Dua pria yang diduga bertanggung jawab atas tragedi longsor mematikan di tambang batu alam Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, akhirnya resmi ditetapkan sebagai tersangka. Dengan pakaian oranye yang menandakan status hukum mereka sebagai tahanan, keduanya tampak tertunduk tanpa daya saat dihadirkan ke publik.
Dua individu tersebut adalah Abdul Karim, pengelola Koperasi Pondok Pesantren Al Azariyah yang mengelola tambang, serta Ade Rahman, sosok yang menjabat sebagai Kepala Teknik Tambang (KTT) di lokasi insiden. Penetapan status hukum terhadap keduanya dilakukan setelah pihak kepolisian menjalankan proses penyidikan intensif hingga Minggu, 1 Juni 2025.
Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, mengungkapkan bahwa keduanya tidak hanya melanggar aturan administratif, namun juga diduga secara sadar menentang larangan resmi yang sudah diterbitkan pemerintah.
“Modus operandinya, tersangka AK (Abdul Karim) selaku pemilik koperasi tetap memerintahkan tersangka AR (Ade Rahman) untuk menjalankan kegiatan pertambangan. Keduanya mengetahui dengan jelas bahwa kegiatan tersebut dilarang dan tidak memiliki izin operasi produksi yang sah,” tegasnya dalam konferensi pers.
Diketahui, larangan tersebut berasal dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wilayah VII Cirebon. Namun peringatan itu diabaikan, layaknya rambu lalu lintas yang tak digubris oleh pengemudi nekat. Tambang tetap dijalankan, walaupun izin resmi tak dikantongi dan keselamatan pekerja tidak menjadi prioritas.
Dampak dari aktivitas tanpa kendali tersebut begitu tragis. Material longsoran dari perbukitan menimbun area kerja tambang, mengubur harapan dan nyawa para pekerja. Hingga saat ini, korban meninggal telah mencapai 19 jiwa. Selain itu, 7 orang lainnya mengalami luka-luka dan 6 korban masih belum ditemukan—ibarat hilang ditelan bumi.
Keseriusan pelanggaran ini membawa konsekuensi hukum yang berat. Keduanya kini menghadapi jerat berbagai undang-undang, mulai dari UU No. 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Ketenagakerjaan, hingga Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan dengan kelalaian hingga menyebabkan kematian.
Langkah hukum ini menjadi peringatan keras bagi para pelaku usaha tambang agar tidak mengabaikan prosedur hukum dan aspek keselamatan kerja. Sebab, tambang yang dioperasikan secara sembarangan bukan hanya menggali batu, tetapi juga bisa menjadi lubang maut yang menelan manusia.