Langkah politik yang jarang diambil akhirnya diresmikan Berlin. Kanselir Jerman, Friedrich Merz, mengumumkan bahwa negaranya menunda sementara dan membatasi pengiriman senjata ke Israel sebagai bentuk reaksi atas rencana Tel Aviv memperluas operasi militernya di Jalur Gaza.
“Kami tidak bisa mengirimkan senjata ke dalam konflik yang saat ini diupayakan secara eksklusif dengan cara-cara militer,” kata Merz dalam wawancara dengan televisi ARD, seperti dilansir Reuters, Senin (11/8/2025).
Ia menegaskan bahwa fokus Jerman saat ini adalah mendorong penyelesaian melalui jalur perundingan, bukan memperbesar bara konflik.
“Kami ingin membantu secara diplomatik, dan kami sedang melakukannya,” ucapnya dalam wawancara pada Minggu (10/8) waktu setempat.
Keputusan ini diambil di tengah memburuknya krisis kemanusiaan di Gaza, yang kini menjadi wilayah penuh luka akibat serangan udara dan darat. Israel disebut tengah bersiap mengembangkan operasi militer untuk memperluas kendali di daerah kantong Palestina tersebut—rencana yang menurut Berlin berpotensi memicu bencana kemanusiaan lebih besar.
Dalam wawancaranya bersama ARD, Merz memperingatkan bahwa operasi yang meluas bisa merenggut ratusan ribu nyawa dan memaksa eksodus total warga Gaza City, kota terbesar di wilayah itu.
“Ke mana orang-orang ini akan pergi?” tanyanya. “Kita tidak bisa melakukan itu, kita tidak akan melakukan itu, dan saya tidak akan melakukan itu,” imbuh Merz.
Meski kebijakan ekspor senjata dihentikan, Merz menegaskan bahwa fondasi hubungan Jerman–Israel tetap kukuh.
“Jerman telah berdiri teguh di sisi Israel selama 80 tahun. Itu tidak akan berubah,” tegasnya.
Merz sebelumnya telah mengumumkan pada Jumat (8/8) bahwa Jerman akan menangguhkan pengiriman peralatan militer yang berpotensi digunakan dalam konflik Gaza. Kebijakan ini berlaku “hingga pemberitahuan lebih lanjut”, menandai pergeseran besar dari sikap Berlin yang selama ini dikenal sebagai sekutu terdekat Israel di Eropa.
Sikap baru ini juga diiringi oleh “keprihatinan mendalam” Merz terhadap penderitaan warga sipil Gaza. Ia menilai rencana militer terbaru Israel “semakin tidak jelas” dan menimbulkan tanda tanya soal arah kebijakan Tel Aviv.
Selama beberapa dekade, Jerman menjadi pemasok senjata terbesar kedua bagi Israel setelah Amerika Serikat. Dukungan ini tidak lepas dari beban sejarah Holocaust, yang menjadi landasan kebijakan luar negeri Berlin dikenal sebagai Staatraison—sebuah konsep “alasan negara” yang menempatkan kepentingan dan keamanan Israel sebagai bagian dari tanggung jawab historis Jerman. Dengan keputusan terbaru ini, Jerman seakan menarik rem darurat di tengah laju konflik yang kian memanas, mencoba mengarahkan roda diplomasi sebelum Gaza sepenuhnya terseret ke jurang kehancuran.