Tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin terasa, dengan dampaknya merambah ke industri penerbangan. Salah satu contoh terbaru adalah pengembalian pesawat jet Boeing 737 MAX pesanan China, yang baru saja mendarat di markas besar Boeing di Seattle. Keputusan ini menjadi sorotan publik, menandai sebuah babak baru dalam ketegangan perdagangan kedua negara.
Dilaporkan oleh Reuters pada Minggu (20/4/2025), pesawat yang dimiliki oleh maskapai Xiamen Airlines ini tiba di Boeing Field State, atau Bandara Internasional King County, setelah menempuh perjalanan panjang sejauh 8.000 kilometer. Dalam perjalanan pulang tersebut, jet itu sempat berhenti untuk mengisi bahan bakar di Guam dan Hawaii. Pendaratannya di fasilitas Boeing menjadi momen penting, karena pesawat ini menjadi korban pertama yang terkena dampak langsung dari perang dagang yang sedang berlangsung.
Pesawat 737 MAX yang diterbangkan oleh maskapai asal China tersebut merupakan salah satu dari beberapa pesawat serupa yang masih menunggu penyelesaian akhir di pusat penyelesaian Boeing Zhoushan. Di tengah ketegangan yang terjadi, China memutuskan untuk menghentikan penggunaan seluruh pesawat jet Boeing, menyusul kebijakan tarif impor tinggi yang terus diterapkan oleh AS. Langkah ini mencerminkan ketidakpuasan China terhadap tekanan ekonomi yang semakin berat.
Meski pesawat tersebut telah kembali ke markas Boeing, hingga kini masih belum jelas siapa yang membuat keputusan untuk mengembalikan jet tersebut. Pihak Boeing sendiri belum memberikan tanggapan resmi, begitu juga dengan Xiamen Airlines yang belum mengeluarkan pernyataan terkait kejadian ini. Meskipun demikian, pengembalian pesawat ini menunjukkan betapa dampaknya yang meluas dari perang dagang yang berlangsung sejak beberapa waktu lalu.
Boeing, sebagai perusahaan raksasa produsen pesawat asal AS, kini menghadapi tantangan baru dalam menghadapi keputusan politik dan ekonomi yang datang dari negara mitranya, China. Hal ini juga memberikan gambaran jelas tentang bagaimana perdagangan internasional dan kebijakan tarif dapat memengaruhi keputusan industri penerbangan global. Bagi China, keputusan untuk menarik pesawat ini bisa dilihat sebagai bentuk protes atas kebijakan proteksionisme AS yang dirasakan merugikan.
Perang dagang ini, yang telah memanas selama beberapa tahun terakhir, kini memasuki dimensi baru yang tidak hanya berdampak pada sektor manufaktur, tetapi juga pada sektor transportasi udara global. Meski pengembalian pesawat ini baru satu langkah kecil, hal ini menjadi indikator penting bahwa ketegangan antara AS dan China masih sangat memengaruhi hubungan ekonomi kedua negara.
Dalam beberapa bulan terakhir, baik AS maupun China telah saling memberi tekanan melalui kebijakan tarif, yang kini berimbas pada keputusan-keputusan strategis di berbagai sektor industri. Dan meskipun saat ini belum ada kepastian mengenai masa depan hubungan ekonomi kedua negara, satu hal yang pasti: pengembalian pesawat Boeing ini bukanlah akhir dari ketegangan yang lebih besar yang sedang berlangsung.
Seiring berjalannya waktu, semakin jelas bahwa dampak dari perang dagang ini akan terus dirasakan oleh banyak pihak, tidak hanya oleh para pelaku industri, tetapi juga oleh konsumen global yang terdampak oleh harga dan kebijakan ekonomi yang berubah.