Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi bahwa Bupati Pati, Sudewo, telah mengembalikan sejumlah uang yang dikaitkan dengan perkara dugaan suap dalam proyek pembangunan serta perawatan jalur kereta di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
Meski langkah itu dinilai sebagai pengembalian kerugian negara, KPK menegaskan bahwa hal tersebut tidak otomatis menghapus konsekuensi hukum atas perbuatan pidana, sesuai ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Benar, seperti yang disampaikan di persidangan, itu (uang) sudah dikembalikan. Tetapi berdasarkan Pasal 4 (UU Tipikor) ya, itu pengembalian berukuran keuangan negara tidak menghapus pidananya,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Asep menjelaskan bahwa penyidik masih menelaah lebih jauh keterlibatan Sudewo dalam kasus ini. Jadwal pemeriksaan lebih lanjut pun belum dipastikan.
“Kemudian kapan dipanggil? Ya ditunggu saja,” lanjutnya.
Uang Rp 3 Miliar Disita KPK
Mengutip laporan Kompas TV, KPK telah menyita uang senilai kurang lebih Rp 3 miliar dari rumah anggota DPR bernama Sudewo. Temuan tersebut muncul dalam proses penyidikan kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di DJKA.
Fakta ini terungkap saat Sudewo hadir sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (9/11/2023), dalam sidang perkara yang menjerat Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya, serta Pejabat Pembuat Komitmen BTP Jawa Bagian Tengah, Bernard Hasibuan.
Dalam ruang sidang, jaksa penuntut umum memamerkan bukti foto tumpukan uang tunai dalam pecahan rupiah dan valuta asing yang disita dari kediaman Sudewo. Politikus Gerindra itu memberikan penjelasan bahwa uang tersebut berasal dari gajinya sebagai anggota DPR dan keuntungan dari usahanya.
“Uang gaji dari DPR, kan diberikan dalam bentuk tunai,” kata Sudewo di hadapan majelis hakim yang dipimpin Gatot Sarwadi.
Bantahan Terhadap Dakwaan
Sudewo menolak tuduhan bahwa dirinya menerima uang dari proyek jalur kereta api Solo Balapan–Kalioso yang digarap PT Istana Putra Agung. Ia juga membantah dakwaan jaksa yang menyebut dirinya menerima Rp 720 juta dari pegawai perusahaan tersebut.
Selain itu, ia membantah klaim terdakwa Bernard Hasibuan yang mengatakan pernah memberikan Rp 500 juta melalui staf Sudewo bernama Nur Widayat di Solo.
“Saya tidak pernah mendapat laporan dari staf saya, atau dari saudara Bernard, atau dari saudara Dion,” tegas anggota Komisi V DPR RI itu.
Sudewo mengungkap bahwa dirinya baru mengenal Bernard dan Dion saat proyek Jalur Ganda Semi-Segmen (JGSS) 4 sudah mulai dikerjakan.
Proyek dan Dugaan Fee
Sementara itu, Putu Sumarjaya didakwa menerima fee dari kontraktor pelaksana tiga proyek perkeretaapian di Jawa Tengah. Ia bersama Bernard Hasibuan disebut melakukan rekayasa agar Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto, menjadi pemenang tender.
Ketiga proyek tersebut meliputi:
- Jalur ganda KA Solo Balapan–Kadipiro–Kalioso KM 96+400 sampai KM 104+900 (JGSS 6)
- Jalur ganda KA elevated Solo Balapan–Kadipiro KM 104+900 sampai KM 106+900 (JGSS 4)
- Track Layout Stasiun Tegal
Dari rangkaian proyek itu, total fee yang diterima langsung oleh Putu dan Bernard disebut mencapai Rp 7,4 miliar.
Meski uang yang dikaitkan dengan Sudewo telah dikembalikan, KPK menegaskan proses hukum masih bergulir dan pengembalian dana tidak menjadi “karpet merah” untuk lolos dari jeratan pidana.