Direktur sekaligus pemilik PT Zahra Oto Mandiri atau yang lebih dikenal dengan nama Uhud Tour, Ustaz Khalid Zeed Abdullah Basalamah, akhirnya menuntaskan pemeriksaannya oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Selasa (9/9/2025).
Selama hampir delapan jam penuh—dari pukul 11.04 WIB hingga 18.48 WIB—Khalid duduk memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi distribusi kuota haji. Pemeriksaan maraton itu membuatnya harus merinci kronologi keterlibatannya sebagai pihak yang merasa dirugikan oleh biro perjalanan haji PT Muhibbah Mulia Wisata, milik Ibnu Mas’ud.
“Saya kan sebagai jemaah di PT Muhibbah, punyanya Ibnu Mas’ud. Jadi, posisi kami ini sebenarnya korban dari PT Muhibbah yang dimiliki oleh Ibnu Mas’ud,” kata Khalid.
Dari Furoda ke Kuota Resmi
Awalnya, Khalid berniat melaksanakan ibadah haji menggunakan jalur furoda, yakni program mandiri yang umumnya dipilih oleh jamaah tanpa bergantung pada kuota haji pemerintah. Namun, di tengah persiapan, muncul tawaran dari Ibnu Mas’ud untuk beralih ke jalur haji melalui travel Muhibbah yang diklaim memiliki legitimasi resmi dari Kementerian Agama.
“Kita memang sudah berangkat setiap tahun dengan furoda. Cuma waktu kami sudah bayar furoda, kami sudah akan berangkat, sudah siap. Jemaah juga sudah siap semua. Nah, Ibnu Mas’ud ini dari PT Muhibbah datang menawarkan untuk menggunakan visa ini (kuota khusus) dengan mengatakan itu adalah visa resmi. Kuota resmi,” ujar dia.
Dengan dalih legalitas itu, Khalid bersama 122 jamaah Uhud Tour akhirnya tercatat sebagai calon jamaah haji yang berangkat melalui Muhibbah Mulia Wisata.
“Karena dibahasakan resmi dari Kemenag, kami terima gitu, dan saya terdaftar sebagai jemaah di PT Muhibbah,” tutur dia.
Khalid menguraikan bahwa fasilitas yang diberikan setara dengan paket haji khusus, termasuk akses layanan kelas atas.
“Fasilitas ya seperti furoda, bukan (seperti haji reguler), langsung ke VIP karena pakai (haji) khusus tadi,” ucap Khalid.
Hadir dengan Didampingi Kuasa Hukum
Kehadiran Khalid di Gedung KPK menjadi pengulangan dari jadwal sebelumnya yang sempat ia lewatkan karena bentrok dengan agenda dakwah. Pada Selasa itu, ia tiba tepat pukul 11.04 WIB, mengenakan pakaian serba hitam dan dikawal empat orang pendamping.
“Iya, ini pengulangan karena kemarin kami ada jadwal kajian, jadi belum bisa,” kata Khalid.
Selain tim internal, ia juga ditemani oleh penasihat hukum.
“Iya (didampingi kuasa hukum),” ujar dia.
Kasus Kuota Haji di Kementerian Agama
Di sisi lain, KPK sedang membongkar perkara dugaan penyelewengan kuota haji tahun 2023–2024 di bawah kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Lembaga antirasuah menduga terdapat praktik penyimpangan dalam alokasi tambahan 20.000 kuota haji yang diberikan Arab Saudi kepada Indonesia.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa menurut Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, seharusnya porsi kuota dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Dengan begitu, tambahan kuota semestinya dibagi menjadi 18.400 reguler dan 1.600 khusus.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai. Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep.
“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” imbuh dia.
Akibat penyimpangan mekanisme tersebut, KPK memperkirakan kerugian negara meroket hingga Rp1 triliun. Sebagai langkah pencegahan, KPK telah mencegah tiga pihak bepergian ke luar negeri, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, serta pengusaha biro haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.