Kasus dugaan praktik lancung dalam pengelolaan proyek jalan di Provinsi Sumatera Utara kembali menyeruak ke permukaan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan lima individu sebagai tersangka dalam operasi senyap bertajuk OTT (operasi tangkap tangan) yang dilakukan secara simultan di beberapa lokasi pada Kamis malam, 26 Juni 2025.
Penindakan ini tidak hanya menyorot pucuk pimpinan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, namun juga menyeret pejabat dari unit pelaksana proyek nasional di bawah Kementerian PUPR, yaitu Satker PJN Wilayah I Sumut.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Sabtu (28/6/2025), Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa lembaganya telah melaksanakan dua OTT yang menyasar klaster proyek berbeda—yakni pembangunan jalan baru dan pemeliharaan jalan nasional.
Total Proyek Menyentuh Rp 231,8 Miliar
Rangkaian proyek yang menjadi sorotan lembaga antirasuah ini tak main-main. Dari pembangunan infrastruktur jalan Sipiongot – Batas Labuhanbatu Selatan senilai Rp 96 miliar, hingga ruas Hutaimbaru – Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar, semuanya menjadi bagian dari daftar proyek yang diduga sarat rekayasa.
Tak hanya itu, kegiatan preservasi atau pemeliharaan jalan pada jalur strategis seperti simpang Kota Pinang – Gunung Tua – simpang Pal XI pada 2023 dan 2024 juga masuk dalam sorotan, masing-masing senilai Rp 56,5 miliar dan Rp 17,5 miliar. Tambahan proyek perbaikan jalan pascalongsor dan kelanjutan preservasi tahun 2025 membuat total nilai paket pekerjaan menyentuh angka Rp 231,8 miliar.
“Total nilai proyek setidaknya sejumlah Rp 231,8 miliar. KPK masih akan menelusuri dan mendalami proyek-proyek lainnya,” ucap Asep dalam konferensi pers, Sabtu (28/6/2025).
Skema Sunyi: Proyek Dialihkan Tanpa Lelang
Awal mula dari dugaan tindak pidana ini bermula ketika Direktur Utama PT DNG, berinisial KIR, melakukan peninjauan lokasi bersama Kepala Dinas PUPR Sumut, TOP, dan pejabat pembuat komitmen merangkap Kepala UPTD Gunung Tua, RES, di kawasan Sipiongot pada April 2025.
Dalam pertemuan yang terkesan informal namun sarat kepentingan itu, TOP secara verbal meminta agar proyek senilai hampir Rp 158 miliar diserahkan langsung kepada KIR tanpa proses lelang terbuka.
Untuk mengelabui sistem, KIR bersama timnya kemudian mengatur agar PT DNG menjadi pemenang dalam e-katalog, dengan dugaan keterlibatan RES dan sejumlah staf lainnya. Mereka bahkan menyarankan agar proyek-proyek tersebut dipisah penayangannya agar tidak memunculkan pola mencurigakan.
Sebagai bentuk ‘ucapan terima kasih’, RES disebut menerima uang yang ditransfer dari rekening KIR dan putranya, RAY—yang menjabat sebagai Direktur PT RN. Sementara aliran dana kepada TOP diduga dilakukan lewat perantara agar tidak terendus.
Korupsi Menjalar hingga Proyek Pusat
KPK menemukan bahwa dugaan pengaturan proyek tak berhenti di tingkat provinsi. Dalam jalur kedua konstruksi perkara, Heliyanto (HEL), pejabat pembuat komitmen dari Satker PJN Wilayah I Sumut, juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 120 juta dari KIR dan RAY. Uang tersebut diberikan selama periode Maret 2024 hingga Juni 2025 sebagai bentuk ‘biaya pelicin’ agar perusahaan mereka kembali menang dalam lelang e-katalog proyek nasional.
Nilai proyek-proyek yang digarap oleh perusahaan keluarga KIR mencakup infrastruktur penting di jalur nasional, dengan nilai mencapai ratusan miliar rupiah.
Lima Nama, Satu Jaringan
Dalam pengungkapan kasus ini, lima orang resmi ditetapkan sebagai tersangka:
- TOP – Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara
- RES – Kepala UPTD Gunung Tua sekaligus PPK
- HEL – PPK Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara
- KIR – Direktur Utama PT DNG
- RAY – Direktur PT RN
Kelima orang tersebut diduga kuat melanggar aturan dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan langsung dijebloskan ke rumah tahanan KPK selama 20 hari, mulai 28 Juni hingga 17 Juli 2025. Selain itu, uang tunai senilai Rp 231 juta yang diduga merupakan bagian dari commitment fee turut diamankan sebagai barang bukti.
Nama Bobby Nasution Ikut Disorot
Satu nama yang kini mulai mendapat sorotan publik adalah Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution. Meski sejauh ini belum ditemukan jejak keterlibatan langsung, namun KPK tidak menutup kemungkinan memanggil Bobby untuk dimintai keterangan.
“Tentu kami akan panggil, akan kami minta keterangan, apa dan bagaimana sehingga uang ini bisa sampai kepada yang bersangkutan (tersangka),” kata Asep.
Ia menegaskan bahwa penyelidikan akan terus berkembang mengikuti aliran uang dan didukung kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Kami bergerak bersama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja yang itu bergerak,” ujarnya.
“Jadi tidak ada dalam hal ini kita kecualikan. Kalau memang bergerak ke salah satu orang, misal ke Kadis lain, atau gubernurnya. Tentu akan kami minta keterangan, kami akan panggil, tunggu saja ya,” terang Asep.