Dalam langkah terbaru yang mengisyaratkan meredanya ketegangan perdagangan antara dua raksasa ekonomi dunia, China dan Amerika Serikat menyepakati pengurangan tarif impor sementara selama tiga bulan ke depan. Kesepakatan ini diibaratkan sebagai angin segar yang membawa semangat baru bagi para eksportir di tanah air China.
Dua negara adidaya ini setuju bahwa produk-produk asal AS yang masuk ke pasar China kini dikenai tarif sebesar 10%, turun drastis dari sebelumnya yang mencapai 125%. Sebaliknya, barang-barang yang diekspor dari China ke AS dikenakan tarif 30%, menurun tajam dari angka sebelumnya yang mencapai 145%.
Media resmi China melaporkan bahwa para eksportir langsung tancap gas dengan bekerja ekstra keras memenuhi lonjakan pesanan dari perusahaan-perusahaan AS yang sebelumnya mengalami keterhentian aktivitas akibat tarif tinggi. Kondisi ini diumpamakan seperti matahari yang kembali terbit setelah melewati malam yang panjang.
Salah satu eksportir mainan yang memasok ke platform e-commerce Amazon, Niki Ye, menyatakan mengalami peningkatan pesanan sampai 30% sejak adanya kesepakatan tersebut. Bahkan, perusahaan Niki sampai menambah jumlah pegawai demi memenuhi permintaan yang membanjir. “Dan ini baru minggu pertama,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari CNN International, Senin (19/5/2025).
Senada dengan itu, Liu Changhai, manajer di sebuah perusahaan ekspor perabot rumah tangga, menyampaikan bahwa volume penjualan saat ini kembali ke level normal yang biasa dicapai. “Pesanan baru tersebut belum diproduksi dan belum siap untuk dikirim,” katanya kepada CNN, menandakan bahwa bisnis mulai bangkit setelah jeda yang panjang.
Kondisi pelabuhan kini tampak seperti sarang lebah yang sibuk, karena perusahaan-perusahaan berlomba mengirimkan barang-barang yang selama ini terhenti akibat ketegangan antara dua negara. Pesanan peti kemas dari China ke Amerika Serikat melonjak hampir 300% dalam tujuh hari terakhir, sebuah lonjakan tajam yang berbanding terbalik dengan kondisi awal Mei lalu yang lesu.
Vizion, perusahaan penyedia perangkat lunak pelacakan peti kemas, menyatakan bahwa perubahan situasi ini merupakan sebuah revolusi dibandingkan dengan bulan sebelumnya, ketika tarif tinggi yang saling membalas antara AS dan China memicu penurunan volume perdagangan.
Perusahaan pelayaran asal Denmark, Maersk, turut merespons lonjakan ini dengan menambah kapasitas layanan lintas Pasifik. Juru bicara Maersk mengungkapkan bahwa perusahaan sempat mengalami penurunan volume pelayaran antara China dan AS sebesar 30% sampai 40% pada akhir April, yang kini mulai pulih berkat kesepakatan penurunan tarif.