Ketegangan administratif yang melibatkan empat pulau di wilayah perbatasan Aceh dan Sumatera Utara mulai menemukan arah penyelesaian. Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung mengambil alih kendali atas sengketa ini, dan langkah tersebut disambut hangat oleh Komisi II DPR RI.
Ketua Komisi II DPR, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa keterlibatan langsung Presiden merupakan sinyal kuat bahwa pemerintah pusat tidak tinggal diam dalam menjaga kesatuan wilayah dan keharmonisan antar daerah. Menurutnya, ini bukan hanya soal peta dan batas wilayah, tetapi juga menyentuh aspek historis dan hubungan emosional masyarakat setempat.
“Sebagai Ketua Komisi II DPR RI, kami tentu menyambut positif dan mengapresiasi pernyataan Prof Sufmi Dasco Ahmad Wakil Ketua DPR RI yang telah berkomunikasi dengan Presiden Prabowo Subianto bahwa Pak Prabowo akan mengambilalih penyelesaian sengketa 4 pulau antara Aceh dan Sumatera Utara,” ujar Rifqinizamy kepada wartawan, Selasa (17/6/2025).
“Kami meyakini Presiden akan segera mengambil langkah yang tegas dan memberikan kepastian di mana 4 pulau tersebut,” imbuhnya.
Tak Sekadar Administrasi: Menyentuh Akar Budaya dan Sejarah
Rifqinizamy mengingatkan bahwa akar dari sengketa ini tak hanya bersumber dari dokumen administratif atau garis batas peta. Ada unsur kultural dan narasi sejarah yang melekat pada empat pulau tersebut. Bila tidak ditangani dengan sensitivitas, masalah ini bisa menjadi bara dalam sekam yang mengganggu keutuhan bangsa.
“Kami hanya mengingatkan bahwa hal ini bukan hanya terkait administratif tapi juga terkait dengan kesejarahan dan sosiologis. Bahkan jika tidak hati-hati dalam menetapkan 4 pulau ini ini bisa berpotensi disintegrasi bangsa,” ujarnya.
Sang legislator juga menyoroti betapa pentingnya mempertimbangkan sentimen rakyat Aceh. Menurutnya, jika empat pulau yang selama ini secara historis diklaim sebagai bagian dari Aceh dipindahkan ke wilayah administratif Sumatera Utara, bisa muncul luka kolektif yang mengganggu harmoni antara daerah dan pemerintah pusat.
“Kita sangat ingat bagaimana relasi antara Jakarta dengan Aceh, karena itu jangan sampai setelah sengketa 4 pulau setelah selama ini secara kesejarahan berada di Aceh, kemudian hari ini secara administratif berpindah ke Sumut itu akan melukai masyarakat Aceh dan menjadi pemicu ‘hubungan antara Jakarta dan Aceh’,” ujarnya.
“Kami meyakini kebijaksanaan dan pengalaman panjang Pak Prabowo untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia akan beliau kedepankan dalam konteks optik penyelesaian masalah sengketa 4 pulau antara Aceh dan Sumatera Utara ini,” tambahnya.
Prabowo Turun Langsung, Keputusan Akan Segera Diambil
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa Presiden Prabowo telah memutuskan untuk turun tangan secara langsung dalam penyelesaian sengketa batas wilayah ini. Langkah itu diambil setelah adanya diskusi intensif antara pihak DPR dan Kepala Negara.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” kata Dasco kepada wartawan, Sabtu (14/6).
Lebih lanjut, Dasco menuturkan bahwa Presiden akan segera mengambil keputusan final mengenai status empat pulau tersebut dalam waktu dekat. Ia menargetkan penentuan sikap resmi akan keluar dalam minggu yang sama.
“Dalam pekan depan (pekan ini, red) akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” katanya.
Menghindari Retakan, Merawat Kesatuan
Polemik soal empat pulau ini ibarat simpul tali yang jika ditarik sembarangan bisa putus, tapi jika dirapikan dengan cermat akan menjadi pengikat yang lebih kuat. Peran Presiden Prabowo dianggap penting untuk memastikan simpul tersebut tak berubah menjadi retakan. Dengan rekam jejak pengalaman dan kedekatannya pada isu-isu kebangsaan, DPR menaruh harapan besar bahwa Prabowo akan memberi jalan tengah yang adil dan dapat diterima semua pihak.
Langkah tegas dan hati-hati dari kepala negara dalam menyelesaikan kisruh perbatasan ini dinilai akan menjadi penentu masa depan harmonisasi antarprovinsi dan kestabilan sosial politik di kawasan barat Indonesia.