Polemik mengenai tata kelola hutan kembali mencuat ke permukaan setelah Anggota Komisi IV DPR RI, Usman Husin, menyampaikan kritik tajam kepada Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni. Dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025), Usman menilai sang menteri tidak menunjukkan kapasitas memadai dalam menangani persoalan kehutanan yang kian pelik di Tanah Air.
Usman menegaskan bahwa permasalahan hutan Indonesia bukan sekadar soal administrasi perizinan, melainkan menyangkut keseimbangan ekologi yang menjadi penopang kehidupan. Ia menilai Raja Juli tidak memahami kompleksitas itu, sehingga perlu mempertimbangkan langkah paling ekstrem: mundur dari jabatannya.
Menurut Usman, pemerintah seharusnya sudah mengambil keputusan tegas terkait izin pelepasan kawasan hutan di Sumatera. Ia menyebut bencana yang terjadi beruntun di wilayah tersebut sebagai alarm keras bahwa kebijakan saat ini belum cukup efektif meredam kerusakan hutan.
“Pak Menteri lihat nggak bencana Sumatera, seharusnya izin semua disetop. Pak Menteri harus jelaskan berapa tahun harus penanaman ulang dan seperti apa sebenarnya Ibu Ketua, pohon yang diameter dua meter bisa tumbuh kembali sehingga inilah tanggung jawab Pak Menteri. Pak Menteri tidak boleh lempar ke yang terdahulu,” kata Usman dalam rapat.
Desakan Mundur dari Kursi Menteri
Dalam momen yang sama, Usman tidak hanya mengkritik, tetapi juga menyampaikan seruan agar Raja Juli mengundurkan diri apabila tidak mampu menunaikan tanggung jawabnya. Legislator PKB itu menyebut apa yang disampaikan pimpinan rapat sejalan dengan kenyataan kerusakan hutan belakangan ini.
“Kalau Pak Menteri punya hati nurani apa yang disampaikan kan Wakil Ketua, Pak Ahmad Yohan, yang tadi Pak Menteri katakan melalui ayat hadis akhirnya terjadi,” ujar Usman.
Ia lalu menegaskan, “Sehingga mohon izin teman-teman Komisi IV, saya keras karena saya paling hatinya kasih sehingga saya saran Pak Menteri, kalau Pak Menteri nggak mampu, mundur aja. Pak Menteri nggak paham tentang kehutanan,” tegasnya.
Usman juga menyinggung dugaan terbitnya izin pelepasan kawasan hutan di Tapanuli Selatan. Ia mengaku bingung melihat inkonsistensi kebijakan yang dinilainya bertolak belakang dengan pernyataan sang menteri di ruang publik.
“Kenapa saya katakan gitu? saya contoh di Tapanuli Selatan bulan Oktober Pak Menteri keluarkan izin, Bupati sudah katakan syukur-syukur izin ditutup. Ternyata Oktober, 30 November izinnya keluar sehingga apa yang disampaikan oleh Pak Menteri tidak sejalan semua Pak,” ucap Usman.
Ia melanjutkan, “Jadi seolah-olahnya kita nih ya bisa diakal-akalin semua Ini ruangan yang terhormat. Saya minta Pak Menteri sekali lagi tolong fokus tiga provinsi ini kapan bisa tanam kembali pohon untuk bisa hidup yang gundul itu,” tambahnya.
Raja Juli Bantah Keluarkan Izin Penebangan Hutan
Menanggapi kritik keras tersebut, Raja Juli Antoni memberikan klarifikasi langsung kepada wartawan di lokasi yang sama. Ia menekankan bahwa selama menjabat sebagai Menteri Kehutanan selama setahun terakhir, tidak ada satu pun izin baru yang ia terbitkan terkait penebangan kawasan hutan.
“Saya sudah katakan, saya setahun jadi menteri ini, saya tidak menerbitkan PBPH penebangan satu pun ya, yang baru ya. Yang justru saya terbitkan adalah PBPH untuk jasa lingkungan atau RE, Restorasi Ekosistem,” kata Raja Juli.
Ia juga menjelaskan bahwa sejak awal menjabat, ia selalu memegang teguh instruksi Presiden Prabowo Subianto yang meminta dirinya menjaga kawasan hutan secara ketat serta bersikap tegas terhadap pihak yang mencoba mengubah fungsi hutan secara ilegal.
“Perintah Bapak Presiden kepada saya ketika ditunjuk menjadi Menteri Kehutanan itu dua. Pertama beliau katakan kamu jaga hutan, yang kedua kamu harus berani,” ujar Raja Juli dalam rapat bersama Komisi IV.
Raja Juli kemudian memastikan bahwa ia tidak pernah mengeluarkan izin pelepasan kawasan hutan, termasuk di tiga provinsi yang tengah diterjang bencana banjir dan longsor. Ia menyebut kebijakan kehutanan yang berjalan saat ini sepenuhnya mengikuti arahan Presiden.
“Saya bisa bersaksi, saya secara ketat seperti apa yang diperintahkan Pak Presiden Prabowo Subianto tidak pernah mengeluarkan atau menurunkan fungsi hutan,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Termasuk Ketua, Pak Wakil Ketua, di 3 provinsi terdampak. Satu jengkal pun saya tidak pernah melakukan pelepasan kawasan di tempat tersebut,” imbuhnya.
Kontroversi Terus Bergulir
Ketegangan antara DPR dan Menteri Kehutanan ini memperlihatkan betapa seriusnya persoalan kerusakan hutan dalam diskursus politik nasional. Kritik yang mencuat tidak hanya terkait kebijakan saat ini, tetapi juga masalah akurasi data, transparansi izin, serta kecepatan pemerintah dalam merehabilitasi wilayah yang telah gundul.
Meski demikian, pernyataan kedua pihak menunjukkan bahwa isu kehutanan kini menjadi sorotan utama dan menuntut langkah konkret, bukan hanya di tingkat kebijakan, tetapi juga eksekusi di lapangan. Apakah desakan mundur ini akan berlanjut menjadi tekanan politik yang lebih besar, masih harus dilihat dalam perkembangan berikutnya.






