Menuai Polemik: Prabowo Mendorong Pencopotan Bupati Aceh Selatan yang Berangkat Umrah di Tengah Bencana

Sahrul

Presiden Prabowo Subianto kembali menyoroti lemahnya kepemimpinan kepala daerah dalam situasi genting. Dalam rapat percepatan penanganan bencana di wilayah Sumatra yang digelar di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Minggu (7/12), Prabowo secara terbuka menyinggung tindakan Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang meninggalkan daerahnya saat banjir dan longsor melanda sejumlah kecamatan.

Prabowo menyatakan bahwa pejabat publik memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk berada di garis depan ketika warganya dilanda krisis. Karena itu, ia meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk menindaklanjuti proses pencopotan Bupati Mirwan. “Kalau yang mau lari, lari aja nggak apa-apa. Dicopot Mendagri bisa ya, diproses,” kata Prabowo. Ia kemudian menegaskan bahwa tindakan Mirwan menyerupai perilaku meninggalkan tugas di tengah ancaman. “Ini kalau tentara namanya desersi, itu dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah, aduh itu tidak bisa tuh, sorry tuh, saya enggak mau tanya partai mana,” imbuhnya.

Ucapan Prabowo tersebut bukan tanpa alasan. Mirwan MS diketahui berangkat umrah tanpa izin ketika Aceh Selatan sedang diterjang bencana hidrometeorologi. Saat banjir dan longsor menutup akses jalan, merusak permukiman, dan memaksa warga mengungsi, Mirwan justru berada di luar negeri. Akibat tindakan itu, tim pemeriksa dari Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri telah menyusun ulang jadwal pemeriksaan terhadap sang bupati.

Di tengah kritik keras tersebut, Prabowo tetap memberikan apresiasi kepada para kepala daerah yang tetap bekerja di lapangan tanpa jeda demi memastikan keselamatan masyarakat. “Terima kasih para bupati, kalian yang terus berjuang untuk rakyat, memang kalian dipilih untuk menghadapi kesulitan,” ucapnya. Prabowo mengungkapkan bahwa laporan yang diterimanya dari lapangan menunjukkan kerusakan masif. Ladang pertanian mengalami kehancuran dan banyak rumah penduduk memerlukan pembangunan kembali. “Kemudian saya dapat laporan kondisi memang cukup memprihatinkan. Sawah juga banyak yang rusak. Unsur petani ada di sini? Irigasi sangat penting. Kemudian gubernur dan bupati melaporkan cukup banyak perumahan yang harus kita bantu untuk dibangun kembali,” katanya.

Tindakan Mirwan menjadi sorotan publik setelah diketahui ia meninggalkan daerah ketika 11 kecamatan di Aceh Selatan diterjang bencana. Mirwan sebelumnya menerbitkan surat ketidaksanggupan menangani kondisi darurat. Dokumen bernomor 360/1315/2025 itu dirilis pada 27 November. Namun hanya beberapa hari kemudian, pada 2 Desember, ia berangkat umrah membawa serta keluarganya, sementara sebagian warga di wilayah Trumon masih bertahan di tenda pengungsian.

Sementara itu, Gubernur Aceh Selatan Muzakir Manaf atau Mualem mengaku telah menolak permohonan izin perjalanan luar negeri yang diajukan Mirwan. Surat permohonan itu masuk pada 24 November 2025, tetapi Mualem menegaskan tak dapat memberikan persetujuan karena Aceh sedang dilanda bencana besar. “Gubernur telah menyampaikan balasan tertulis permohonan tersebut tidak dapat dikabulkan atau ditolak,” jelas Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, Jumat (5/12).

Mualem menekankan bahwa Aceh Selatan merupakan salah satu wilayah terdampak paling parah dari banjir dan longsor tersebut. Pemerintah kabupaten bahkan telah menetapkan status tanggap darurat. Karena itu, keputusan Mirwan untuk meninggalkan tanggung jawabnya dianggap mencederai amanat publik.

Tindakan Mirwan juga berimbas pada posisinya di Partai Gerindra. Dewan Pimpinan Pusat partai memutuskan memberhentikannya dari jabatan Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan. Sekjen Gerindra Sugiono menyampaikan kekecewaannya sekaligus menegaskan keputusan partai. “Sangat disayangkan sikap dan kepemimpinan yang bersangkutan, oleh karena itu DPP Gerindra memutuskan untuk memberhentikan yang bersangkutan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan,” katanya.

Kasus ini kini menjadi sorotan nasional, mencerminkan pentingnya ketangguhan dan komitmen seorang pemimpin daerah dalam menghadapi kondisi darurat. Pemerintah pusat menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi pejabat yang mengabaikan tanggung jawab ketika masyarakat menghadapi ancaman keselamatan.

Also Read

Tags