Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali mengirimkan sinyal tegas terkait dinamika konflik Rusia–Ukraina yang terus merembet ke kawasan Laut Hitam. Serangan drone yang diklaim dilakukan oleh Ukraina terhadap kapal tanker minyak yang menuju Rusia memantik reaksi keras dari Ankara. Erdogan menilai tindakan tersebut bukan sekadar insiden biasa, melainkan sebuah peningkatan ketegangan yang bisa mengganggu keseimbangan kawasan.
Insiden itu terjadi di dekat garis pantai Turki, wilayah yang selama ini menjadi jalur penting bagi berbagai aktivitas pelayaran internasional. Dua kapal tanker, Virat dan Kairos, dikabarkan terkena ledakan pada Jumat (28/11) malam sebagaimana diumumkan Kementerian Perhubungan Turki. Serangan terhadap Virat bahkan berlanjut beberapa jam kemudian, tepat pada Sabtu (29/11) dini hari, membuat situasi di perairan tersebut seperti bara api yang kembali disulut angin.
Sumber keamanan Ukraina mengonfirmasi kepada AFP bahwa pihak mereka bertanggung jawab atas serangan tersebut. Menurut sumber itu, kapal-kapal tersebut menyelundupkan minyak Rusia secara diam-diam dan melanggar sanksi internasional yang diberlakukan Barat sebagai respons atas invasi Kremlin. Operasi itu diduga menjadi bagian dari strategi untuk memukul aktivitas ekonomi Rusia lewat serangan presisi terhadap logistik energi mereka.
Mendengar laporan tersebut, Erdogan langsung mengeluarkan pernyataan keras.
“Kami tidak dapat menerima serangan ini, yang mengancam keselamatan navigasi, lingkungan, dan kehidupan di zona ekonomi eksklusif kami,” kata Erdogan.
Baginya, perairan adalah nadi bagi perdagangan dan transportasi, dan setiap ancaman terhadap stabilitas laut sama seperti merusak jalur urat nadi ekonomi dunia. Erdogan menegaskan bahwa konflik yang sebelumnya terkonsentrasi di daratan kini merembes ke wilayah laut yang sensitif.
“Konflik antara Rusia dan Ukraina jelas telah mencapai tahap yang mengancam keselamatan navigasi di Laut Hitam,” tambahnya.
Situasi Rumit di Tengah Upaya Diplomasi Global
Komentar Erdogan muncul saat Ukraina menghadapi tekanan berat baik di medan perang maupun di panggung diplomatik. Di sisi lain, negosiator internasional yang dipimpin Amerika Serikat terus berusaha mencari celah untuk membuka kembali dialog damai antara kedua pihak.
Turki, sebagai negara yang memiliki posisi geografis strategis dan hubungan diplomatik dengan kedua belah pihak, berada di tengah pusaran ini. Negara itu memegang kendali atas Selat Bosporus—gerbang vital menuju Laut Hitam yang menjadi jalur ekspor gandum Ukraina dan minyak Rusia menuju wilayah Mediterania. Ketegangan di wilayah ini ibarat percikan kecil yang dapat memicu gelombang besar jika tidak segera diredam.
Erdogan menyatakan bahwa pemerintahnya telah melakukan langkah-langkah penegasan kepada seluruh pihak yang terkait dengan insiden tersebut.
“Kami mengeluarkan peringatan yang diperlukan kepada pihak-pihak terkait. Kami juga memantau perkembangan secara ketat dengan tujuan mengakhiri konflik dan siap berkontribusi di setiap kesempatan,” ujar pemimpin Turki tersebut.
Armada Bayangan Ikut Jadi Sorotan
Kapal Kairos dan Virat diketahui berbendera Gambia dan telah masuk daftar sanksi Barat. Hal ini karena kedua kapal tersebut diduga bagian dari “armada bayangan”, istilah yang merujuk pada jaringan kapal tanker tua yang digunakan Rusia untuk tetap mengekspor minyaknya secara sembunyi-sembunyi demi menghindari tekanan sanksi internasional.
Keberadaan armada ini sudah lama menjadi tanda tanya bagi berbagai negara, sebab mereka beroperasi seperti kapal hantu: muncul, hilang, berpindah jalur secara tidak terduga, dan kerap mematikan sistem pelacakan. Serangan terhadap dua kapal itu membuat jaringan ini kembali menjadi sorotan.
Di tengah situasi yang semakin tak menentu, Turki tetap menegaskan posisinya sebagai pihak yang berusaha berdiri di tengah, menjaga komunikasi dengan kedua belah pihak dan menawarkan dirinya sebagai tempat yang aman untuk perundingan.






