Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri kembali mengungkap lapisan baru dari jaringan terorisme yang menyasar anak-anak sebagai target perekrutan. Dari hasil pendalaman kasus sepanjang hampir satu tahun terakhir, aparat menemukan fakta mengkhawatirkan: salah satu dari lima tersangka yang diamankan ternyata sempat menyiapkan aksi kekerasan yang menyasar Gedung DPR RI. Temuan tersebut menjadi titik balik penyelidikan yang memaksa aparat bergerak cepat sebelum rencana itu sempat diwujudkan.
Juru Bicara Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana, menjelaskan bahwa indikasi rencana serangan itu muncul dalam proses penelusuran digital serta rangkaian kegiatan tersangka. Ia memastikan bahwa penangkapan harus dilakukan segera untuk mencegah ancaman yang bisa mengganggu simbol demokrasi nasional. “Dan yang terakhir kemarin kami temukan, salah satu dari pelaku ini juga berkeinginan untuk melakukan aksi di Gedung DPR RI. Nah, ini yang membuat harus segera dilakukan penegakan hukum,” ujar Mayndra dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Meski tidak memerinci identitas individu yang dimaksud, Mayndra menegaskan bahwa lima tersangka dewasa telah ditangkap dalam kurun Desember 2024 hingga 17 November 2025. Mereka berasal dari dua kelompok berbeda—sebagian merupakan “pemain lama” yang kembali melakukan perekrutan, sementara sisanya adalah wajah baru yang terdeteksi setelah proses pengembangan kasus berlangsung. “Pemain lama yang juga mencoba merekrut anak-anak kembali ya, dia sudah menjalani proses hukum, kemudian setelah lepas, dia coba lagi merekrut beberapa anak. Nah, ini yang kami temukan di awal, kemudian Densus mengembangkan sampai dengan saat ini kita mendapati 4 pelaku baru lainnya,” jelasnya.
Meretas Cara Perekrut Menjerat Anak Lewat Dunia Maya
Modus perekrutan dalam kasus ini ibarat jaring halus yang dilemparkan ke dunia digital—nyaris tak terlihat, tetapi menyergap anak-anak yang lengah. Menurut Mayndra, para pelaku memanfaatkan berbagai platform media sosial serta ruang interaksi di game online untuk menyalurkan konten yang dikemas sebagai gambaran “dunia ideal”. Konten seperti ini mudah menimbulkan rasa penasaran pada anak-anak yang sering menghabiskan waktu di ranah digital tanpa pendampingan memadai.
Para pelaku tidak langsung menyisipkan ideologi teror dalam tahap awal. Mereka merangkai proses berlapis, mulai dari pendekatan yang tampak tidak berbahaya hingga akhirnya mengarahkan korban ke kelompok tertutup. “Ketika di sana terbentuk sebuah komunikasi, lalu mereka dimasukkan kembali ke dalam grup yang lebih khusus, yang lebih terenkripsi, yang lebih tidak bisa terakses oleh umum,” ungkap Mayndra. Ia menegaskan bahwa perekrutan dilakukan secara bertahap untuk menciptakan rasa nyaman sebelum memasukkan unsur radikalisme. “Jadi, intinya ada beberapa proses, itu yang dari awal memang tidak langsung menuju kepada ideologi terorisme, tetapi anak-anak dibikin tertarik dulu,” tambah dia.
Identitas Tersangka Terungkap
Densus 88 memastikan lima individu telah ditetapkan sebagai tersangka dalam jaringan perekrut anak tersebut. Kelimanya berinisial FW alias YT (47), LM (23), PP alias BMS (37), MSPO (18), dan JJS alias BS (19). Rentang usia ini menggambarkan bahwa aktivitas perekrutan tidak hanya melibatkan orang yang berpengalaman, tetapi juga figur muda yang terpapar dan kemudian ikut berperan dalam menyebarkan paham kekerasan.
Penangkapan ini dianggap sebagai langkah penting untuk memutus rantai perekrutan yang menjadikan anak-anak sebagai target. Dengan temuan adanya niat menyerang Gedung DPR, kasus ini menjadi alarm bagi seluruh pihak mengenai ancaman ekstremisme yang dapat menyasar ruang demokrasi maupun generasi muda sekaligus.
Densus 88 menegaskan akan terus memperluas investigasi dan meningkatkan pengawasan terhadap ruang digital yang kerap dijadikan tempat pembibitan ekstremisme. Aparat juga mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap aktivitas anak di dunia maya, agar mereka tidak mudah dicegat oleh konten manipulatif yang disebarkan kelompok teror.






