Gencatan senjata yang telah berlangsung selama beberapa minggu di Jalur Gaza kembali berada di ujung tanduk. Kelompok militan Hamas menyuarakan peringatan keras bahwa kesepakatan penghentian tembakan berpotensi gagal setelah rangkaian serangan mematikan yang diluncurkan Israel pada Sabtu (22/11). Situasi ini menunjukkan betapa rapuhnya jeda perang yang seharusnya menjadi pintu masuk menuju stabilitas sementara di wilayah tersebut.
Seorang pejabat senior Hamas, yang identitasnya sengaja dirahasiakan, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyampaikan kemarahan kepada para mediator internasional. Ia menilai Israel tetap melancarkan serangan meskipun Hamas mengklaim telah mematuhi sepenuhnya kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi oleh Amerika Serikat.
“Kami meminta para mediator untuk segera turun tangan guna mencegah gagalnya perjanjian sebagaimana yang diinginkan pendudukan,” ujarnya kepada Aljazeera.
Hamas: Pelanggaran Terus Terjadi dan Memakan Banyak Korban
Dalam pernyataan terpisah, Hamas menyebut bahwa tindakan Israel bukan hanya insiden satu-dua kali, melainkan dianggap sebagai pelanggaran berulang yang sistematis. Kelompok itu mengatakan, “Pelanggaran sistematis Zionis terhadap perjanjian tersebut telah mengakibatkan ratusan orang gugur sebagai martir akibat serangan dan pembunuhan yang terus-menerus dengan dalih yang dibuat-buat. Pelanggaran ini juga telah menyebabkan perubahan garis penarikan pasukan pendudukan, yang melanggar peta yang telah disepakati.”
Pernyataan tersebut menggambarkan kekhawatiran mendalam Hamas bahwa Israel tidak lagi berjalan sesuai kesepakatan yang telah dirumuskan sebelumnya. Mereka menilai wilayah penarikan pasukan kini mengalami pergeseran yang tidak sejalan dengan peta awal, memperburuk ketegangan di lapangan.
Serangan Udara Baru Israel Picu Eskalasi
Pada Sabtu malam, Israel kembali melancarkan serangan udara ke sejumlah kawasan di Gaza. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 21 warga Palestina dan membuat puluhan lainnya mengalami luka-luka. Insiden ini dinilai sebagai babak terbaru dari serangkaian pelanggaran gencatan senjata yang seharusnya menahan kedua pihak dari tindakan ofensif.
Gencatan senjata yang berjalan selama enam minggu kini tampaknya hanya menjadi “bayangan perjanjian”—ada di atas kertas, namun tidak benar-benar diterapkan secara menyeluruh di lapangan. Israel dilaporkan masih menembakkan artileri dan melancarkan serangan udara dalam intensitas tertentu meskipun Status Quo kesepakatan masih berlaku.
Lebih jauh, otoritas kesehatan Palestina mencatat bahwa lebih dari 300 orang telah tewas sejak gencatan senjata diberlakukan pada Oktober lalu. Angka ini menggambarkan betapa rentannya situasi keamanan yang ada, dan bahwa penghentian tembakan tidak serta merta menghentikan jatuhnya korban jiwa.
Operasi Israel di Rafah: Terowongan Jadi Medan Konflik Baru
Di sisi lain, militer Israel mengumumkan keberhasilan operasi mereka terhadap para pejuang bersenjata Palestina yang bersembunyi di jaringan terowongan di Rafah, sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah pendudukan. Israel menyebut telah menewaskan atau menangkap lebih dari selusin anggota kelompok bersenjata yang terjebak di bawah tanah.
Militer dalam keterangannya menjelaskan, “Beberapa saat yang lalu, pasukan yang beroperasi di Rafah timur menemukan dan menangkap seorang teroris lain yang berusaha melarikan diri dari infrastruktur teror bawah tanah di wilayah Rafah.”
Operasi tersebut ternyata berlangsung panjang, dan masih dalam pernyataan yang sama, militer menambahkan, “Di akhir pengejaran selama 24 jam, seluruh 17 teroris yang berusaha melarikan diri dari infrastruktur teror bawah tanah di Rafah timur berhasil dieliminasi atau ditangkap.”
Operasi di terowongan Rafah menjadi salah satu fokus terbaru militer Israel dalam menekan keberadaan kelompok bersenjata Palestina di wilayah selatan Gaza.
PBB Ingatkan Gencatan Senjata Sangat Rentan
Ketegangan yang terus meningkat mendorong kekhawatiran dari komunitas internasional. Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric, menyatakan bahwa PBB sangat mencemaskan masa depan gencatan senjata yang tampak “retak dan mudah pecah” akibat aksi militer yang berkelanjutan.
Dengan lanskap konflik yang kian kompleks dan saling tuding antar pihak, masa depan kesepakatan gencatan senjata di Gaza kini berada dalam titik paling kritis. Jika tidak ada intervensi berarti dari mediator internasional, potensi kembalinya perang terbuka tampak semakin dekat.






