Harga emas kembali mengukir sejarah dengan menembus level psikologis US$3.800 per troy ons. Sepanjang 2025, logam mulia ini nyaris melesat 50%, sebuah capaian yang ibarat roket melesat ke orbit keuangan global.
Pada perdagangan intraday Selasa (30/9/2025), harga emas dunia (XAU) masih menguat 0,58% hingga mencapai US$3.856,01 per troy ons. Sepanjang tahun berjalan, nilainya sudah terkerek 47%. Pertanyaan yang kini muncul: apa sebenarnya bensin yang menyulut mesin kenaikan emas hingga mencatatkan rekor demi rekor?
Kenaikan emas didorong derasnya arus permintaan dari investor yang mencari perlindungan (safe haven) di tengah pusaran ketidakpastian global. Faktor-faktor yang memperkuat reli ini meliputi ancaman penutupan pemerintahan Amerika Serikat, konflik geopolitik yang tak kunjung reda, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, pelemahan dolar AS, serta pembelian masif oleh bank sentral dan investor ritel.
Berikut enam faktor utama yang membuat emas bersinar bak mercusuar di tengah gelombang pasar keuangan dunia.
1. Ancaman Shutdown Pemerintah AS
Kongres Amerika Serikat menghadapi tenggat hingga Selasa (30/9/2025) untuk merampungkan rancangan undang-undang belanja sebelum tahun fiskal baru. Jika gagal, pintu pemerintahan akan ditutup pada hari berikutnya.
Pertarungan politik antara Demokrat dan Republik kian sengit. Demokrat mendorong perpanjangan subsidi miliaran dolar untuk Obamacare, sementara kubu Presiden Donald Trump memperingatkan potensi PHK besar-besaran yang bukan sekadar cuti sementara, melainkan pemutusan hubungan kerja permanen.
Bayangan “shutdown” inilah yang menambah kecemasan pasar dan mendorong emas menjadi pilihan utama.
2. Emas sebagai Safe Haven
Dalam kondisi global yang penuh gejolak, emas ibarat benteng kokoh yang menjadi tempat berlindung investor. Ketidakpastian akibat konflik geopolitik, risiko politik di AS, serta pasar saham yang bergejolak, membuat arus dana mengalir deras ke logam mulia ini.
3. Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Tanda-tanda perlambatan ekonomi AS memberi sinyal The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneter. Langkah ini menjadikan emas, yang tidak menghasilkan bunga, lebih menarik dibandingkan instrumen berbunga.
Presiden Federal Reserve Bank of New York, John Williams, menegaskan:
“Masuk akal untuk menurunkan suku bunga sedikit dan mengurangi sedikit pembatasan, untuk membantu memastikan kesehatan pasar tenaga kerja yang berkelanjutan sambil tetap menjaga tekanan ke bawah pada tingkat inflasi di atas target.”
Pernyataan itu menjadi dorongan psikologis tambahan bagi investor untuk menambah portofolio emas mereka.
4. Pelemahan Dolar AS
Dolar yang merosot membuat emas kian terjangkau bagi investor global yang memegang mata uang lain. Tahun ini, indeks dolar AS (DXY) sudah longsor 10,75% hingga menyentuh 97,96 pada perdagangan Selasa (30/9/2025). Efeknya, permintaan emas dari luar negeri pun ikut terkerek.
5. Pembelian Masif oleh Bank Sentral
Bank sentral di berbagai belahan dunia kian gencar mendiversifikasi cadangan mereka ke emas. Survei Cadangan Emas Bank Sentral World Gold Council pada Agustus 2025 menunjukkan 95% responden percaya kepemilikan emas global akan meningkat.
Meskipun pembelian sedikit melambat akibat tingginya harga, tren akumulasi ini tetap menjadi pilar kokoh yang menopang reli emas.
6. Permintaan dari Investor Ritel
Investor individu, terutama di negara dengan tradisi kuat menggunakan emas seperti India, juga ikut menyalakan mesin permintaan. Meski penjualan perhiasan sempat tertekan karena harga melonjak, permintaan emas batangan, koin, hingga ETF justru menggeliat.
Data menunjukkan impor emas India pada Agustus 2025 mencapai US$5,2 miliar, menandakan kebangkitan permintaan fisik menjelang musim festival.
Prospek ke Depan: Menembus US$4.000?
Kombinasi faktor geopolitik, moneter, hingga psikologis pasar membuat banyak analis memperkirakan harga emas bisa menembus US$4.000 per troy ons sebelum akhir tahun. Meski demikian, koreksi jangka pendek tetap mungkin terjadi, mengingat reli yang terlalu cepat biasanya diikuti jeda konsolidasi.
Dengan segala dinamika ini, emas tak hanya menjadi logam mulia, tetapi juga cermin dari kecemasan dan harapan pasar global. Ia bak kompas yang menunjukkan arah di tengah kabut ketidakpastian dunia.