Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (NFA) bersama Perum Bulog serta pemerintah daerah kembali memperkuat program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Langkah ini menyasar 214 kabupaten/kota yang pada Agustus lalu masih menunjukkan harga beras melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET).
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, I Gusti Ketut Astawa, menekankan pentingnya memperbanyak distribusi beras SPHP ke ritel modern. Menurutnya, langkah ini bisa menjadi penyeimbang sekaligus pengendali harga di pasar tradisional yang cenderung fluktuatif.
“Penting bagi pemerintah mengupayakan distribusi beras SPHP ke ritel modern juga. Selama ini ritel modern itu sebagai penyeimbang harga. Price maker. Artinya di ritel modern harganya sesuai dengan HET, itu pasti. Maka di pasar rakyat harganya tidak akan terlalu jauh berbeda dengan ritel modern. Kalau ritel modern sudah terpenuhi dengan baik, maka dengan sendirinya harga beras di pasar rakyat minimal flat,” jelas Ketut, Rabu (3/9/2025).
Beras SPHP yang masuk ke ritel modern dijual dalam kemasan 5 kilogram dengan harga Rp62.500, menyesuaikan HET Rp12.500 per kilogram.
Target 214 Kabupaten/Kota
Adapun sasaran distribusi tersebar di 33 provinsi, dengan rincian 113 kabupaten/kota di Zona 1, 81 kabupaten/kota di Zona 2, dan 20 kabupaten/kota di Zona 3. Langkah ini diharapkan dapat meredam lonjakan harga yang sempat terjadi.
Data Panel Harga Pangan NFA menunjukkan tren positif. Pada minggu ketiga Agustus, masih ada 167 kabupaten/kota dengan harga beras medium di atas HET. Namun, memasuki awal September, jumlah daerah yang sudah menyesuaikan harga justru meningkat menjadi 246 kabupaten/kota atau naik 49,8 persen.
Sejalan dengan itu, penjualan beras SPHP juga digenjot. Hingga 3 September, realisasi penyaluran untuk periode Juli–Desember tercatat 126,2 ribu ton. Dalam sepekan terakhir, rata-rata distribusi harian berada di angka 5,9 ribu ton, dengan capaian tertinggi pada 30 Agustus yang menembus 9,7 ribu ton dalam sehari.
Ketut juga mengingatkan agar jalur distribusi lain seperti Gerakan Pangan Murah (GPM) turut dioptimalkan. “Saya meminta dengan sangat agar pelaksanaan SPHP-nya diperkuat dan kolaborasi bulog dengan pemda agar segera dilakukan setelah rapat ini. Optimalkan distribusi beras SPHP ke ritel modern dan juga ke pasar rakyat. Begitu di ritel modern terpenuhi, banyak beras SPHP-nya, maka dengan sendirinya nanti harga beras minimal diam dan mengarah ke bawah,” terangnya.
“Nah setelah ritel modern penuh, pasar rakyat sudah ada juga, baru GPM secara masif itu akan berdampak sekali terkait dalam rangka mengendalikan harga beras medium,” sambungnya.
Peran Ritel Modern dan Ragam Pilihan
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menyebut kehadiran beras SPHP di ritel modern sangat dibutuhkan. Selain sebagai “penyeimbang pasar”, keberadaannya juga memberi alternatif bagi konsumen agar tidak hanya bergantung pada beras premium dengan harga tinggi.
“Beras SPHP juga perlu ada di ritel modern. Jadi masyarakat punya preferensi beragam dan tidak hanya disuguhi pilihan beras dengan spesifikasi khusus yang harganya cukup tinggi. Pemerintah pun akan mengatur regulasi beras khusus ini. Kalau kata Bapak Menko Pangan, harga beras khusus memang tidak diatur pemerintah, tapi produsen harus memegang sertifikat izin edar yang dikeluarkan pemerintah,” jelas Arief.
Kendala Distribusi dan Solusi Bulog
Sementara itu, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Mokhamad Suyamto, mengakui adanya hambatan distribusi, khususnya di pasar tradisional dan wilayah dengan kondisi geografis sulit. Bulog pun melakukan relaksasi prosedur agar pedagang pasar dapat lebih mudah mengakses SPHP.
“Ini menjadi concern kita (agar) minggu ini kita fokus bagaimana kita bisa menurunkan harga di 214 kabupaten/kota. Jadi silahkan digelontorkan. Kemudian terkait dengan kendala di pasar, kita sudah membuat relaksasi. Pengecer pasar (bisa) ajukan manual. Nanti tim dari Bulog akan meng-input (Klik SPHP) sesuai dengan user dari masing-masing pengecer tadi,” terang Suyamto.
Ia juga menyinggung daerah yang masih kesulitan menjalankan SPHP. “Dari 214 kabupaten/kota itu, memang ada sekitar 10 kabupaten/kota yang sampai saat ini belum bisa dijalankan beras SPHP. Ini kebanyakan di Papua karena memang biaya angkut dari gudang Bulog ke lokasi-lokasi tersebut sangat tinggi. Jadi kami mengusulkan kita buka gudang filial di situ,” tambahnya.
Gudang filial ini, menurutnya, bisa menjadi titik transit stok Bulog sehingga distribusi lebih efisien. Aset pemerintah daerah, TNI, atau Polri dapat dimanfaatkan untuk tujuan tersebut agar pasokan lebih dekat dengan masyarakat.
Penyeimbang Pasar
Upaya pemerintah mendistribusikan beras SPHP ke berbagai kanal ibarat menanam penopang di tengah badai harga. Kehadiran beras murah di ritel modern diharapkan mampu menjadi jangkar yang menjaga harga di pasar rakyat tetap stabil. Dengan stok yang konsisten, masyarakat memiliki pilihan yang lebih terjangkau, sementara stabilitas pangan nasional bisa lebih terjaga.