Upaya penghentian konflik Rusia–Ukraina memasuki babak baru setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan kesiapan Kyiv memajukan rancangan perdamaian yang diinisiasi Amerika Serikat. Pernyataan itu disampaikan pada Selasa (25/11/2025), sebuah titik yang menandai kemungkinan perubahan arah dari perang yang telah berkecamuk selama hampir empat tahun.
Namun, Zelensky menegaskan bahwa tidak semua isu bisa ditangani lewat perantara. Bagian paling peka—khususnya soal wilayah yang diduduki Rusia—harus dibahas langsung dengan Presiden AS Donald Trump dan para sekutu Eropa. Ia menyiratkan bahwa keputusan menyangkut batas negara bukan sekadar negosiasi teknis, tetapi menyangkut kedaulatan yang tak bisa dipasrahkan begitu saja.
AS dan Ukraina Berupaya Samakan Persepsi
Kesiapan Kyiv ini muncul setelah rangkaian diskusi intens antara pejabat Ukraina dan Amerika Serikat untuk menyelaraskan posisi terkait proposal perdamaian Washington. Pemerintahan Trump mendorong kerangka baru, tetapi muncul kekhawatiran bahwa rencana tersebut dapat membuat Ukraina berada pada posisi yang kurang menguntungkan—ibarat dipaksa memilih antara tekanan diplomatik dan keutuhan wilayah.
Beberapa diplomat di Kyiv menilai rancangan itu terlalu condong ke Moskow, termasuk dugaan tuntutan agar Ukraina menyerahkan sebagian wilayah yang kini dikuasai Rusia. Inilah yang menjadi batu sandungan utama dalam seluruh proses mediasi.
Zelensky Desak Pengiriman “Pasukan Jaminan” dan Dukungan Tetap dari Eropa
Dalam pidatonya di depan negara-negara koalisi pendukung Ukraina, Zelensky kembali menegaskan urgensi jaminan keamanan. Ia mendesak Eropa menyusun mekanisme pengerahan “pasukan jaminan” ke wilayah Ukraina—sebagai langkah pencegah agresi tambahan sekaligus penegasan solidaritas militer.
Zelensky menggarisbawahi bahwa Kyiv tidak dapat menerima keputusan keamanan apa pun yang dibuat tanpa melibatkan mereka.
“Kami sangat yakin keputusan keamanan tentang Ukraina harus menyertakan Ukraina, keputusan keamanan tentang Eropa harus menyertakan Eropa… Karena ketika sesuatu diputuskan di belakang negara atau rakyatnya, selalu ada risiko tinggi hal itu tidak akan berhasil,” kata Zelensky dikutip Reuters.
Pernyataan ini adalah sinyal kuat bahwa Ukraina menolak kesepakatan damai yang disusun secara tertutup, apalagi jika berpotensi menguntungkan Rusia.
Trump Umumkan Negosiasi Hampir Rampung
Beberapa jam setelah pidato Zelensky, Gedung Putih merespons cepat. Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa negosiasi kini tinggal menyisakan sedikit perbedaan sikap antara pihak-pihak yang terlibat.
Trump bahkan menginstruksikan dua pejabat kuncinya bergerak ke garis depan diplomasi: Steve Witkoff ditugaskan bertemu Vladimir Putin di Moskow, sementara Menteri Angkatan Darat Dan Driscoll dikirim bertemu pejabat Ukraina secara paralel.
“Saya berharap dapat bertemu dengan Zelenskyy dan Putin segera, tetapi HANYA ketika kesepakatan untuk mengakhiri perang sudah FINAL atau dalam tahap akhir,” ujarnya.
Ini menunjukkan bahwa Washington ingin memastikan momentum perdamaian tidak terbuang, sekaligus menandai peran dominan AS dalam mengarahkan negosiasi.
Kerangka Damai Disempitkan, tapi Isu Wilayah Masih Jadi Titik Panas
Potensi kesepakatan sebenarnya sudah semakin mengerucut dibandingkan rancangan awal. Proposal yang sebelumnya terdiri dari 28 poin kini dipadatkan menjadi 19 poin setelah pertemuan di Jenewa. Meski begitu, dua isu besar masih menghambat penyelesaian: konsesi wilayah dan pembatasan kemampuan militer Ukraina.
Rancangan awal AS sempat dikritik sebagai upaya yang seolah mengharuskan Kyiv mengibarkan bendera putih, karena melarang mereka bergabung dengan NATO dan memperbolehkan Rusia mempertahankan wilayah yang direbut sejak 2022.
Bagi Kyiv, syarat itu sama saja dengan menyerahkan masa depan negara kepada kehendak Kremlin.
Rusia Ingatkan Kesepakatan Alaska, Tolak Usulan Eropa
Dari kubu Moskow, sinyal perdamaian juga hadir, namun dengan syarat yang tidak kalah keras. Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov menegaskan bahwa proposal damai versi baru harus tetap berpegang pada “semangat dan surat” kesepahaman yang pernah dibangun antara Trump dan Putin di pertemuan Alaska.
Lavrov dengan tegas menolak usulan alternatif dari negara-negara Eropa, yang disebutnya sebagai rencana “sepenuhnya tidak konstruktif”.
Medan Perang Tetap Mengguncang: Serangan Rudal Terbaru Tewaskan Warga
Sementara diplomasi berjalan, situasi di garis depan tidak menunjukkan tanda-tanda pelonggaran. Kyiv baru saja dihantam serangan udara skala besar—puluhan rudal dan ratusan drone Rusia dilepaskan semalam. Serangan itu menewaskan tujuh orang dan kembali merusak sistem kelistrikan serta pemanas, dua infrastruktur vital menjelang musim dingin.
Gambaran ini menegaskan bahwa meski peluang perdamaian lebih terbuka, perang masih jauh dari benar-benar berakhir di medan pertempuran.






