DPR Desak Pemerintah Ungkap Dugaan Penjualan Pulau Anambas di Internet

Sahrul

Fenomena tak lazim kembali mencuat di jagat digital: sejumlah pulau di Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau, muncul dalam daftar penjualan di situs jual beli properti global. Praktik ini sontak menimbulkan kegelisahan publik dan mendapat sorotan tajam dari parlemen.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, dengan tegas menyatakan bahwa dugaan transaksi ilegal ini tidak bisa dianggap sepele. Ia menilai bahwa persoalan ini harus dibedah hingga ke akarnya, dan tidak cukup hanya direspons dengan penjelasan normatif soal regulasi yang ada.

“Hal ini tidak boleh selesai hanya dengan sekedar pengumuman tentang peraturan perundang-undangan yang ada, kalau melanggar harus segera ditindak dan diusut tuntas, karena logikanya tentu ada bukti kepemilikan sehingga bisa muncul di sebuah situs penjualan seperti itu,” ujar Alex kepada wartawan, Selasa (24/6/2025).

Ia pun melontarkan pertanyaan kritis kepada pemerintah atas lambannya respons dan kurangnya aksi nyata dalam menanggapi kemunculan pulau-pulau yang diklaim sebagai aset negara namun tercantum dalam etalase jual beli dunia maya.

“Semua pihak memberikan pernyataan bahwa tidak mungkin kepemilikan pulau apalagi oleh asing tapi nyatanya ada di sebuah situs, maka pertanyaan pentingnya, apa tindakan pemerintah terkait ini?” sambungnya.

Ancaman terhadap Kedaulatan Wilayah Laut

Anggota Komisi IV lainnya, Johan Rosihan, turut angkat bicara dan menyoroti dari perspektif kedaulatan nasional. Menurutnya, aksi jual beli pulau yang dilakukan secara daring merupakan bentuk pelanggaran yang tidak hanya menyangkut aturan hukum, namun juga mempertaruhkan integritas negara.

“Penjualan pulau secara daring ini bukan hanya tidak sah secara hukum, tetapi juga mencederai kedaulatan negara. Pulau-pulau kecil bukanlah barang dagangan. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, ini soal kedaulatan bangsa,” tutur Johan.

Ia menegaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, tidak ada ruang bagi individu atau perusahaan untuk memiliki pulau secara utuh. Yang dimungkinkan hanyalah pengelolaan dengan izin yang bersifat terbatas dari negara, bukan kepemilikan absolut, apalagi diperjualbelikan di pasar digital.

“Kita sedang berbicara tentang wilayah strategis negara. UU 27/2007 sudah jelas bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berada dalam penguasaan negara. Karena itu, praktik penjualan ini jelas melawan hukum,” tegasnya.

Desakan kepada KKP dan Aparat Penegak Hukum

Dalam pernyataannya, Johan juga meminta agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak tinggal diam. Sebagai lembaga yang mengurusi wilayah laut dan pesisir, KKP dinilai bertanggung jawab untuk menyisir dan menindaklanjuti keabsahan informasi yang tersebar luas ini.

“KKP tidak boleh pasif. Ini ranah mereka. Harus ada penegakan hukum yang tegas, transparan, dan berkelanjutan. Polisi juga harus mengusut siapa pelaku yang mengiklankan dan menjual aset negara seolah-olah milik pribadi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Johan menilai kasus ini sebagai gambaran dari lemahnya pengawasan negara terhadap wilayah pesisir yang sangat strategis secara geopolitik.

“Kasus ini bukan sekadar insiden lokal. Ini cermin lemahnya pengawasan kita terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Negara harus hadir, hukum harus ditegakkan, dan regulasi harus diperkuat,” tutup Johan.

Pulau ‘Dijual’ Tanpa Harga, Dihiasi Narasi Eksotis

Dalam penelusuran situs penjualan properti tersebut, tercantum beberapa nama pulau yang berada di kawasan Anambas. Menariknya, sebagian besar pulau itu tidak disertai harga pasti, melainkan mencantumkan frasa “price upon request” alias harga sesuai permintaan, sebuah teknik umum dalam jual beli eksklusif yang menandakan adanya proses negosiasi tertutup antar pihak.

Di sisi lain, terdapat pula contoh pulau di luar negeri yang dijajakan secara terbuka, seperti Pulau Rangyai di Thailand yang ditawarkan dengan nilai fantastis mencapai 160 juta dolar AS.

Narasi yang disematkan pada iklan penjualan pulau di Anambas tak kalah menggoda. Situs tersebut menyebutkan bahwa gugusan pulau tersebut memiliki pemandangan alam yang memesona—air laut yang jernih, pasir putih bersih, serta vegetasi tropis yang masih alami. Bahkan, disebutkan bahwa lokasi pulau tersebut cukup strategis, hanya berjarak sekitar 200 mil laut dari Singapura, sehingga dinilai ideal untuk dijadikan lokasi resor eksklusif berkonsep ekowisata.

Red Alert untuk Kewaspadaan Nasional

Fenomena ini tak hanya menyentil sisi hukum dan administrasi negara, tetapi juga menjadi lonceng peringatan terhadap pentingnya perlindungan batas maritim Indonesia. Di tengah gencarnya promosi investasi, negara tetap dituntut untuk menjaga integritas teritorial dan tidak membiarkan kepentingan asing atau oknum dalam negeri menjadikan pulau sebagai komoditas bebas jual-beli.

Langkah tegas pemerintah kini menjadi sorotan publik. Pengawasan terhadap transaksi daring yang menyangkut aset strategis harus diperkuat agar praktik serupa tidak terulang dan wilayah Indonesia tidak diperjualbelikan dengan mudah seolah seperti properti biasa.

Catatan: Penjualan pulau di internet bukan hanya sekadar persoalan daring, tapi bisa menjadi pintu masuk bagi potensi pelanggaran kedaulatan negara. Di sinilah pentingnya kehadiran negara—bukan hanya melalui regulasi di atas kertas, tetapi juga tindakan konkret dan keberanian menegakkan hukum di dunia nyata maupun maya.

Also Read

Tags

Leave a Comment