Liku misteri hilangnya nakhoda kapal motor penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya masih menyelimuti peristiwa tenggelamnya kapal tersebut yang terjadi pada 2 Juli 2025. Hingga saat ini, belum ada secercah kabar mengenai keberadaan sang pemimpin kapal, yang sejatinya menjadi sosok kunci dalam pengungkapan insiden di perairan Selat Bali itu.
Dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Dudy Purwagandhi, menyampaikan bahwa hingga kini pihaknya belum mendapatkan informasi terkait kondisi nahkoda kapal pasca-kejadian.
“Sampai sejauh ini kami belum ada laporan mengenai keberadaan nahkoda, Pak, tapi ada beberapa anak buah, ABK, yang selamat, Pak. Sementara belum ditemukan (nahkoda),” ujar Dudy, menjawab pertanyaan Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, pada Selasa (8/7/2025).
Sebelumnya, Dudy menjelaskan bahwa kapal telah memperoleh izin berlayar usai memenuhi persyaratan teknis yang diajukan ke otoritas pelabuhan. Pihaknya menekankan bahwa sebelum kapal meninggalkan pelabuhan, sang nakhoda telah menyampaikan laporan kelayakan armada tersebut kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), yang kemudian menjadi dasar penerbitan Surat Perintah Berlayar (SPB).
“Pada saat berlayar jadi nahkoda diwajibkan untuk menyampaikan kondisi kapal kepada KSOP (Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) untuk mendapatkan surat perintah berlayar, Pak. Dan laporan dari nahkoda bahwa kondisi kapal laik untuk berlayar kemudian kita mengeluarkan surat perintah berlayar, Bapak,” tegas Dudy kepada para legislator.
Pertanyaan tentang apakah nakhoda termasuk korban dalam insiden tenggelamnya KMP Tunu pun mengemuka dalam forum tersebut. Lasarus mempertanyakan kemungkinan sang kapten selamat, mengingat perannya sangat krusial dalam menyingkap tabir peristiwa.
“Pertanyaan saya berikutnya, apakah nahkoda selamat atau turut menjadi korban?” tanya Lasarus dengan nada serius.
Dudy kembali menegaskan bahwa informasi terkait keselamatan nakhoda masih belum diperoleh. Yang baru diketahui, dari 12 awak kapal yang bertugas saat kejadian, lima orang berhasil diselamatkan.
“ABK ada 12, Bapak, kemudian yang selamat berdasarkan laporan dari Basarnas ada lima, Bapak,” jelas Dudy dalam rapat tersebut.
Menanggapi hal itu, Lasarus menekankan pentingnya keberadaan nakhoda sebagai saksi utama dalam kecelakaan laut seperti ini. Sosok kapten kapal dianggap sebagai “pemegang kendali” sekaligus penyimpan catatan penting atas dinamika pelayaran yang terjadi, mulai dari keberangkatan hingga titik terakhir sebelum kapal karam.
“Ini informasi penting, Pak, karena saya rasa saksi kunci, kalau kita bicara saksi kunci ini kan kapten kapal, Pak. Pasti pengendali kapal inilah yang salah satu saksi kunci, saksi kuncinya belum ditemukan berarti sampai sekarang? Tapi ABK ada berapa banyak ABK yang selamat?” lanjut Lasarus.
Peristiwa ini menyisakan pekerjaan besar bagi tim SAR, otoritas pelabuhan, serta pihak terkait untuk menuntaskan pencarian dan investigasi. Di tengah lautan yang kini menyimpan rahasia kelam, harapan akan ditemukannya sang nahkoda—entah dalam keadaan selamat ataupun tidak—masih terus menyala.