Ketua DPR RI Puan Maharani akhirnya angkat suara terkait penunjukan dua sosok baru yang kini menakhodai jabatan penting di tubuh Kementerian Keuangan. Mereka adalah Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak, serta Djaka Budhi Utama yang ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Keduanya diketahui merupakan pilihan Presiden terpilih Prabowo Subianto, dengan Djaka memiliki latar belakang sebagai mantan petinggi militer.
Penunjukan tersebut memantik diskusi publik, terlebih karena ada yang menilai kehadiran Djaka membawa “nuansa barak” ke dalam urusan fiskal negara. Sebab, kiprahnya sebagai purnawirawan jenderal TNI Angkatan Darat menimbulkan persepsi bahwa militer mulai merambah lembaga-lembaga sipil yang sebelumnya identik dengan teknokrasi.
Namun bagi Puan Maharani, langkah ini merupakan bagian dari hak penuh presiden dalam menentukan arah dan komposisi eksekutif yang diyakininya mampu memperlancar jalannya roda pemerintahan. Ia meyakini bahwa penunjukan tersebut dilakukan tidak dengan sembarangan, melainkan telah melalui perbincangan bersama menteri terkait.
“Ya kan pasti sudah dibicarakan, itu prerogatif, eksekutif dari pemerintah,” kata Puan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (27/5/2025).
Puan juga menegaskan bahwa keputusan mengangkat dua pejabat ini didasarkan pada pertimbangan akan kebutuhan nyata yang harus dipenuhi Kementerian Keuangan. Mereka dipercaya mampu menambal celah atau kekosongan tertentu yang selama ini menjadi hambatan dalam pengelolaan administrasi negara.
“Dan pasti ada kebutuhan penting yang dibutuhkan oleh eksekutif sehingga ada penunjukan nama tersebut dalam membantu pelaksanaan kementerian tersebut,” tutur Puan.
Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, justru melihat latar belakang kemiliteran Djaka sebagai potensi yang bisa dimanfaatkan untuk membenahi lembaga bea dan cukai yang selama ini kerap diterpa isu integritas.
“Justru itu bisa memanfaatkan kedisiplinan beliau, latar belakang beliau untuk mengangkat citra Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk lebih baik ke depan dalam hal mendisiplinkan anggotanya,” katanya.
Menurut Misbakhun, pengalaman Djaka dalam dunia militer diibaratkan seperti membawa kompas dalam medan kabut tebal. Dengan karakter tegas dan terlatih dalam penegakan aturan, Djaka diyakini bisa memperkuat koordinasi serta membenahi sistem yang melibatkan banyak pemangku kepentingan.
Ia menyoroti bahwa institusi seperti Ditjen Bea dan Cukai tidak hanya bergerak dalam ruang administrasi, melainkan juga berhadapan dengan kompleksitas di lapangan seperti pengawasan perbatasan, pelabuhan resmi maupun jalur tak formal, hingga urusan penegakan hukum perdagangan lintas negara.
“Dan itu perlu seorang dengan latar belakang militer dalam rangka konsolidasi dan koordinasi. Jangan sampai kemudian karena Ditjen Bea dan Cukai ingin lebih baik lagi, ingin melaksanakan aturan dengan baik, kemudian ada pihak-pihak lain yang terganggu,” tutur Misbakhun.
Dengan berbagai tanggapan ini, keputusan Presiden Prabowo Subianto pun tampak mulai diterima sebagai bagian dari strategi reformasi birokrasi yang tak lagi memandang batas disiplin ilmu, melainkan lebih pada kebutuhan efektif dan efisien untuk menjalankan sistem pemerintahan.