Danantara Isyaratkan Dukungan APBN untuk Tutupi Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh

Sahrul

Langkah penyelamatan terhadap proyek transportasi cepat pertama di Indonesia, Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh, tampaknya memasuki babak baru. Pemerintah memberi sinyal kuat akan turut turun tangan menanggung beban utang proyek tersebut lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Isyarat itu datang langsung dari CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Perkasa Roeslani, setelah menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (5/11/2025). Rosan menyebut, keterlibatan negara dalam pembiayaan Whoosh akan dilakukan melalui skema Public Service Obligation (PSO) — sebuah mekanisme subsidi yang biasa digunakan untuk menjamin keberlanjutan layanan publik yang dinilai strategis bagi masyarakat luas.

“Untuk ke depannya mengenai Whoosh ini, nanti memang ada porsi yang memang Public Service Obligation akan ditanggung oleh pemerintah,” kata Rosan usai rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Skema Tanggung Renteng antara Pemerintah dan BUMN

Rosan menegaskan bahwa beban pembiayaan Whoosh tidak akan ditanggung pemerintah sepenuhnya. Konsorsium pengelola, Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), bersama sejumlah BUMN juga akan tetap memiliki porsi tanggung jawab dalam menanggung biaya operasional dan pemeliharaan proyek tersebut.

“Ada juga yang sarananya nanti akan ditanggung oleh bersama-sama, lah. Tapi untuk sarananya dan juga operasionalnya bisa di BUMN atau badan usaha lain,” bebernya.

Pernyataan itu menegaskan bahwa pola pembiayaan yang tengah disusun bukan semata “bailout”, melainkan bentuk kemitraan fiskal antara negara dan badan usaha yang terlibat. Pemerintah, kata Rosan, akan memastikan kehadirannya dalam menjaga kelangsungan layanan transportasi publik ini karena Whoosh termasuk dalam kategori infrastruktur strategis nasional.

“Ini sedang kita matangkan, tapi tadi kita sampaikan pemerintah pasti hadir. Kan itu ada Undang-Undangnya juga memang untuk prasarana. Dan juga untuk mass transportasi itu adalah tanggung jawab pemerintah,” tandas Rosan.

Kerugian Menumpuk di Konsorsium PSBI

Sejak mulai beroperasi, proyek KCJB memang menghadapi tantangan finansial yang cukup berat. Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025 (unaudited), entitas anak KAI, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) — yang menjadi motor penggerak BUMN dalam proyek ini — mencatat kerugian hingga Rp4,195 triliun sepanjang 2024.

Jika dibagi rata, angka tersebut setara dengan kerugian sekitar Rp11,49 miliar setiap hari sepanjang tahun 2024. Tekanan finansial itu belum mereda; pada paruh pertama tahun 2025, PSBI kembali membukukan rugi Rp1,625 triliun.

Sebagai pemegang saham terbesar, PT Kereta Api Indonesia (KAI) menanggung porsi kerugian paling besar dengan kepemilikan saham 58,53 persen. Tiga BUMN lain yang ikut tergabung dalam PSBI ialah PT Wijaya Karya (33,36 persen), PT Jasa Marga (7,08 persen), dan PT Perkebunan Nusantara VIII (1,03 persen).

Kondisi ini menggambarkan bahwa proyek Whoosh saat ini ibarat kereta cepat yang melaju di jalur keuangan berliku, di mana setiap kilometer operasi menambah beban tanggungan bagi konsorsium negara.

Sikap Tegas Presiden Prabowo: “Pemerintah Akan Bayar”

Meski beban keuangan yang dihadapi cukup besar, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa pemerintah tidak akan lepas tangan. Ia memastikan negara akan mengambil alih sebagian tanggung jawab pembayaran utang kepada pihak China.

“Pokoknya enggak ada masalah, karena itu kita bayar mungkin Rp 1,2 triliun per tahun,” kata Prabowo usai peresmian Stasiun Tanah Abang Baru di Cideng, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025).

Prabowo menilai bahwa pembayaran tersebut bukan masalah, sebab dana yang tersedia cukup untuk memenuhi kewajiban tersebut. Ia menjelaskan, uang negara yang berhasil diselamatkan dari praktik korupsi akan dialihkan untuk kepentingan rakyat, termasuk untuk menutup beban proyek strategis seperti Whoosh.

“Duitnya ada. Duit yang tadinya dikorupsi (setelah diambil negara) saya hemat. Enggak saya kasih kesempatan. Jadi saudara saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita. Untuk rakyat semua,” tandas Prabowo.

Antara Prestise dan Tanggung Jawab Fiskal

Proyek Whoosh sejak awal digadang sebagai simbol kemajuan infrastruktur dan teknologi transportasi Indonesia, namun di sisi lain, menjadi ujian besar dalam pengelolaan keuangan negara dan BUMN. Bagi pemerintah, menanggung sebagian beban proyek ini melalui skema PSO adalah bentuk kompromi antara idealisme pembangunan dan realitas ekonomi.

Skema PSO memungkinkan pemerintah untuk memberikan subsidi kepada layanan publik yang tidak menguntungkan secara komersial, namun vital bagi kepentingan masyarakat. Dalam konteks Whoosh, langkah ini bisa dianggap sebagai upaya menjaga roda transportasi publik tetap berputar, meski di tengah tekanan finansial berat.

Namun, langkah tersebut juga membuka ruang perdebatan. Sebagian ekonom menilai perlu ada transparansi penuh agar tidak terjadi “subsidi terselubung” terhadap proyek yang semestinya dikelola secara komersial. Di sisi lain, pemerintah menegaskan bahwa keterlibatan APBN merupakan wujud kehadiran negara dalam memastikan konektivitas dan efisiensi transportasi lintas kota tetap berjalan.

Kini, semua mata tertuju pada langkah lanjutan pemerintah dan Danantara dalam mematangkan skema PSO ini. Apakah strategi tersebut mampu menjadi rem penyelamat dari tumpukan utang proyek Whoosh, atau justru menambah beban pada anggaran negara — waktu yang akan menjawabnya.

Also Read

Tags