Deru jet tempur dan dentuman ledakan kembali mengguncang langit Jalur Gaza dalam 24 jam terakhir, menandai babak baru dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina. Sedikitnya 80 nyawa melayang, dan hampir 400 orang mengalami luka-luka akibat serangan udara intensif yang dilancarkan pasukan militer Israel ke wilayah kantong yang telah lama dikepung itu.
Melansir dari Al Jazeera, Kamis (26/6/2024), data korban berasal dari laporan resmi Kementerian Kesehatan di Gaza. Dalam pernyataannya, kementerian menyebutkan bahwa 79 orang tewas dan hampir 400 lainnya terluka akibat serangan yang menyasar berbagai titik di Gaza, tanpa pandang bulu.
Kekerasan Meluas ke Tepi Barat: Remaja Palestina Jadi Korban
Sementara itu, gelombang kekerasan tak hanya berhenti di Gaza. Di wilayah Tepi Barat, ketegangan turut memanas. Empat warga Palestina, termasuk seorang anak muda, menjadi korban dalam insiden berbeda. Remaja tersebut dilaporkan tewas setelah terkena tembakan dari militer Israel.
Selain itu, tiga korban lainnya meregang nyawa dalam serangan brutal yang dilancarkan oleh sekelompok pemukim Israel bersenjata di kota Kafr Malek, yang terletak di timur laut Ramallah. Dalam insiden itu, tujuh orang juga mengalami luka-luka.
Serangan pemukim ini menjadi cerminan dari meningkatnya kekerasan horizontal antara komunitas pemukim dan penduduk lokal Palestina, yang kini semakin sulit dikendalikan oleh otoritas keamanan.
Setelah Gencatan dengan Iran, Gaza Kembali Jadi Target
Militer Israel kembali mengarahkan meriamnya ke Gaza tak lama setelah tercapainya kesepakatan penghentian serangan udara dengan Iran, yang menandai berakhirnya konflik udara selama hampir dua pekan. Perjanjian ini, meski dinilai masih rapuh, menjadi titik jeda sementara dalam ketegangan langsung antara dua musuh bebuyutan kawasan tersebut.
Namun, tak berselang lama, fokus serangan kembali beralih ke Gaza. Pemerintah Israel menyatakan komitmennya untuk memulangkan para sandera yang masih ditahan oleh Hamas dan menghapus kekuasaan kelompok tersebut dari Jalur Gaza.
Kepala Staf Militer Israel, Eyal Zamir, dalam pernyataan yang dikutip Anadolu Agency, Rabu (25/6), menyatakan:
“Sekarang fokusnya beralih kembali ke Gaza –untuk memulangkan para sandera dan membubarkan rezim Hamas. Saya bangga memiliki hak istimewa untuk memimpin organisasi ini selama periode ini.”
Zamir menambahkan bahwa operasi Israel terhadap Iran belum berakhir, melainkan hanya memasuki fase lanjutan yang bersifat strategis. Ia menyebut dukungan Iran terhadap Hamas sebagai bagian dari jaringan perlawanan yang menjadi target Israel sejak konflik besar meletus pada Oktober 2023.
Gencatan Senjata Iran-Israel: Damai yang Masih Samar
Gencatan senjata yang tercapai antara Israel dan Iran mulai berlaku pada Selasa (24/6), meski pelaksanaannya sempat dibayangi kebingungan soal waktu dan teknis penghentian tembak-menembak. Kesepakatan ini muncul tak lama setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat pengumuman mengejutkan yang mengklaim keberhasilan diplomasi AS dalam menurunkan eskalasi.
Namun, banyak pihak menilai bahwa gencatan tersebut hanya bersifat sementara dan simbolik, karena akar konflik masih dalam dan berlapis. Kembalinya serangan ke Gaza menjadi bukti bahwa api ketegangan belum benar-benar padam.
Catatan:
Kondisi kemanusiaan di Gaza kini berada di titik nadir. Sementara diplomasi internasional masih mencoba menjahit kain damai yang sobek, warga sipil Palestina kembali harus membayar harga tertinggi dari konflik yang tak kunjung usai—nyawa dan masa depan.