Proses penyidikan terkait insiden ledakan yang mengguncang lingkungan SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, kembali bergerak maju. Kepolisian memastikan rangkaian pemeriksaan terhadap keluarga anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diduga sebagai pelaku akan dilanjutkan dalam waktu dekat. Langkah ini menjadi bagian dari pendalaman motif dan dinamika keluarga yang mungkin berhubungan dengan tindakan sang pelajar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto mengungkapkan bahwa pemeriksaan keluarga inti siswa tersebut telah dijadwalkan. Ia menegaskan agenda pemeriksaan akan berlangsung pada pekan berjalan sebagai bagian dari rangkaian penyelidikan.
“Diagendakan juga minggu depan (minggu ini) untuk meminta keterangan dari keluarga ABH, ayah dan kakak,” ujar Budi kepada wartawan, Senin (17/11/2025).
Ibu Pelaku Belum Diperiksa karena Tidak Berada di Indonesia
Meski penyidik mulai menelusuri keterangan dari keluarga terdekat, masih ada anggota keluarga yang belum dapat diperiksa. Sang ibu disebut belum berada di tanah air, sehingga pemanggilan belum dapat dilakukan.
“Masih di luar negeri,” jelas Budi singkat.
Sebelumnya, ayah ABH telah hadir pada pemeriksaan yang digelar Selasa minggu lalu, bersamaan dengan beberapa saksi lain yang turut memberikan keterangan.
“Ayah ABH (anak berhadapan dengan hukum) sudah diminta keterangan termasuk beberapa saksi lainnya,” ujar Budi di Mapolresta Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (12/11).
Situasi Keluarga Diungkap Jadi Salah Satu Faktor Pemicu
Dalam penjelasannya, Budi memaparkan bahwa pelaku selama ini tinggal hanya bersama ayahnya. Kedua orang tuanya diketahui telah bercerai, dan kondisi rumah tangga yang terbelah itu dinilai memberikan dampak emosional bagi remaja tersebut. Ia menggambarkan bahwa persoalan keluarga yang retak bukan hanya soal administrasi, namun juga berimbas pada kondisi batin anak.
“Kan kalau bicara tentang keluarga, ini kan sudah pisah. Ya (cerai). Ini menjadikan problem bagi si anak. Jadi ini sebenarnya ada sisi kemanusiaan, ada sisi empati yang harus juga kita jaga,” ungkapnya.
Pernyataan itu memperlihatkan bahwa penyidik turut memperhatikan sisi psikologis dan latar belakang sosial yang melingkupi pelaku, bukan semata-mata menyoroti tindak pidana yang terjadi.
Polisi Ungkap Pelaku Tidak Memiliki Tempat Mengadu
Dalam konferensi pers pada Selasa (11/11), aparat penegak hukum membeberkan temuan lain yang menjadi perhatian serius. Mereka menemukan dugaan bahwa pelaku menjalani hari-harinya dengan rasa kesepian yang mendalam, tanpa memiliki ruang aman untuk mencurahkan isi hati. Tak adanya tempat bercerita, baik di rumah maupun sekolah, dinilai menjadi salah satu pemantik peristiwa ledakan tersebut.
“Ada hal yang menarik juga di dalam proses penyidikan yang kami peroleh dari hasil penggalian keterangan maupun petunjuk-petunjuk yang ada. Bahwa yang bersangkutan anak berkonflik dengan hukum ini terdapat dorongan untuk melakukan peristiwa hukum tersebut,” kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Iman Imanuddin dalam jumpa pers.
Iman menambahkan, dorongan tersebut berasal dari kondisi batin pelaku yang merasa terisolasi. Perasaan sunyi yang menekan itu menjadi seperti bara yang lama tersimpan hingga akhirnya memicu tindakan destruktif.
“Dorongannya, di mana yang bersangkutan merasa sendiri kemudian merasa tak ada yang menjadi tempat untuk menyampaikan keluh kesahnya, baik itu di lingkungan keluarga kemudian di lingkungannya itu sendiri maupun di lingkungan sekolah,” ujarnya.
Penyidikan Berlanjut untuk Mengungkap Motif Secara Menyeluruh
Hingga kini, aparat terus menyusun potongan-potongan informasi guna memahami gambaran utuh dari insiden yang mengguncang dunia pendidikan tersebut. Pemeriksaan keluarga yang berlangsung pekan ini diharapkan dapat menjadi kunci untuk memetakan kondisi psikologis, tekanan sosial, hingga dinamika internal keluarga yang mungkin berperan dalam insiden ledakan itu.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa mereka tidak hanya fokus pada aspek hukum semata, tetapi juga mencoba melihat peristiwa ini sebagai refleksi masalah sosial dan emosional yang kerap dialami remaja. Dengan begitu, proses penegakan hukum dapat berjalan seimbang dengan pendekatan kemanusiaan.






