Menkeu Purbaya Luruskan Kritik Media Asing Soal Dana Darurat: “Kita Cuma Mindahin Duit”

Sahrul

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa angkat bicara terkait sorotan tajam dari media internasional yang menuding dirinya memakai dana cadangan negara secara serampangan. Isu tersebut mencuat usai sebuah artikel dari majalah ekonomi global, The Economist, menyinggung kebijakan pemindahan dana pemerintah yang dilakukan Purbaya.

Membuka acara Financial Forum 2025 di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (3/12), sang menteri merasa perlu meluruskan berbagai asumsi yang berkembang di luar negeri mengenai kebijakan fiskal yang ia jalankan.

“Saya perlu klarifikasi sedikit. Ada majalah The Economist, minggu lalu atau kemarin, saya bacanya kemarin yang bilang saya mengambil uang yang disimpan untuk rainy day, keadaan darurat,” tutur Purbaya.

Menurutnya, anggapan bahwa pemerintah menguras “tabungan saat hujan deras”—sebuah istilah yang umum dipakai untuk dana cadangan ketika negara menghadapi krisis—adalah sebuah kesalahpahaman besar.

Pemindahan Dana Bukan Belanja, tapi Penataan Arus Uang

Purbaya menjelaskan bahwa perpindahan dana sebesar Rp200 triliun ditambah Rp76 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke sektor perbankan bukanlah aktivitas pengeluaran atau pemborosan kas negara. Ia menegaskan langkah itu hanyalah “menggeser tempat penyimpanan uang”, layaknya seseorang yang memindahkan tabungan dari brankas ke lemari lain tanpa menggunakannya.

“Ketika saya pindahkan Rp200 triliun dari BI ke perbankan, orang berpikir saya belanja, padahal enggak. Saya cuma memindahkan uang, bank yang mengatur (penyaluran ke masyarakat dalam bentuk kredit),” tegasnya.

Dengan kata lain, Purbaya ingin menegaskan bahwa pemerintah tidak sedang berfoya-foya menggunakan dana emergensi. Sebaliknya, kebijakan itu dimaksudkan untuk menyalurkan likuiditas ke sektor yang lebih produktif, sehingga mesin ekonomi kembali berputar.

Efek Domino: Uang Beredar Naik, Optimisme Publik Ikut Tumbuh

Sang Bendahara Negara menyebut bahwa keputusan finansial tersebut berfungsi sebagai “pemantik api” yang menghidupkan kembali perekonomian domestik. Dengan peredaran uang (M0) meningkat, konsumsi rumah tangga menggeliat, belanja masyarakat terdorong, dan persepsi publik terhadap pemerintah ikut membaik.

Purbaya menekankan bahwa langkah ini justru dilakukan tanpa mengeluarkan biaya negara.

“Saya enggak belanjain uang, cuma mindahin. Jadi, yang salah pengertian orang adalah: ‘Sepertinya si Purbaya menteri keuangan sembarangan, ngabisin duit sembarangan’. Enggak! Kita cuma mindahin duit, ekonominya balik dengan cost yang hampir zero,” jelas sang menteri.

Ia mengibaratkan kebijakan ini seperti memindahkan air dari waduk ke sawah: air tetap milik negara, hanya lokasinya yang berubah agar dapat memberi manfaat lebih besar.

Fiskal Aman, Namun Target Pajak Dipastikan Meleset

Meski memastikan kondisi fiskal tetap terjaga dan tidak berada dalam situasi genting, Purbaya tak menampik bahwa penerimaan pajak tahun 2025 tidak akan mampu memenuhi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia tidak membeberkan angka pasti, namun menyebut bahwa perlambatan ekonomi nasional menjadi faktor utama.

Kendati demikian, Purbaya memastikan pemerintah tetap menjaga disiplin anggaran agar tidak melampaui batas defisit yang telah diatur dalam undang-undang.

“Tentunya kita melakukan pengendalian-pengendalian supaya defisitnya tidak melebihi 3 persen. Sudah dipastikan itu akan terjadi. Jadi, kita tidak akan melanggar defisit 3 persen untuk tahun ini,” tandasnya.

Menutup Kritik Internasional

Dengan berbagai penjelasan tersebut, Purbaya berharap isu yang berkembang di luar negeri dapat dilihat secara lebih jernih. Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap menjalankan kebijakan fiskal yang berhati-hati, efisien, dan terukur.

Di tengah sorotan internasional, Purbaya memilih berdiri tegak, sembari menunjukkan bahwa pemindahan dana bukanlah tindakan sembrono, melainkan strategi untuk memastikan denyut ekonomi Indonesia tetap stabil.

Also Read

Tags