Gelombang tekanan internasional terhadap Israel kian membesar. Kali ini, Inggris bersama 24 negara sahabatnya seperti Australia, Kanada, Prancis, hingga Italia, menyuarakan seruan mendesak agar operasi militer Israel di Jalur Gaza segera dihentikan. Mereka menyampaikan bahwa situasi kemanusiaan di wilayah yang terkepung itu telah mencapai kondisi paling menyedihkan dalam sejarah konflik Palestina.
Dalam sebuah pernyataan kolektif yang dikutip dari AFP pada Senin (21/7/2025), koalisi negara-negara tersebut menyampaikan seruan tegas untuk perdamaian. Mereka menginginkan langkah nyata yang menghentikan roda kekerasan yang terus berputar dan menyedot nyawa warga sipil, termasuk anak-anak.
“Kami mendesak para pihak dan komunitas internasional untuk bersatu dalam upaya bersama untuk mengakhiri konflik mengerikan ini, melalui gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen,” ujar kelompok tersebut.
Desakan ini bukan hanya berhenti pada himbauan moral. Mereka juga menyampaikan dukungan penuh kepada pihak-pihak yang tengah memediasi perdamaian, yaitu Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir, sebagai poros utama dalam diplomasi gencatan senjata.
“Pertumpahan darah lebih lanjut tidak ada gunanya. Kami menegaskan dukungan penuh kami terhadap upaya AS, Qatar, dan Mesir untuk mencapai hal ini,” lanjutnya.
Dukungan Luas: Dari Eropa Hingga Asia-Pasifik
Seruan ini bukan hanya datang dari kekuatan Barat. Beberapa negara lainnya seperti Jepang, Selandia Baru, Swiss, dan beberapa anggota Uni Eropa juga tercatat mendukung pernyataan tersebut. Mereka menyatakan kesiapannya mengambil tindakan lanjutan demi mempercepat tercapainya jeda tembak-menembak yang permanen.
Dalam pernyataan itu, komunitas internasional tersebut mengecam keras tindakan militer Israel yang dinilai telah menghancurkan martabat dan hak asasi warga sipil di Gaza. Mereka menyoroti betapa sulitnya warga mendapatkan kebutuhan dasar seperti air bersih dan pangan di tengah blokade dan serangan yang tak kunjung berhenti.
“Kami mengutuk pemberian bantuan secara bertahap dan pembunuhan tidak manusiawi terhadap warga sipil, termasuk anak-anak, yang berusaha memenuhi kebutuhan paling dasar mereka akan air dan makanan,” demikian pernyataan tersebut.
“Penolakan pemerintah Israel atas bantuan kemanusiaan esensial bagi penduduk sipil tidak dapat diterima,” tambahnya.
Blokade Bantuan dan Pelanggaran Hukum Perang
Selain mengecam serangan brutal, kelompok negara tersebut juga menyerukan agar Israel menghormati hukum humaniter internasional. Mereka menuntut agar semua hambatan terhadap distribusi bantuan kemanusiaan dicabut segera. Tanpa langkah ini, organisasi kemanusiaan termasuk PBB tidak dapat menjalankan tugas mulianya dalam menyelamatkan nyawa.
“Pemindahan paksa permanen merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional,” ujar koalisi tersebut.
Pernyataan itu datang di tengah laporan terbaru dari PBB bahwa sebanyak 875 orang dilaporkan meninggal dunia dalam upaya mendapatkan makanan melalui Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF)—lembaga baru yang didukung oleh AS dan Israel, menggantikan peran badan-badan PBB sebagai penyedia bantuan utama.
Desakan Pembebasan Sandera dan Penolakan “Kota Kemanusiaan”
Dalam pernyataan yang sama, kelompok 25 negara tersebut juga menekankan bahwa mereka menentang keras penahanan sandera oleh kelompok Hamas. Mereka mendorong pembebasan tanpa syarat dan menilai gencatan senjata yang dimediasi saat ini menjadi jalan terbaik untuk mengembalikan para sandera ke keluarga mereka.
“Pemindahan paksa permanen merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional,” ujar koalisi tersebut.
Tak hanya itu, mereka turut menyatakan ketidaksetujuan terhadap rencana Israel membentuk “kota kemanusiaan”, yang sejatinya dianggap sebagai upaya pengubahan struktur demografis wilayah Palestina secara permanen.
Koalisi ini menegaskan bahwa langkah semacam itu tidak hanya merampas hak-hak warga Palestina atas tanah mereka sendiri, tetapi juga merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum perang.
Pernyataan tersebut juga mendapat dukungan dari tokoh penting Uni Eropa, yakni Komisaris untuk Kesetaraan, Kesiapsiagaan, dan Manajemen Krisis Hadja Lahbib.
Penutup
Gelombang solidaritas terhadap Palestina kini menggema dari berbagai belahan dunia. Saat warga Gaza berjuang melawan kelaparan, luka, dan kehilangan, dunia menyerukan satu kata yang sama: cukup. Inggris dan 24 sekutunya tidak hanya berbicara tentang hukum dan diplomasi, tetapi juga tentang nilai-nilai kemanusiaan yang sedang diuji di tengah reruntuhan Gaza.