Di tengah derasnya gelombang digital dan derasnya arus informasi, Anies Baswedan menyerukan pentingnya peran generasi muda dalam mengisi ruang demokrasi. Dalam pandangannya, kaum muda tak seharusnya hanya menjadi penonton dari pinggir lapangan politik, melainkan harus berani masuk dan ikut bermain di tengah pertandingan kebangsaan ini.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyampaikan hal ini saat berbicara dalam acara Jakarta Future Festival yang digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, pada Minggu (15/6/2025). Dalam forum tersebut, Anies menekankan bahwa suara anak muda memiliki kekuatan besar dalam memengaruhi arah kebijakan publik.
Ia menyampaikan bahwa keberhasilan menyuarakan penolakan terhadap tambang di wilayah Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi bukti bahwa suara generasi muda dapat mengguncang kebijakan dan mendorong negara untuk bertindak.
“Teman-teman ini adalah harapan dari seluruh rakyat. Kita menginginkan mereka yang masuk ke politik adalah mereka yang lolos meritokrasi. Cuma kan tidak selalu kenyataannya begitu bukan?” kata Anies.
Menurut Anies, terlalu banyak generasi muda yang hanya bersuara dari kejauhan, tapi enggan mendekat ke jantung sistem. Ia menantang para pemuda untuk tidak sekadar mengeluh, tetapi juga aktif masuk ke ranah politik, agar bisa menjadi bagian dari perubahan itu sendiri.
“Kalau saya usul menghadapi seperti ini jangan mengeluh saja. Tapi, mereka-mereka yang punya prestasi, yang punya karya, jangan menjauhi wilayah politik, terlibat lah,” ucapnya.
Ia pun mengingatkan bahwa kemenangan bukanlah hal yang utama, tetapi proses masuk dan bertarung di dalam sistem merupakan langkah penting untuk memicu perubahan.
“Belum tentu menang, tapi masuk dan kita itu jangan begini ‘Saya kepengin sistemnya udah beres dulu baru saya mau ikut’, nggak akan terjadi perubahan, perubahan itu hanya terjadi kalau mau berjuang di dalamnya,” sambungnya.
Anies kemudian menggambarkan betapa kuatnya kombinasi antara anak muda, demokrasi, dan kemajuan teknologi. Ia menyebut ketiganya sebagai sebuah “segitiga” yang dapat menjadi motor penggerak keterlibatan luar biasa bagi generasi muda dalam urusan kenegaraan.
“Jadi saya usul pada teman-teman yang peduli atas pengambilan kebijakan di Indonesia, jangan jauhi wilayah politik, terlibat. Anak muda hari ini punya ruang keterlibatan luar biasa. Saya ibaratkan seperti segitiga teman-teman, demokrasi, anak muda, teknologi. Itu 3 hal itu membuat anak muda bisa partisipasi luar biasa,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, ia kembali menyoroti bagaimana kekuatan media sosial mampu mendorong isu-isu besar ke permukaan. Kasus tambang di Raja Ampat yang sebelumnya nyaris luput dari perhatian luas, menjadi sorotan nasional justru karena tekanan publik yang ramai di ranah digital.
“Sekarang kemampuan untuk menggaungkan aspirasi muncul, lihat yang tejadi di Papua kalau nggak muncul di sosial media, anak-anak muda, nggak bisa bertahan,” kata Anies.
Tak hanya itu, ia juga menyinggung keberhasilan masyarakat – khususnya generasi muda – dalam menggagalkan perubahan aturan pemilu yang sempat dirancang DPR, berkat partisipasi aktif di ruang publik.
“Lihat kemarin ketika MK ambil keputusan, yang akan menurunkan yang tidak menurunkan lalu ingin diubah oleh DPR dan gagal kenapa? Karena anak-anak muda memilih untuk turun tangan,” imbuhnya.
Pesan Anies dapat dimaknai sebagai ajakan sekaligus peringatan. Jika anak muda terus memilih berada di luar gelanggang politik, maka perubahan akan selalu menjadi milik segelintir elite. Namun, bila mereka berani masuk ke arena, maka demokrasi Indonesia tak hanya akan hidup—tapi juga tumbuh sehat dan berakar kuat.