Catatan Pekerjaan Rumah DPR: Apa Saja Aspirasi Rakyat yang Sudah dan Belum Terealisasi?

Sahrul

Gelombang pengawasan publik terhadap DPR RI semakin deras dalam beberapa pekan terakhir. Tak hanya soal produk legislasi, masyarakat juga menyoroti gaji, tunjangan, hingga berbagai fasilitas yang diterima wakil rakyat. Tekanan dari publik bahkan berubah menjadi gelombang protes besar yang berlangsung berhari-hari di depan kompleks parlemen.

Tagar “17+8 Tuntutan Rakyat Transparansi. Reformasi. Empati” terus bergema di media sosial. Tuntutan itu datang dengan tenggat waktu berbeda, ada yang hanya diberi jangka satu pekan, tepatnya hingga 5 September 2025, dan ada pula yang memiliki batas waktu setahun, berakhir pada 31 Agustus 2026.

Tiga Tuntutan Mendesak dalam Satu Pekan

Dari sederet daftar tersebut, ada beberapa poin yang menjadi prioritas dan diberi deadline cepat. Tiga di antaranya adalah:

  • Pembekuan kenaikan gaji serta penghentian fasilitas baru, termasuk dana pensiun.
  • Transparansi anggaran terkait gaji, tunjangan, rumah dinas, dan fasilitas lain yang melekat pada anggota DPR.
  • Pemeriksaan terhadap anggota DPR yang dianggap bermasalah melalui Badan Kehormatan DPR, bahkan melibatkan KPK bila diperlukan.

Desakan tersebut tak dibiarkan begitu saja. DPR akhirnya merespons segera setelah masa tenggat berakhir, dengan mengumumkan sejumlah kebijakan serta janji perbaikan.

Puan Maharani Ambil Kendali Reformasi DPR

Ketua DPR RI, Puan Maharani, menginisiasi rapat bersama seluruh pimpinan fraksi pada Kamis (4/9/2025). Pertemuan itu membahas peta jalan transformasi DPR, sekaligus mengakomodasi suara rakyat.

“Saya baru saja memimpin urun rembuk untuk transformasi DPR,” kata Puan.

“Semua ketua fraksi sepakat menghentikan tunjangan perumahan bagi anggota dan melakukan moratorium kunjungan kerja bagi anggota dan komisi-komisi DPR,” sambungnya.

Puan menegaskan bahwa DPR akan melakukan evaluasi menyeluruh, menjadikan aspirasi publik sebagai pedoman, serta menempatkan reformasi sebagai agenda utama.

“Prinsipnya kami DPR akan terus berbenah dan memperbaiki diri. Apa yang menjadi aspirasi masyarakat pasti akan kami jadikan masukan yang membangun,” ungkap Puan.

“Saya sendiri yang akan memimpin Reformasi DPR,” tegasnya.

Potong Fasilitas: Dari Rumah hingga Transportasi

Janji itu diwujudkan dengan pemangkasan sejumlah fasilitas. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengumumkan penghentian tunjangan perumahan per 31 Agustus 2025.

“Satu, DPR RI menyepakati menghentikan pemberian tunjangan perumahan anggota DPR RI terhitung sejak 31 Agustus 2025,” kata Dasco.

Selain itu, DPR juga menutup pintu perjalanan luar negeri, kecuali undangan resmi negara.

“Yang kedua, DPR RI melakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri DPR terhitung sejak tanggal 1 September 2025. Kecuali menghadiri undangan kenegaraan,” imbuhnya.

Tidak hanya itu, tunjangan lain seperti listrik, telepon, komunikasi intensif, hingga transportasi dipangkas demi efisiensi.

“DPR RI akan memangkas tunjangan dan fasilitas anggota DPR setelah evaluasi meliputi biaya langganan listrik, jasa telepon, biaya komunikasi intensif dan biaya tunjangan transportasi,” ujar Dasco.

Dasco menambahkan, anggota DPR yang dinonaktifkan oleh partai politik tidak lagi menerima hak finansial.

Komitmen Keterbukaan dan Rincian Gaji

Dasco juga memastikan adanya transparansi dalam urusan pendapatan anggota dewan. Dokumen gaji dan tunjangan bahkan dibuka untuk publik, termasuk rincian take home pay setelah pemangkasan.

Beberapa komponen yang melekat misalnya gaji pokok Rp4,2 juta, tunjangan jabatan Rp9,7 juta, hingga tunjangan komunikasi intensif Rp20 juta. Setelah berbagai potongan, anggota DPR membawa pulang sekitar Rp65,5 juta per bulan.

MKD Siap Panggil Legislator Nonaktif

Sementara itu, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bersiap memeriksa lima anggota DPR yang dinonaktifkan partai di tengah demonstrasi. Mereka adalah Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir.

Ketua MKD, Nazaruddin Dek Gam, menyatakan proses pemeriksaan akan segera dimulai.

“Pasti, kita Senin kita melakukan rapat internal untuk menentukan jadwal pemeriksaannya. MKD ini kan bukan partai, jadi harus kita sepakatin dulu kapan kita rapat. Beda sama partai-partai menonaktifkan cepat. Ini kan kita butuh anggota-anggota pimpinan agar kita sehati keputusannya,” kata Dek Gam.

Ia menambahkan, laporan berasal dari Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia, dengan tuduhan mulai dari perilaku tak pantas di sidang hingga komentar kasar terhadap masyarakat.

“Diperiksa. Diperiksa. Ya, berhenti tidaknya kan tergantung hasil pemeriksaan. Wajib MKD untuk meriksa itu. Pelapornya Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia,” ujarnya.

Dek Gam menegaskan, bukti video maupun rekaman CCTV akan dijadikan dasar pemeriksaan. Prosesnya akan dimulai dengan memanggil pelapor untuk dimintai keterangan, sebelum berlanjut ke para legislator yang dilaporkan.

Also Read

Tags