Setya Novanto Bebas Bersyarat, Begini Jejak Panjang Kasus e-KTP yang Menjeratnya

Sahrul

Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, kembali mencuri perhatian publik setelah resmi meninggalkan Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Terpidana kasus korupsi proyek KTP elektronik itu kini berstatus bebas bersyarat, usai Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan menyetujui program pembebasan bersyarat (PB) terhadap dirinya.

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, menjelaskan keputusan ini berlandaskan pada proses hukum yang telah ditempuh sebelumnya.
“Karena sudah melalui proses asesmen dan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 [Juli] yang lalu,” ujar Agus di Istana Negara, Jakarta.

Perubahan status hukum Novanto dimulai sejak 16 Agustus 2025. Hal itu disampaikan oleh Kabag Humas dan Protokol Ditjenpas, Rika Aprianti.
“Sejak tanggal 16 Agustus 2025, maka status Setya Novanto berubah dari narapidana menjadi klien pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung, mendapatkan bimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Bandung sampai tanggal 1 April 2029,” jelas Rika.

Jejak Panjang Kasus e-KTP

Setya Novanto awalnya divonis 15 tahun penjara pada 2018 karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp2,3 triliun. Ia juga dijatuhi denda Rp500 juta serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta, dikurangi Rp5 miliar yang telah ia titipkan ke KPK.
“Terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang sudah dititipkan kepada penyidik KPK,” kata Ketua Majelis Hakim Yanto dalam persidangan Tipikor, 24 April 2018.

Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yakni 16 tahun penjara. Hakim menilai tindakan Setnov memenuhi unsur memperkaya diri sendiri maupun pihak lain, menyalahgunakan jabatan, dan merugikan keuangan negara.

Dalam skandal besar tersebut, sejumlah tokoh lain juga dijatuhi hukuman, termasuk dua eks pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, serta pengusaha Andi Narogong. Novanto dinilai memiliki peran krusial dalam meloloskan anggaran e-KTP di DPR pada 2011–2012.

Meski begitu, Setnov berkali-kali membantah keterlibatannya. Ia bahkan menyebut dirinya “dijebak”, dan mengaku pengembalian Rp5 miliar ke KPK merupakan bentuk tanggung jawab atas tindakan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi.

Drama dan Kontroversi di Balik Jeruji

Kasus Setnov sarat dengan drama yang sulit dilupakan publik. Salah satunya insiden mobil yang dikendarainya menabrak tiang listrik pada 2017, tepat saat dirinya tengah dibidik KPK. Peristiwa itu sempat menimbulkan spekulasi rekayasa.

Selain itu, kabar mengenai sel “mewah” di Lapas Sukamiskin juga menyeruak. Inspeksi mendadak Ombudsman RI pada 2018 menemukan kamar Novanto lebih luas dari napi lain, meski pihak lapas beralasan perbedaan tersebut disebabkan perbaikan dinding yang lapuk.

Tak berhenti di situ, pada 2019 publik dihebohkan dengan munculnya foto Novanto berada di sebuah toko bangunan di Padalarang. Peristiwa “pelesiran” itu berbuntut sanksi bagi petugas lapas yang mengawalnya.

Jalan Menuju Bebas Bersyarat

Kepastian bebas bersyarat bagi Setya Novanto diputuskan setelah Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan. Hukuman penjara yang semula 15 tahun dipotong menjadi 12 tahun 6 bulan. Denda pun disesuaikan menjadi Rp500 juta, subsider enam bulan kurungan.

Rika Aprianti menegaskan, pemberian bebas bersyarat tersebut telah memenuhi aturan perundangan.
“Dengan pertimbangan telah memenuhi persyaratan administratif dan substantif, berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2022, telah berkelakuan baik, aktif mengikuti pembinaan, dan menunjukkan penurunan risiko,” ujar Rika.

Hal senada disampaikan Kepala Kanwil Dirjenpas Jawa Barat, Kusnali, yang memastikan keputusan ini diambil setelah perhitungan masa pidana sesuai ketentuan.
“Dia bebas bersyarat karena dia peninjauan kembalinya dikabulkan dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun,” ujar Kusnali seperti dikutip Antara.
“Dihitung dua per tiganya itu mendapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” katanya.

Kusnali juga menambahkan, meski Setya Novanto keluar bertepatan dengan momentum peringatan Hari Kemerdekaan RI, ia tidak termasuk dalam penerima remisi 17 Agustus.
“Setnov menjalani hukuman sejak 2017 dan senantiasa ada pengurangan remisi. Dia sudah keluar sebelum pelaksanaan 17 Agustus. Jadi, dia enggak dapat remisi 17 Agustus,” katanya.

Pro-Kontra Publik

Kebebasan bersyarat Setya Novanto menimbulkan reaksi beragam. Di satu sisi, pemerintah menegaskan semua proses telah sesuai regulasi. Namun, di sisi lain, masyarakat kembali mempertanyakan keadilan dalam pemberian keringanan hukuman bagi mantan pejabat tinggi negara yang pernah tersandung mega skandal korupsi.

Also Read

Tags