Ketegangan kembali menyelimuti perbatasan Thailand dan Kamboja setelah kedua negara terlibat baku tembak pada Senin (8/12). Insiden tersebut tidak hanya memicu gelombang evakuasi besar-besaran, tetapi juga menelan enam korban jiwa. Di tengah memanasnya situasi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump ikut turun tangan dengan mendesak kedua negara menghormati perjanjian gencatan senjata yang sebelumnya telah disepakati.
Seorang pejabat senior di pemerintahan Trump mengungkapkan bahwa Washington sangat menekankan pentingnya menjaga kesepakatan damai yang diteken melalui proses mediasi panjang bersama Malaysia dan Amerika Serikat pada Oktober lalu. Pernyataan ini menjadi sinyal bahwa AS tidak ingin konflik yang sempat mereda justru kembali menyala seperti bara yang tersulut angin kencang.
“Presiden Trump berkomitmen untuk terus menghentikan kekerasan dan berharap pemerintah Kamboja dan Thailand sepenuhnya menghormati komitmen mereka untuk mengakhiri konflik ini,” kata pejabat yang meminta identitasnya dirahasiakan, seperti dikutip Reuters.
Baku Tembak Fajar Hari: Saling Tuduh Siapa Penyerang Pertama
Bentrok bersenjata kembali pecah pada waktu subuh, ketika seorang tentara Thailand tewas dan empat rekannya mengalami luka-luka. Peristiwa itu memantik reaksi cepat dari kedua negara yang saling melontarkan tuduhan. Thailand menyatakan bahwa Kamboza menjadi pihak yang lebih dahulu menarik pelatuk, sementara Kamboja membalikkan tuduhan dan menuding bahwa Thailand yang pertama kali melancarkan agresi.
Ketegangan ini bukanlah insiden tunggal. Sejumlah bentrokan kecil telah terjadi beberapa hari sebelumnya, menggambarkan bahwa suasana di kawasan perbatasan sudah berada di ujung tanduk bahkan sebelum tembakan terbaru meletus. Seperti bara yang tak sepenuhnya padam, percikan kecil saja mampu membuat api kembali membesar.
Respons Militer: F-16 Dikerahkan, Roket Ditembakkan
Dampak dari tewasnya prajurit Thailand membuat Bangkok mengambil langkah drastis. Pada Senin siang, militer Thailand mengerahkan jet tempur F-16 untuk menyerang fasilitas militer milik Kamboja di sepanjang garis batas. Serangan ini mengubah suasana perbatasan menjadi medan pertempuran udara–darat.
Dari sisi Kamboja, laporan menyebut bahwa mereka membalas serangan dengan meluncurkan roket ke wilayah permukiman Thailand, tepatnya di Ban Sai Tho 10, distrik Ban Kruat, Provinsi Buri Ram. Serangan yang mengarah ke area tempat tinggal warga itu memperbesar kekhawatiran akan meningkatnya korban sipil.
Ratusan Ribu Warga Dievakuasi
Konflik yang kembali meletus menciptakan gelombang pengungsian dalam jumlah masif. Pemerintah Thailand mengevakuasi sekitar 438.000 warga sipil dari lima provinsi perbatasan yang berpotensi terdampak serangan. Di sisi lain, Kamboja juga memindahkan ratusan ribu warga mereka ke lokasi aman.
Menurut data militer Thailand, sudah 18 tentara terluka sejak baku tembak terjadi. Sementara Kamboja melaporkan bahwa sembilan warga sipil mereka ikut menjadi korban luka akibat konflik tersebut.
Situasi semakin mengkhawatirkan setelah laporan AFP pada Selasa (9/12) pagi mengonfirmasi bahwa enam orang tewas, seluruhnya merupakan warga dari pihak Kamboja.
Gencatan Senjata Retak, Saling Tuding Langgar Perjanjian
Ironisnya, kedua negara saat ini sejatinya berada dalam kondisi gencatan senjata. Namun, perjanjian damai tersebut tampak seperti kertas yang mudah sobek di tengah badai, karena Kamboja dan Thailand justru saling menuding pihak lain sebagai pelanggar kesepakatan.
Gencatan senjata sebelumnya dicapai pada Oktober setelah konflik besar yang pecah pada Juli lalu. Ketika itu, Bangkok dan Phnom Penh terlibat perang selama lima hari yang mengakibatkan 48 kematian serta memaksa sekitar 300.000 warga mengungsi. Perjanjian damai kemudian ditekan melalui dorongan keras Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang menjadi Ketua ASEAN pada tahun tersebut.
Kekhawatiran Internasional Meningkat
Dengan kondisi gencatan senjata yang kembali rapuh dan korban jiwa terus bertambah, tekanan internasional mulai meningkat. Amerika Serikat berharap kedua negara mampu menahan diri dan menghormati kesepakatan yang telah ditandatangani, sementara negara-negara ASEAN kini juga menyoroti risiko eskalasi lebih besar yang dapat mengancam stabilitas kawasan.
Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja kini menjadi ujian besar bagi diplomasi regional. Dunia menunggu apakah kedua negara mampu meredam panasnya situasi, atau justru membiarkan bara kekerasan kembali menyala dan membesar.






