Langkah Presiden Prabowo Subianto membentuk Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) menjadi sorotan publik. Keputusan ini bukan sekadar seremonial di momentum Hari Santri Nasional, melainkan respons atas tragedi memilukan yang menimpa Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo — sebuah peristiwa yang menewaskan 67 orang dan mengguncang kesadaran pemerintah akan pentingnya pengawasan terhadap lembaga pendidikan berbasis keagamaan.
Awal Mula: Dari Duka Menjadi Dorongan Perubahan
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa ide pembentukan Ditjen Pesantren berawal dari insiden tragis tersebut.
“Berkenaan dengan masalah izin Ditjen Pondok Pesantren, memang itu bermula dari beberapa waktu yang lalu ada kejadian yang menimpa saudara-saudara kita di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo,” kata Prasetyo kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Menurutnya, musibah itu membuka mata pemerintah bahwa pengelolaan ribuan pondok pesantren di Indonesia masih memerlukan perhatian ekstra, terutama dalam hal keamanan dan kelayakan infrastruktur.
“Yang kemudian dari peristiwa itu kita mendapatkan fakta bahwa tampaknya kita semua pemerintah perlu untuk memberikan perhatian yang lebih kepada pondok-pondok pesantren kita, yang menurut data yang tercatat hari ini berjumlah kurang lebih 42 ribu pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia,” lanjutnya.
Dari tragedi Al Khoziny, pemerintah menyadari bahwa pondok pesantren bukan hanya lembaga pendidikan agama, tetapi juga ruang hidup bagi ribuan santri yang harus dijaga keselamatannya. Seperti perahu yang berlayar membawa generasi bangsa, pesantren memerlukan “benteng” kokoh agar tidak karam di tengah arus zaman.
Arahan Presiden: Fokus pada Keamanan dan Modernisasi
Prasetyo menjelaskan bahwa Presiden Prabowo memberikan perhatian serius terhadap kondisi fisik pesantren di seluruh Indonesia. Salah satu langkah awal adalah melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk menilai kelayakan bangunan pesantren dari aspek teknis.
“Bapak Presiden memberikan petunjuk untuk kepada kita, yang diwakili oleh Kementerian PU, untuk melakukan asesmen terhadap bangunan-bangunan pondok pesantren kita dari sisi keamanan secara teknis,” ucapnya.
Instruksi ini juga mencakup lembaga pendidikan berbasis agama lainnya, termasuk rumah ibadah, agar seluruh konstruksinya memenuhi standar keselamatan minimal. Dengan begitu, setiap gedung tempat para santri menimba ilmu memiliki fondasi yang kuat, bukan hanya secara spiritual, tetapi juga struktural.
Selain menyangkut keamanan, Prabowo juga menyoroti pentingnya modernisasi pendidikan di pesantren. Dunia yang terus bergerak cepat menuntut santri untuk tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga mampu memahami teknologi dan ekonomi agar bisa bersaing di masa depan.
“Supaya harapannya para santri di dalam menghadapi masa depan di kemudian hari memiliki bekal yang cukup lengkap, tidak hanya dari sisi akhlak dan keagamaan, tetapi juga kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan teknologi, termasuk ilmu-ilmu ekonomi,” ujarnya.
Menurut Prasetyo, inilah yang menjadi dasar restu Presiden untuk Kemenag dalam membentuk Ditjen Pondok Pesantren.
“Jadi, itu beberapa hal yang menjadi concern dari Bapak Presiden yang diperintahkan kepada, kita jajaran terkait, untuk kemudian beliau memberikan semacam restu untuk Kementerian Agama membuat Ditjen Pondok Pesantren,” lanjut Pras.
Santri Ikut Bangun Pesantren: Belajar Konstruksi dari Lapangan
Lebih jauh, Prasetyo juga menyinggung rencana pelatihan teknis bagi para santri. Program ini bertujuan memberikan bekal dasar tentang konstruksi dan teknik sipil, sehingga para santri bisa terlibat aktif dalam pembangunan pondok pesantren mereka sendiri.
“Kita berencana membuat program dan sekarang sedang dijalankan oleh Kementerian PU untuk melatih para santri yang berasal dari pondok pesantren masing-masing untuk dilakukan pembekalan keilmuan minimal di bidang bangunan, konstruksi maupun sipil yang harapannya. Ya, harapannya ketika ada proses-proses pembangunan di setiap pondok pesantren masing-masing, ada beberapa santri yang memiliki keilmuan dalam hal pendirian bangunan-bangunan,” ujarnya.
Program ini diharapkan tidak hanya melahirkan santri berakhlak mulia, tetapi juga generasi yang memiliki keterampilan teknis. Pesantren pun bisa menjadi pusat pembelajaran yang memadukan nilai-nilai spiritual dengan kemampuan praktis untuk membangun masa depan yang mandiri.
Lampu Hijau dari Istana: Kado untuk Hari Santri
Dari laman resmi Kemenag, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i menyampaikan bahwa Presiden Prabowo telah secara resmi menyetujui pembentukan Ditjen Pesantren. Keputusan ini dianggap sebagai hadiah berharga pada peringatan Hari Santri Nasional tahun ini.
Melalui surat resmi bernomor B-617/M/D-1/HK.03.00/10/2025 tertanggal 21 Oktober 2025, Presiden memberikan izin prakarsa kepada Kemenag untuk menyusun rancangan peraturan presiden yang mengatur pembentukan Ditjen tersebut.
“Alhamdulillah, saya baru saja menerima kabar dari Kementerian Sekretariat Negara tentang telah terbitnya Persetujuan Izin Prakarsa Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 152 Tahun 2024 tentang Kementerian Agama,” ungkap Wamenag usai Apel Hari Santri di kantor pusat Kemenag, Jakarta, Rabu (22/10).
Romo Syafi’i menyebut lahirnya Ditjen Pesantren sebagai “kado terindah” bagi dunia pesantren Indonesia. Dengan adanya direktorat ini, pemerintah berharap bisa memberikan perhatian lebih sistematis, baik dalam pengawasan, pembangunan, hingga pengembangan kualitas pendidikan santri di seluruh nusantara.
Penutup: Dari Tragedi Menjadi Reformasi
Tragedi Pondok Pesantren Al Khoziny menjadi titik balik bagi pemerintah dalam menata ulang tata kelola pendidikan keagamaan di Indonesia. Dari peristiwa yang mengundang duka mendalam itu, lahirlah kebijakan baru yang menandai babak baru hubungan negara dengan pesantren.
Seperti api yang membakar semangat di tengah malam gelap, pembentukan Ditjen Pesantren menjadi simbol tekad untuk memastikan tempat para penuntut ilmu tidak lagi rapuh. Dari tragedi lahir kesadaran, dan dari kesadaran tumbuh perubahan menuju pesantren yang lebih aman, modern, dan berdaya.






