Gubernur Datangi Kantor Purbaya, Protes Pemangkasan Anggaran Daerah

Sahrul

Suasana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tampak lebih sibuk dari biasanya pada Selasa (7/10/2025). Sebanyak 18 gubernur hadir langsung bersama perwakilan dari 15 provinsi lainnya untuk menggelar pertemuan penting dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Pertemuan tersebut diinisiasi oleh Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), menyusul gelombang penolakan terhadap kebijakan pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) yang dianggap memberatkan pemerintah provinsi.

Langkah para kepala daerah ini diibaratkan sebagai “seruan dari ujung negeri”, menandakan keresahan kolektif akibat kebijakan fiskal pusat yang dinilai menekan ruang gerak pembangunan daerah. Dari Sabang hingga Merauke, suara penolakan menggema dengan nada yang sama: pemotongan TKD bisa membuat daerah stagnan dan sulit berkembang.

Protes Gubernur Maluku Utara: Dana Pusat Tak Lagi Cukup untuk Pembangunan

Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menjadi salah satu yang paling vokal menyuarakan kekecewaannya. Ia menyebut bahwa seluruh pemerintah daerah yang hadir satu suara menolak kebijakan pemangkasan anggaran dari pusat.

“Kita semua tadi masing-masing dari gubernur sudah menyuarakan pendapat ke Pak Menteri Keuangan untuk dipertimbangkan, karena dengan perencanaan dana transfer pusat ke daerah yang ada saat ini hanya cukup untuk belanja rutin. Belanja infrastruktur, jalan, jembatan itu menjadi berkurang sehingga kita minta untuk jangan ada pemotongan,” kata Sherly di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

Sherly menjelaskan, pada tahun anggaran 2026, Provinsi Maluku Utara hanya akan menerima TKD sebesar Rp6,7 triliun, jauh menurun dari Rp10 triliun pada tahun sebelumnya. Ia menambahkan, komponen Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi yang paling terdampak pemotongan.

“Semuanya tidak setuju karena kemudian kan ada beban PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang cukup besar dan ada janji untuk pembangunan jalan dan jembatan yang cukup besar. Dengan pemotongan yang rata-rata setiap daerah hampir sekitar 20-30% untuk level provinsi dan di level kabupaten bahkan ada tadi dari Jawa Tengah yang hampir 60-70%, itu berat untuk pembangunan infrastruktur,” tutur Sherly.

Dalam pandangannya, kebijakan ini ibarat menarik selimut yang terlalu pendek: menutupi satu sisi, tapi membuka sisi lainnya. Ketika belanja rutin dapat dipenuhi, proyek strategis justru harus dikorbankan.

Aceh Juga Tersentak, Anggaran Dipotong Seperempat

Nada serupa datang dari Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang menyebut anggaran daerahnya ikut tergerus hingga 25%. Ia menegaskan, kebijakan ini berpotensi menghambat pembangunan ekonomi yang sedang dirintis di wilayahnya.

“Semuanya kami mengusulkan supaya tidak dipotong, anggaran kita tidak dipotong karena itu beban semua di provinsi kami masing-masing,” katanya.

Bagi Muzakir, pemotongan dana seperti ini bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan pukulan bagi rencana pembangunan dan pelayanan publik yang telah lama dirancang.

APPSI: Banyak Daerah Sulit Bayar Gaji Pegawai

Ketua Umum APPSI sekaligus Gubernur Jambi, Al Haris, menegaskan bahwa pertemuan ini dilakukan atas permintaan langsung para gubernur yang merasa semakin terjepit oleh kebijakan pusat. Menurutnya, dampak pemangkasan TKD sangat luas—bahkan hingga ke urusan dasar pemerintahan seperti pembayaran gaji pegawai dan PPPK.

“Memang repot, saya bilang tadi, kalau daerah PAD (pendapatan asli daerah)-nya kecil yang banyak menggantungkan nasib dengan TKD, maka sulit mereka untuk mengembangkan daerahnya. Apalagi bicara visi misi. Tidak lagi bicara visi misi, yang penting roda pemerintahan jalan,” tutur Al Haris.

Pernyataan itu menggambarkan kondisi banyak daerah yang kini beroperasi dalam mode “bertahan hidup”, di mana prioritas utama bukan lagi inovasi atau pertumbuhan ekonomi, melainkan menjaga agar roda birokrasi tidak berhenti berputar.

Purbaya Responsif, Evaluasi TKD Akan Dijalankan

Meski pertemuan berlangsung panas, Al Haris mengungkapkan bahwa Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menunjukkan sikap terbuka dan responsif terhadap keluhan yang disampaikan para kepala daerah.

“Pak Menteri (Purbaya) respons tadi, beliau responsif sekali. Nanti di 2026 karena sudah menjadi produk hukum undang-undang, APBN, beliau tadi berjanji di 2026 sambil nanti berjalan, evaluasi lagi yang TKD ke daerah,” bebernya.

Purbaya disebut berjanji akan mengevaluasi ulang formula transfer ke daerah di tahun mendatang agar lebih adil dan sesuai kebutuhan riil di lapangan.

Sinyal Ketegangan Pusat-Daerah

Pertemuan antara APPSI dan Kemenkeu ini menjadi cerminan ketegangan lama antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal pengelolaan fiskal. Pemda menginginkan ruang yang lebih luas untuk mengatur keuangan sendiri, sementara pemerintah pusat berusaha menyeimbangkan alokasi anggaran nasional di tengah tekanan fiskal yang meningkat.

Bagi banyak gubernur, pemotongan TKD bukan sekadar isu administratif, tetapi persoalan keadilan fiskal—sebuah simbol tentang bagaimana suara daerah sering kali teredam di tengah kebijakan makro. Jika tak ada penyesuaian, dikhawatirkan banyak daerah akan terpaksa “berhemat di atas penderitaan rakyat,” menunda pembangunan, bahkan kesulitan membayar tenaga kerja pemerintah.

Kini, bola panas berada di tangan Kemenkeu. Para gubernur berharap janji evaluasi itu bukan sekadar kata-kata di meja rapat, melainkan awal dari reformasi transfer ke daerah yang lebih berpihak kepada rakyat di tiap provinsi.

Also Read

Tags