Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat berhasil membongkar praktik lancung yang menyeret proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini telah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Kasus ini menyeret lima individu dari kalangan birokrat hingga swasta ke meja hijau.
1. Pejabat Tinggi Kominfo Tersandung Hukum
Kepala Kejari Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, mengungkap bahwa lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan penyalahgunaan anggaran proyek PDNS. Kelima orang itu kini telah resmi ditahan. Nama-nama tersebut adalah:
- Semuel Abrizani Pangerapan (SAP), mantan Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo periode 2016–2024.
- Bambang Dwi Anggono (BDA), eks Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah, menjabat antara 2019 hingga 2023.
- Nova Zanda (NZ), pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan dan pengelolaan PDNS 2020–2024.
- Ifi Asman (AA), Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta selama hampir satu dekade.
- Pini Panggar Agusti (PPA), Account Manager PT Dokotel Teknologi periode 2017–2021.
2. Negara Dirugikan hingga Ratusan Miliar Rupiah
Walau angka pastinya masih dalam proses kalkulasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pihak kejaksaan memperkirakan kerugian akibat aksi kolektif ini mencapai ratusan miliar rupiah.
“Bisa saja perhitungan sementara penyidik sesuai dengan perhitungan BPKP, bisa saja bertambah, bahkan bisa saja total loss,” kata Safrianto dalam jumpa pers di Kejari Jakpus, Kamis (22/5).
“Kita tunggu agar pasti dan jelas jadi untuk sementara kita sampaikan sudah ada kerugian keuangan negara dan perhitungan sementara ratusan miliar,” tambahnya.
3. Muslihat di Balik Pendirian PDNS
Skema korupsi ini bermula dari kebijakan nasional yang mendorong transformasi digital melalui Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2018. Regulasi itu mendorong terciptanya sistem pengelolaan informasi terpusat melalui Pusat Data Nasional (PDN). Namun, bukan PDN permanen yang dibentuk, melainkan PDNS yang bersifat sementara.
“Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomer 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah Pusat Data Nasional (PDN) sebagai pengelolaan data terintegrasi secara mandiri dan sebagai infrastruktur SPBE Nasional,” ucap Safrianto.
Namun, arah pelaksanaan justru menyimpang dari regulasi tersebut. Safrianto menilai proyek PDNS hanya kamuflase untuk meraup keuntungan pribadi.
“Pada tahun 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika justru membentuk Pusat Data Nasional Sementara dengan nomenklatur dalam DIPA Tahun 2020 adalah Penyediaan Jasa Layanan Komputasi Awan 2020, yang tidak sesuai dengan tujuan Perpres Nomor 95 Tahun 2018,” ujarnya.
“Di mana dalam pelaksanaan dan pengelolaannya akan selalu tergantung kepada pihak swasta. Perbuatan tersebut dilakukan demi memperoleh keuntungan oleh para tersangka yang dilakukan dengan pemufakatan untuk pengkondisian pelaksanaan kegiatan Pusat Data Nasional Sementara,” sambungnya.
Proyek ini juga penuh manipulasi. Pihak yang memenangkan kontrak ternyata hanya perantara, lalu mengalihdayakan tugas ke pihak ketiga dengan alat yang tidak sesuai standar.
“Dalam pelaksanaannya perusahaan pelaksana justru mensubkonkan kepada perusahaan lain dan barang yang digunakan untuk layanan tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis,” katanya.
“Hal ini dilakukan agar para pihak mendapatkan keuntungan dan mendapatkan kickback melalui suap di antara pejabat Kominfo dengan pihak pelaksana kegiatan,” ujarnya.
4. Barang Bukti: Miliaran Rupiah, Mobil Mewah, dan Emas
Dalam penyidikan lanjutan, jaksa telah melakukan penggeledahan di sejumlah titik, mulai dari kantor kementerian, kediaman pribadi, hingga markas perusahaan teknologi.
“Penggeledahan juga dilakukan di BDx Data Center Kota Tangerang Selatan, Kantor Pusat PT Aplikanusa Lintasarta di Menara Thamrin Jakpus, Gedung Lintasarta di Cilandak, Jakarta Selatan,” kata Safrianto.
Hasilnya, jaksa menyita lebih dari Rp 1,7 miliar dalam bentuk tunai, tiga kendaraan roda empat, logam mulia, serta ratusan dokumen dan barang elektronik.
“Jumlah Uang yang disita total sebesar Rp. 1.781.097.828, dari tersangka SAP, BDA, PPA. Tiga unit mobil, dari tersangka SAP, BDA, 176 gram logam mulia, dari tersangka SAP dan BDA, tujuh Sertifikat Hak Milik atas tanah, dari tersangka SAP, BDA, 55 barang bukti elektronik, dari tersangka SAP, BDA, NZ, PPA, AA dan saksi-saksi lainnya, 346 dokumen,” jelas Safrianto.
5. Dua Mantan Pejabat Kominfo Disuap Rp 11 Miliar
Puncak dari pengungkapan ini adalah temuan uang suap yang diterima dua tokoh penting di Kominfo, yakni SAP dan BDA, dengan nilai mencapai belasan miliar rupiah.
“Tadi kickback ya, kickback lebih kurang Rp 11 miliar yang diterima oleh dua orang tersangka, SAP dan BDA yang diberikan oleh tersangka AA untuk memuluskan PDNS supaya memenangkan salah satu pihak sebagai pelaksana kegiatan ini,” ujar Safrianto kepada wartawan di Kejari Jakpus, Kamis (22/5).
Uang tersebut diberikan melalui proses kolusi untuk memenangkan tender proyek PDNS, yang dikerjakan oleh PT Docotel pada awal 2020, kemudian dilanjutkan oleh PT Aplikanusa Lintasarta pada tahun-tahun berikutnya.