Respons Wilmar soal Dana Triliunan yang Disita dalam Kasus CPO

Sahrul

Raksasa agribisnis Wilmar International Limited akhirnya memberikan tanggapan resmi terkait langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyebut dana fantastis senilai Rp11,8 triliun berasal dari lima perusahaan di bawah naungan Wilmar Group. Dana itu disita dalam rangka penanganan perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.

Dalam keterangan tertulisnya, Wilmar menjelaskan bahwa dana senilai Rp11.880.351.802.619 atau setara dengan sekitar USD 729 juta tersebut bukanlah hasil dari praktik lancung atau penggelapan, melainkan bentuk jaminan hukum yang mereka tempatkan dalam proses banding perkara yang saat ini berjalan di tingkat peradilan.

Langkah tersebut dilakukan menyusul pengajuan dakwaan Kejagung pada awal April 2024 terhadap lima entitas bisnis yang merupakan anak perusahaan Wilmar Group di Indonesia, yaitu:

  • PT Multimas Nabati Asahan
  • PT Multi Nabati Sulawesi
  • PT Sinar Alam Permai
  • PT Wilmar Bioenergi Indonesia
  • PT Wilmar Nabati Indonesia

Kelima perusahaan tersebut dikategorikan sebagai Pihak Wilmar Tergugat, dan oleh Kejagung dituding telah memperkaya diri secara tidak sah, merugikan keuangan negara, serta menyebabkan guncangan pada sektor industri yang terdampak kebijakan ekspor minyak sawit mentah.

“Dakwaan tersebut diduga berasal dari tindakan koruptif yang dilakukan oleh anak-anak perusahaan tersebut antara Juli 2021 hingga Desember 2021, pada saat terjadi kelangkaan minyak goreng di pasar Indonesia,” bunyi keterangan tertulis Wilmar Limited, Selasa (17/6/2025).

Dalam kasus ini, jaksa menaksir nilai kerugian negara mencapai Rp12,3 triliun atau sekitar USD 755 juta. Meski demikian, pihak Wilmar menyatakan bahwa seluruh kebijakan ekspor dan aktivitas niaga yang dilakukan selama periode krisis minyak goreng tersebut telah mengacu pada ketentuan resmi yang berlaku.

“Seluruh tindakan yang dilakukan Wilmar sejak awal selama periode tersebut terkait ekspor minyak goreng telah sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu,” katanya.

Kejaksaan pun telah membawa perkara ini ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) setelah sebelumnya diputus oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dalam proses hukum lanjutan ini, MA diminta untuk menilai kembali keputusan sebelumnya. Kejagung pun mengharapkan agar Wilmar menunjukkan komitmen hukum dan etika korporasi dengan meletakkan dana jaminan sebagai bentuk tanggung jawab sekaligus kepercayaan pada sistem hukum nasional.

“Dana jaminan tersebut merepresentasikan sebagian dari dugaan kerugian negara dan dugaan keuntungan ilegal yang diperoleh pihak Wilmar Tergugat dari tindakan yang dituduhkan. Pihak Wilmar Tergugat telah menyetujui dan telah menempatkan dana jaminan tersebut.”

Dana tersebut pada dasarnya merupakan bentuk pengikatan sementara, seperti “uang pengganti” yang akan dikembalikan jika Mahkamah Agung menguatkan putusan PN Jakarta Pusat. Namun sebaliknya, uang jaminan itu juga bisa berubah menjadi bagian dari sitaan negara apabila MA memutuskan menolak banding pihak Wilmar.

Dalam pernyataan lanjutan, Wilmar menyatakan posisi mereka tetap konsisten: bahwa setiap langkah yang diambil oleh kelima anak perusahaan selama masa tuduhan berlangsung tidak memiliki niatan jahat ataupun niat korupsi, melainkan didasari oleh itikad baik dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku saat itu.

“Pihak Wilmar Tergugat tetap menyatakan seluruh tindakan telah dilakukan dengan itikad baik dan tanpa niat koruptif apa pun,” bunyi keterangan tertulis tersebut.

Catatan:
Polemik ini menambah daftar panjang persoalan hukum yang membayangi sektor industri sawit di Tanah Air. Dengan nilai yang mencapai puluhan triliun rupiah, kasus ini menjadi sorotan publik dan menjadi ujian bagi sistem peradilan untuk menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan kepastian usaha.

Also Read

Tags

Leave a Comment