Gempuran Brutal Israel: 25 Gedung Tinggi di Gaza Rata dengan Tanah

Sahrul

Militer Israel kembali meningkatkan eskalasi di Jalur Gaza. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengumumkan bahwa pasukannya telah merobohkan 25 menara hunian di Kota Gaza sejak operasi darat digelar. Langkah destruktif itu dilakukan di tengah tekanan internasional yang semakin menuduh Tel Aviv melakukan genosida terhadap rakyat Palestina.

Katz berdalih bahwa bangunan tinggi yang disasar merupakan fasilitas yang berhubungan dengan kelompok perlawanan. “Jalur Gaza akan hancur dan berubah menjadi puing-puing,” ancam Katz, seperti dikutip Middle East Monitor, Kamis (18/9/2025).

Dalam unggahannya di X, Katz menulis: “Dengan dimulainya manuver darat dan serah terima komando kepada komandan lapangan, 25 menara teror telah dihancurkan.” Ia menegaskan bahwa bangunan tersebut dianggap sebagai titik rawan penembak jitu yang mengancam pasukan mereka. “Sejumlah [bangunan menara] besar dan penting, yang bertujuan untuk menyingkirkan ancaman sniper terhadap pasukan kami. Teroris terbunuh, dan infrastruktur dihancurkan. Warga Gaza telah diperintahkan untuk pindah ke selatan demi perlindungan mereka,” lanjut Katz.

Tak hanya itu, Katz juga melontarkan ancaman lebih keras. “Jika Hamas tidak membebaskan para sandera dan meninggalkan senjatanya, Gaza akan hancur dan berubah menjadi monumen bagi para pembunuh dan pemerkosa Hamas,” ujarnya.

Jalur Sementara bagi Warga Sipil

Sementara serangan udara dan artileri terus dilancarkan, Israel mengumumkan pembukaan “koridor sementara” melalui Jalan Salah al-Din. Rute ini, yang berlaku dari Rabu siang hingga Jumat siang, diklaim untuk memudahkan warga Gaza bergerak ke wilayah selatan yang disebut sebagai area aman.

Namun, bagi banyak warga Palestina, janji itu terdengar bagai ironi: di satu sisi diminta pindah demi keselamatan, di sisi lain rumah-rumah mereka dijadikan sasaran bom.

Seruan Presiden Irlandia: Usir Israel dari PBB

Gelombang kritik keras datang dari Eropa. Presiden Irlandia, Michael D Higgins, menegaskan bahwa Israel beserta negara-negara yang menyuplai persenjataan harus dikeluarkan dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Menurutnya, tindakan Israel di Gaza sudah masuk kategori genosida, sementara negara pemasok senjata sama saja turut berperan dalam kejahatan tersebut.

“Saya sendiri yakin bahwa tindakan yang diperlukan saat ini adalah mengucilkan mereka yang melakukan genosida, dan mereka yang mendukung genosida dengan persenjataan,” katanya, seperti dikutip dari The Independent.

“Saya sendiri yakin bahwa tindakan yang diperlukan saat ini adalah mengucilkan mereka yang melakukan genosida, dan mereka yang mendukung genosida dengan persenjataan,” katanya.
“Kita harus melihat pengucilan mereka dari PBB, dan kita seharusnya tidak ragu lagi untuk mengakhiri perdagangan dengan orang-orang yang melakukan hal ini terhadap sesama manusia kita,” paparnya.

Pernyataan Higgins lahir usai Dewan HAM PBB menerima laporan dari tim penyelidik independen yang menuduh Israel melakukan genosida di Gaza. Temuan itu menambah panjang daftar kecaman terhadap pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Komisi HAM PBB dan Penolakan Israel

Komisi Penyelidikan Wilayah Palestina yang Diduduki dan Israel, yang dibentuk sejak empat tahun silam, berkali-kali mendokumentasikan pelanggaran hak asasi sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Meski komisi tersebut tidak bisa menghukum langsung negara yang terlibat, hasil investigasinya dapat menjadi bukti di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) maupun Mahkamah Internasional (ICJ).

Namun, Israel menolak semua tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk antisemitisme.

Kekecewaan Pribadi Higgins

Dalam kesempatan publik di ajang Kejuaraan Membajak Nasional—salah satu acara besar terakhir sebelum masa jabatannya berakhir—Higgins mengungkapkan kekecewaannya secara personal terhadap Presiden Israel, Isaac Herzog.

Menurut laporan Irish Times, Higgins menceritakan bahwa dirinya sempat menanyakan langsung kepada Herzog mengenai dua kiriman bantuan makanan dari Irlandia yang ditujukan untuk rakyat Gaza. Pertemuan itu berlangsung di Vatikan saat pelantikan Paus Leo XIV pada 18 Mei lalu.

Herzog, kata Higgins, kala itu berjanji bahwa bantuan akan sampai ke Palestina pada hari yang sama. Namun belakangan, melalui laporan Kedutaan Irlandia, Higgins mengetahui bahwa paket tersebut justru ditahan di Amman, Yordania, dan tak diizinkan masuk oleh Israel.

Kritik ke Uni Eropa

Tak berhenti di sana, Higgins juga menyoroti sikap Uni Eropa. Ia menuding sejumlah negara anggota masih menutup mata atas penderitaan rakyat Gaza. Menurutnya, blok tersebut tidak pantas lagi menyebut diri sebagai serikat jika gagal menghadapi tragedi kelaparan buatan manusia akibat pengepungan Israel.

Also Read

Tags