baru dapat melaksanakan amanah dengan penuh dedikasi, loyalitas, dan profesionalisme,” jelas Kristomei dalam keterangan tertulis pada Selasa (29/4).
Namun hanya berselang tiga hari, tepatnya pada Jumat (2/5), Panglima TNI kembali mengeluarkan keputusan baru yang membatalkan mutasi terhadap Letjen Kunto. Dalam Kep/554A/IV/2025 tertanggal 30 April 2025, dinyatakan bahwa Letjen Kunto tetap menjabat sebagai Pangkogabwilhan I.
“Jadi memang telah dikeluarkan surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554A/IV/2025 tanggal 30 April 2025. Yang berisi tentang adanya perubahan dari Kep Kep/554/IV/2025 yang dikeluarkan 29 April. Banyak pertanyaan tentang mengenai mutasi Letjen TNI Kunto,” terang Kapuspen TNI Brigjen Kristomei Sianturi dalam jumpa pers daring, Jumat (2/5).
Ia menjelaskan bahwa perubahan ini berkaitan dengan rangkaian jabatan lain yang secara struktural bergantung pada mutasi Letjen Kunto. Karena sejumlah perwira yang terkait belum dapat digeser dalam waktu bersamaan, maka perubahan pun ditangguhkan.
“Jadi karena memang dalam perubahan rangkaian itu, ada beberapa rangkaian pati yang memang harus bergeser, memang gitu mekanismenya,” katanya.
“Nah setelah Kep dikeluarkan Kep 554/IV/2025 tanggal 29 April 2025 itu, ternyata dari rangkaian gerbong yang harus berubah mengikuti alur Pak Kunto itu, ada beberapa yang memang belum bisa bergeser saat ini. Sehingga disebutkanlah untuk meralat atau menangguhkan rangkaian tersebut dan dikeluarkan Kep 554A/IV/2025 30 April dengan rangkaian yang lain-lainnya,” lanjutnya.
Kristomei menambahkan bahwa pihaknya akan memberikan kabar lanjutan terkait mutasi berikutnya, seraya menyebutkan bahwa sidang terkait biasanya dilangsungkan setiap tiga bulan sekali.