Tumpukan kayu gelondongan yang ikut hanyut bersama banjir bandang di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara kembali mengundang tanda tanya besar. Kayu-kayu yang seharusnya masih menempel di hutan, justru muncul bertebaran di sungai dan pesisir setelah banjir menerjang beberapa wilayah. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan bahwa sebagian kayu tersebut bukan runtuhan alami, melainkan memperlihatkan ciri dipotong manusia.
Dalam konferensi pers pada Kamis (4/12), Sigit mengungkapkan bahwa petugas lapangan menemukan kayu gelondongan dari berbagai jenis. Namun di antara tumpukan itu, sejumlah batang memperlihatkan permukaan potongan yang halus dan rapi, tanda khas penggunaan mesin pemotong.
“Dari temuan tim di lapangan ada berbagai jenis kayu, namun kita dapati ada beberapa yang ada bekas potongan dari chainsaw ya. Itu yang akan kita dalami,” ujarnya.
Penyelidikan Menyusuri Sungai dari Hulu Hingga Hilir
Fenomena ini mendorong aparat untuk melakukan penelusuran menyeluruh. Kayu yang terseret banjir diperlakukan layaknya petunjuk kriminal di tempat kejadian perkara. Dengan mengikuti aliran sungai, petugas berharap bisa menemukan titik awal kemunculan kayu itu, apakah berasal dari kawasan pembalakan legal, lokasi pembukaan lahan, atau justru wilayah yang seharusnya dilindungi.
“Tim sedang turun nanti bersama-sama dengan tim dari kehutanan untuk menyusuri dari daerah aliran sungai yang terdampak sampai dengan kita tarik ke hulu dan hilirnya,” imbuh Sigit.
Ia juga menegaskan bahwa kepolisian membuka ruang kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mempercepat investigasi. Koordinasi dengan kementerian teknis dianggap sangat krusial mengingat sebagian area yang ditelusuri berada di wilayah hutan yang masuk pengawasan Kementerian Kehutanan.
“Beberapa hari ini kita sudah turunkan personel dan kita nanti akan gabung dengan tim dari Kementerian Kehutanan dan bila perlu dengan satgas lain yang bisa bergabung termasuk PKH sehingga kerja tim bisa lebih cepat,” tuturnya.
Misteri Kayu Gelondongan di Tiga Provinsi
Asal muasal tumpukan kayu yang memenuhi sejumlah kawasan masih menjadi teka-teki. Di Sumatra Barat, situasinya cukup mencolok. Pesisir Pantai Parkit di Kota Padang dipenuhi gelondongan kayu dengan ukuran bervariasi. Kondisinya seperti halaman belakang hutan yang tiba-tiba dipindahkan ke tepi laut. Selain kayu, berbagai jenis sampah rumah tangga hingga serpihan bangunan ikut menggunung di muara.
Di Sumatra Utara, kayu yang serupa turut terbawa banjir bandang di wilayah Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, hingga Sibolga. Aliran air yang deras mengangkut batang-batang kayu itu seperti membawa cerita panjang kerusakan hutan yang belum pernah terselesaikan.
Sementara itu di Aceh, dampaknya lebih tragis. Selain menumpuknya kayu, seekor Gajah Sumatra ditemukan mati dalam kondisi menyedihkan. Tubuhnya tersungkur, dan sebagian kepalanya tertimbun material yang terbawa arus banjir di Desa Meunasah Lhok, Kecamatan Meureudu. Kejadian ini menambah daftar panjang kerugian ekologis yang muncul akibat banjir dan kerusakan hutan.
Jejak Kerusakan yang Menuntut Jawaban
Deretan temuan ini memperlihatkan betapa rapuhnya bentang alam di wilayah Sumatra. Banjir bandang yang membawa kayu gelondongan biasanya menjadi tanda bahwa tutupan hutan pada bagian atas sungai sudah terganggu. Pohon-pohon yang seharusnya menjadi pagar alami, penahan air, dan rumah bagi berbagai satwa, tercerabut entah sejak kapan. Ada yang runtuh karena curah hujan ekstrem, namun tidak sedikit kemungkinan berasal dari penebangan ilegal.
Fakta bekas gergaji memperkuat dugaan bahwa sebagian kayu bukan berasal dari peristiwa alam spontan, melainkan hasil intervensi manusia. Penyisiran yang dilakukan aparat ibarat mengikuti jejak kaki yang ditinggalkan banjir: setiap batang kayu yang terdampar bisa menjadi potongan puzzle untuk memahami tingkat kerusakan sesungguhnya.
Investigasi kini berpacu dengan waktu. Setiap hari yang terlewat membuat kayu semakin sulit ditelusuri asal-usulnya. Kerja sama lintas lembaga yang disebutkan Kapolri diharapkan mampu mempercepat pengungkapan. Publik pun menunggu jawaban jelas, apakah kayu-kayu itu merupakan akibat pembukaan lahan terkini, praktik pembalakan lama yang meninggalkan sisa tebangan di hutan, atau justru bagian dari area izin yang bermasalah.
Menanti Kepastian dan Tindakan Tegas
Meski pemerintah sudah menurunkan tim gabungan, misteri tumpukan kayu gelondongan di tiga provinsi masih menggantung. Banjir yang terjadi di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara telah menimbulkan kerugian besar, baik bagi warga maupun ekosistem yang lebih luas. Temuan bekas gergaji menjadi petunjuk awal bahwa kerusakan alam tidak bisa lagi dianggap sebagai musibah semata, melainkan mungkin berakar dari kesalahan manusia.
Investigasi mendalam diharapkan tidak berhenti pada analisis permukaan. Penegakan hukum terhadap pelaku, baik individu maupun korporasi, menjadi langkah penting agar kerusakan yang sama tidak terus berulang tiap musim hujan datang.






