Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan langkah yang tak biasa dalam menangani utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Ia berencana memanfaatkan dana hasil pengembalian uang negara yang sebelumnya diselewengkan oleh para koruptor untuk melunasi kewajiban proyek tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Prabowo saat meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru di kawasan Cideng, Gambir, Jakarta Pusat, pada Selasa (4/11/2025).
“Duitnya ada. Duit yang tadinya dikorupsi (setelah diambil negara) saya hemat. Enggak saya kasih kesempatan. Jadi, saudara saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita. Untuk rakyat semua,” ujar Prabowo.
Ucapan tersebut menjadi simbol tekad Prabowo untuk menekan kebocoran keuangan negara dan mengembalikan manfaatnya kepada masyarakat. Ia menegaskan, sumber keuangan negara sejatinya berasal dari rakyat, terutama melalui pajak yang dibayarkan setiap tahun.
Negara Hadir Lewat Subsidi dan Transparansi
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Negara menjelaskan bahwa pemerintah selama ini turut memberikan subsidi besar bagi masyarakat di sektor transportasi. Langkah ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam memastikan akses mobilitas yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Tadi disampaikan Menhub, semua kereta api kita, pemerintah subsidi 60 persen, rakyat bayar 20 persen. Ya ini kehadiran negara, ini kehadiran negara. Dari mana uang itu? dari uang rakyat, dari pajak, dari kekayaan negara. makanya kita harus mencegah semua kebocoran,” kata Prabowo.
Lewat penjelasan itu, Prabowo seolah ingin menegaskan bahwa setiap rupiah dari kas negara harus memiliki arah yang jelas—bukan bocor ke tangan yang salah, melainkan kembali menjadi manfaat bagi rakyat banyak.
Keyakinan Bayar Utang Tanpa Bebani APBN
Presiden juga memastikan bahwa Indonesia memiliki kemampuan finansial untuk melunasi utang proyek KCJB. Meski begitu, ia tidak secara gamblang menjelaskan apakah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan dilibatkan dalam proses pembayaran tersebut.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya telah menyampaikan bahwa pemerintah pusat tidak akan menanggung utang proyek Whoosh. Sebab, tanggungan itu merupakan kewajiban Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi bagian dari proyek.
Komitmen Pemerintah: Bayar Rp 1,2 Triliun per Tahun
Dalam pernyataannya, Prabowo menyebut bahwa pemerintah siap menanggung kewajiban pembayaran utang proyek Whoosh senilai Rp 1,2 triliun per tahun.
“Enggak usah khawatir ribut-ribut Whoosh. Saya sudah pelajari masalahnya. Tidak ada masalah, saya tanggung jawab nanti whoosh semuanya,” tegas Prabowo.
“Pokoknya enggak ada masalah, karena itu kita bayar mungkin Rp 1,2 triliun per tahun,” ujar Kepala Negara.
Ia menambahkan, keberadaan proyek tersebut tidak boleh hanya diukur dari sisi untung-rugi finansial. Menurutnya, manfaat sosial dan lingkungan seperti pengurangan kemacetan dan polusi udara jauh lebih bernilai bagi kehidupan masyarakat perkotaan.
“Manfaatnya, mengurangi macet, mengurangi polusi, mempercepat perjalanan, ini semua harus dihitung,” lanjutnya.
Prabowo pun meminta publik untuk tidak memperkeruh persoalan utang proyek tersebut.
“Dan ini ingat ya, ini simbol kerja sama kita dengan Tiongkok. Jadi, sudahlah, saya sudah katakan presiden Republik Indonesia yang ambil alih tanggung jawab. Jadi tidak usah ribut, Kita mampu. Dan kita kuat,” tandasnya.
Beban Keuangan Konsorsium BUMN Masih Berat
Meski pemerintah menegaskan kemampuan untuk melunasi utang, catatan keuangan menunjukkan bahwa proyek Whoosh masih menanggung beban finansial besar. Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025 (unaudited), PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) — entitas anak dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) — mencatat kerugian hingga Rp 4,195 triliun sepanjang 2024.
Dengan perhitungan sederhana, kerugian tersebut setara dengan Rp 11,493 miliar per hari sepanjang tahun itu. Sementara pada semester pertama 2025, PSBI kembali mencatat rugi sebesar Rp 1,625 triliun.
Dalam struktur kepemilikan, KAI memegang saham mayoritas di PSBI sebesar 58,53 persen, diikuti Wika dengan 33,36 persen, Jasa Marga sebesar 7,08 persen, dan PTPN VIII sebesar 1,03 persen. Struktur tersebut merupakan hasil penugasan pemerintah era Presiden Joko Widodo sebelumnya.
Antara Beban dan Harapan
Langkah Prabowo untuk mengalokasikan dana hasil pengembalian koruptor bagi pelunasan utang Whoosh menjadi babak baru dalam pengelolaan keuangan negara. Ide ini bisa dianggap sebagai upaya “menyucikan” uang yang kotor—mengubah hasil kejahatan korupsi menjadi sumber pembiayaan proyek strategis nasional.
Bagi sebagian pihak, langkah itu menjadi simbol keberanian politik dan moral: mengembalikan uang rakyat kepada rakyat lewat pembangunan. Namun, tantangannya tetap besar—yakni memastikan mekanisme pengawasan yang ketat agar uang negara benar-benar digunakan untuk kepentingan publik, bukan sekadar janji di atas panggung.






