Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengibarkan bendera perang terhadap praktik lancung dalam pengelolaan proyek infrastruktur. Kali ini, lembaga antirasuah tersebut melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara dan menetapkan lima individu sebagai tersangka. Salah satunya adalah sosok yang memegang jabatan strategis: Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Ginting.
Jejak Lima Tersangka dari Dua Dunia
Dari enam orang yang diamankan, KPK menyematkan status tersangka kepada lima pihak. Mereka terdiri dari pejabat pemerintahan dan aktor dari sektor swasta. Peran mereka berkelindan dalam pusaran proyek pembangunan jalan yang sarat kepentingan.
“Menetapkan lima orang sebagai tersangka, yaitu satu TOP, selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut. Nomor dua, Saudara RES (Rasuli Efendi Siregar) selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, merangkap pejabat pembuat komitmen atau PPK. Ini untuk perkara di Dinas PUPR,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.
Sementara dari pihak penyedia jasa, terdapat dua tokoh utama: Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR) dan Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY). Keduanya diduga menjadi pihak yang memberikan gratifikasi.
“Kemudian Saudara HEL selaku PPK Kasatker PJN (Pelaksanaan Jalan Nasional) Wilayah I Provinsi Sumatera Utara ini untuk perkara yang di PJN. Saudara KIR selaku direktur utama PT DNG dan Saudara RAY selaku direktur PT RM, ini adalah pihak swasta yang memberikan suap kepada tiga orang tadi dari dua dinas yang berbeda,” lanjut Asep.
OTT Digelar dalam Dua Lini Kasus
Menurut penjabaran KPK, operasi tangkap tangan ini mencakup dua jalur permasalahan. Pertama menyangkut pengerjaan proyek pembangunan jalan yang dikelola Dinas PUPR Sumut. Kedua, menyasar pekerjaan serupa yang berada di bawah tanggung jawab Satker PJN Wilayah I Sumut.
Dalam dua garis besar inilah para tersangka diduga saling bertukar kepentingan demi melancarkan skenario korupsi.
Topan Ginting dan Empat Lainnya Mendekam di Tahanan
Tak menunggu lama, KPK langsung mengambil langkah hukum dengan menahan para tersangka selama masa awal pemeriksaan.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap tersangka tersebut yaitu saudara TOP, RES, HEL, KIR, RAY untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 28 Juni hari ini sampai dengan 17 Juli 2025,” kata Asep Guntur.
Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK yang berada di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan. Di sana, para tersangka akan menjalani proses hukum lebih lanjut.
Skema Topan Ginting Atur Pemenang Tender
Lebih lanjut, Asep Guntur mengungkapkan bahwa Topan diduga menjadi dalang di balik skema manipulatif proyek pembangunan jalan senilai total Rp157,8 miliar. Ia memberikan arahan kepada RES untuk memenangkan KIR dari PT DNG agar mengerjakan dua proyek strategis: Jalan Sipiongot–Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot.
“Seharusnya pihak swasta itu tidak hanya sendirian yang diikutkan. Di sini sudah diikutkan Saudara KIR sebagai Direktur Utama PT DNG ini sudah dibawa sama Saudara TOP ini, Kepala Dinas PUPR. Kemudian juga TOP ini memerintahkan Saudara RES untuk menunjuk Saudara KIR. Di sini sudah terlihat perbuatannya,” kata Asep.
Setelah penunjukan terjadi, proses berlanjut ke tahap pemenuhan teknis dan administrasi yang dipersiapkan oleh staf KIR, termasuk anaknya, RAY. Upaya tersebut bermuara pada keberhasilan PT DNG memenangkan tender melalui skema e-katalog.
“Atas pengaturan proses e-katalog di Dinas PUPR Provinsi Sumut tersebut, terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening. Jadi ada yang diberikan secara langsung tunai, ada yang diberikan juga melalui transfer, seperti itu,” ujar Asep.
KPK menemukan indikasi penarikan dana senilai Rp2 miliar dari pihak swasta, yang diduga hendak dibagi kepada berbagai pihak agar proyek dapat dikerjakan sesuai skenario yang telah diatur.
“Kami sudah mendapatkan informasi, ada penarikan uang sekitar Rp 2 miliar dari pihak swasta yang kemungkinan besar uang 2 miliar ini akan dibagi-bagikan kepada pihak-pihak tertentu, di mana pihak swasta ini berharap untuk memperoleh proyek ya terkait dengan pembangunan jalan,” pungkasnya.
KPK Pilih Bertindak Cepat Demi Cegah Kerugian Negara
Menurut Asep, ketika laporan masyarakat soal penyimpangan mulai masuk, KPK berada di persimpangan: menunggu sampai proyek selesai atau bertindak secepatnya.
“Pembangunan jalan ini berjalan, dilakukan oleh pihak-pihak yang memang sudah di-setting menang. Kita akan menunggu nanti sejumlah uang, pada umumnya 10 sampai 20%,” kata Asep.
Jika KPK menunggu, potensi uang suap yang bisa diamankan bisa mencapai Rp41 miliar dari total proyek senilai Rp231,8 miliar. Namun, lembaga ini memilih langkah preventif—langsung melakukan OTT agar proyek yang sudah “diskenariokan” itu tidak berlanjut dengan cara curang.
“Karena kalau dibiarkan pihak-pihak ini mendapatkan proyek ini, tentu nantinya proyek yang atau hasil pekerjaannya, tidak akan maksimal. Karena sebagian dari uangnya tersebut paling tidak tadi, sekitar 46 miliar itu akan digunakan untuk menyuap memperoleh pekerjaan tersebut, tidak digunakan untuk pembangunan jalan,” ujar Asep.
Peluang Pemanggilan Bobby Nasution Menguat
Nama Gubernur Sumut, Bobby Nasution, muncul di tengah konferensi pers karena kedekatannya dengan Topan. Ia pernah menunjuk Topan sebagai Plt Sekda Kota Medan kala Pilkada 2024. KPK pun membuka kemungkinan untuk mendalami aliran uang maupun perintah yang berasal dari sosok di atas Topan.
“Saat ini sedang dilakukan upaya follow the money, mengikuti ke mana uang itu. Kalau nanti ke siapapun, ke atasannya atau mungkin ke sesama kepala dinas atau ke gubernur, ke mana pun itu dan kami memang meyakini, kami tadi juga sudah sampaikan bahwa kita bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak. Nah kita tentu akan panggil, akan kita minta keterangan, apa dan bagaimana sehingga uang itu bisa sampai kepada yang bersangkutan. Jadi tidak ada dalam hal ini yang akan kita kecualikan,” ucap Asep.
“Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kita akan minta keterangan, kita akan panggil dan kita minta keterangan. Ditunggu saja ya,” imbuh Asep memberi penegasan.
“Tidak harus selalu ada aliran uang termasuk ke gubernur, itu kita akan panggil tentunya. Misalkan hanya ada perintah, perintahkan untuk memenangkan pihak-pihak ini, uangnya belum dapat, tetap kita akan panggil dan kita akan minta pertanggungjawaban. Seperti itu,” ucap Asep.