Kronologi Abdul Wahid Kabur Saat OTT KPK di Riau: Sempat Bersembunyi di Kafe

Sahrul

Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Riau pada awal November 2025 tak hanya menyingkap dugaan praktik suap, tetapi juga memperlihatkan bagaimana seorang pejabat tinggi daerah mencoba melarikan diri dari jeratan hukum. Gubernur Riau, Abdul Wahid, dikabarkan sempat bersembunyi di sebuah kafe yang berada tak jauh dari rumah pribadinya, setelah merasa curiga terhadap gerak-gerik tim lembaga antirasuah tersebut.

Peristiwa itu terjadi pada Senin (3/11), ketika tim KPK tengah melakukan OTT terhadap sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Salah satu yang lebih dulu ditangkap adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Dinas PUPRPKPP Riau. Dari tangan pejabat tersebut, KPK menemukan sejumlah uang yang diduga kuat merupakan bagian dari setoran untuk sang gubernur.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa Abdul Wahid sempat menghilang dari rumahnya begitu menyadari adanya operasi penangkapan.

“Kami menduga bahwa memang sudah janjian. Kemudian janjian jam segini kok enggak datang, enggak ada. Kemungkinan dia sudah mulai curiga hingga akhirnya tim datang ke lokasi,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11).

Menurut Asep, rasa curiga itulah yang membuat Abdul Wahid mengambil langkah cepat. Ia disebut sempat bersembunyi di sebuah kafe yang lokasinya tidak jauh dari rumah pribadinya. Kafe tersebut ternyata berada dalam deretan bangunan yang sama dengan kediamannya.

“Jadi, kafe itu bukan kafe yang jauh, bukan. Kafe itu ada di jajaran itunya (rumahnya),” katanya.

Langkah itu tampak seperti usaha terakhir untuk menghindari kejaran tim KPK. Namun, upaya tersebut hanya bertahan sekejap. Tim penindakan yang telah memetakan lokasi akhirnya menemukan keberadaan sang gubernur dan langsung melakukan penangkapan di tempat persembunyiannya.

Setelah diamankan, Abdul Wahid langsung dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif di Gedung Merah Putih KPK. Dari hasil penyelidikan, KPK kemudian menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait proyek infrastruktur di Riau.

Dalam operasi yang sama, lembaga antirasuah itu juga menahan 10 orang lainnya. Mereka di antaranya adalah Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, Sekretaris Dinas Ferry Yunanda, serta Tata Maulana, yang diketahui sebagai orang kepercayaan Abdul Wahid. Seorang lain bernama Dani M. Nursalam, Tenaga Ahli Gubernur Riau, memilih menyerahkan diri ke KPK pada Selasa (4/11) malam.

Dari hasil OTT tersebut, KPK menyita uang tunai dalam berbagai mata uang — rupiah, dolar Amerika Serikat, dan poundsterling — dengan total nilai setara Rp1,6 miliar. Jumlah itu diyakini bukan kali pertama diterima oleh pihak Abdul Wahid.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa uang yang ditemukan tersebut hanyalah bagian kecil dari rangkaian penyerahan sebelumnya.

“Uang (Rp1,6 miliar) itu diduga bagian dari sebagian penyerahan kepada kepala daerah. Artinya, kegiatan tangkap tangan ini adalah bagian dari beberapa atau dari sekian penyerahan sebelumnya,” ungkap Budi di Kantornya, Jakarta, Selasa (5/11).
“Jadi, sebelum kegiatan tangkap tangan ini, sudah ada penyerahan-penyerahan lainnya,” sambungnya.

Pernyataan itu menegaskan bahwa dugaan suap terhadap Abdul Wahid tidak bersifat insidental, melainkan telah terjadi berulang kali. Praktik ini diduga terkait dengan pengaturan proyek di lingkungan Dinas PUPR-PKPP Riau, di mana sejumlah pejabat diduga ikut terlibat dalam aliran dana ilegal tersebut.

Kisah pelarian singkat Abdul Wahid pun menjadi sorotan publik. Bagi sebagian orang, aksinya bersembunyi di kafe yang hanya selemparan batu dari rumah sendiri menggambarkan ironi seorang pemimpin yang terpojok oleh tindakan yang ia lakukan sendiri. Seperti pepatah lama: sejauh-jauhnya seseorang berlari dari bayang-bayangnya, cepat atau lambat, kebenaran tetap akan menemukan jalannya.

Kini, Abdul Wahid bersama para pejabat terkait harus menghadapi proses hukum yang panjang di KPK. Lembaga tersebut memastikan akan menelusuri lebih jauh aliran dana serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam skema korupsi tersebut.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pejabat publik di seluruh daerah, bahwa penyalahgunaan wewenang tak hanya mencoreng nama baik pribadi dan institusi, tetapi juga bisa mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang seharusnya menjadi pelayan rakyat, bukan penghisap anggaran.

Also Read

Tags