Setelah ditemukan 17 kasus luar biasa yang berkaitan dengan dugaan keracunan makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG), Badan Gizi Nasional (BGN) langsung merespons dengan melakukan berbagai langkah pembenahan. Tindakan tersebut mencakup pengawasan ketat dari hulu ke hilir—mulai dari proses pemilihan bahan makanan hingga penyalurannya ke pelajar di berbagai sekolah.
“Sebagai langkah korektif dan preventif, Badan Gizi Nasional juga segera melakukan pengetatan terhadap prosedur distribusi makanan,” kata Kepala BGN, Dadan Hindayana, kepada wartawan, Jumat (16/5/2026).
Langkah pengetatan ini dilakukan sebagai upaya pencegahan agar insiden serupa tidak kembali terjadi. BGN memerintahkan seluruh dapur MBG serta mitra penyedia makanan untuk melakukan penyaringan ketat terhadap bahan mentah yang digunakan. Pemilihan bahan yang lebih aman dan higienis menjadi sorotan utama, termasuk pemangkasan waktu proses pengolahan hingga makanan sampai ke tangan siswa.
“Pemilihan bahan baku yang lebih selektif, jadi kita perketat mulai dari bahan baku. Pemendekan waktu memasak dan penyiapan makanan dengan waktu pengiriman makanan,” jelasnya.
BGN juga menekankan pentingnya pengamanan selama pengiriman makanan. Seperti halnya menjaga suhu tubuh agar tetap stabil demi mencegah penyakit, proses distribusi makanan pun harus mempertimbangkan durasi dan kondisi fisik agar mutu makanan tetap terjaga. BGN memperketat toleransi waktu antara saat makanan diterima di sekolah hingga akhirnya dikonsumsi oleh murid.
“Proteksi keamanan saat proses pengantaran dari SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) ke sekolah. Batas toleransi waktu antara makanan diterima dan harus segera dikonsumsi. Mekanisme distribusi di sekolah, termasuk penyimpangan dan penyerahan kepada siswa,” katanya.
Sebagai tambahan, Dadan meminta agar mitra penyedia makanan menerapkan uji organoleptik secara rutin—sebuah metode untuk memastikan tampilan, aroma, rasa, dan tekstur makanan layak dikonsumsi. Ia juga mengingatkan pentingnya pelatihan berkala bagi petugas yang menangani makanan, sebagai bentuk tanggung jawab bersama menjaga kualitas pangan siswa.
“Kewajiban uji organoleptik (uji tampilan, aroma, rasa, dan tekstur) terhadap makanan sebelum dibagikan. Penyegaran dan pelatihan penjamah makanan secara rutin,” katanya.
Sementara itu, sebelumnya Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, membeberkan bahwa sepanjang awal tahun 2025, pihaknya mencatat 17 insiden yang diklasifikasikan sebagai kejadian luar biasa dalam program MBG. Insiden-insiden tersebut tersebar di 10 provinsi berbeda.
“Kejadian luar biasa keracunan pangan pada program MBG 2025 menurut data yang kami miliki bahwa ada 17 kejadian luar biasa keracunan pangan terkait dengan MBG di 10 provinsi yang teridentifikasi dan dengan konteks tersebut, kontaminasi yang terlihat yaitu ada kontaminasi awal pangan,” kata Ikrar dalam rapat.
Ia mengungkap bahwa sebagian besar kontaminasi berakar dari bahan mentah yang digunakan sebelum pengolahan. Selain itu, peningkatan jumlah bakteri juga terjadi karena pengaruh suhu penyimpanan makanan yang tidak stabil.
“Dengan sumber kontaminasi bahan mentah lingkungan pengelola penjamin dan kita belajar dari kondisi kejadian ini supaya berikutnya tidak terjadi lagi,” ujar Ikrar.
Dengan berbagai langkah pengetatan ini, diharapkan kualitas program MBG dapat kembali dipercaya oleh masyarakat sebagai salah satu program prioritas pemenuhan gizi anak bangsa, tanpa menyisakan risiko kesehatan bagi para penerima manfaatnya.