Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peringatan keras terhadap tren “gerakan gagal bayar” pinjaman online (pinjol) yang belakangan ramai dibicarakan di media sosial. Fenomena ini dianggap seperti minum air laut saat haus: tampak memuaskan seketika, namun justru membawa petaka di kemudian hari.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, sekaligus Dewan Komisioner OJK, Friderica Widyasari Dewi, menegaskan bahwa perlindungan yang diberikan OJK hanya berlaku bagi nasabah yang patuh terhadap kewajibannya, bukan bagi mereka yang sengaja mangkir.
“Kami lindungi konsumen yang beri tiket baik. Tapi untuk konsumen yang memang tidak bayar, niat tidak bayar, niat ngeplang, atau niat mengambil barang tapi tidak bayar, itu bukan tipe konsumen yang kita lindungi,” ujarnya kepada awak media di Pacific Place, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Friderica menjelaskan, OJK telah memiliki Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 yang mengatur perlindungan konsumen dan masyarakat. Namun, payung hukum ini tidak akan menaungi pihak yang dengan sengaja menghindari pembayaran.
Ia mengimbau masyarakat agar tidak tergoda mengikuti ajakan gerakan gagal bayar, karena di era digital seperti saat ini, setiap transaksi dan riwayat kredit terekam rapi dalam sistem.
“Sekarang semua serba digital dan terkoneksi. Misalnya punya utang di BNPL (Buy Now Pay Later), lalu ikut gerakan tidak mau bayar. Mungkin yang utangnya Rp5 juta itu merasa untung, tapi sesungguhnya hidupnya akan susah ke depan,” tegasnya.
Menurut Friderica, keuntungan yang dirasakan hanya bersifat sesaat, sementara konsekuensinya dapat menghantui di masa depan, mulai dari kesulitan melamar pekerjaan, mengajukan kredit, hingga cicilan rumah yang ditolak akibat catatan buruk di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
“Dulu pinjol belum masuk SLIK, tapi sekarang sedang dalam proses dan sebentar lagi akan masuk, yang artinya semua akan terkoneksi. Jadi kalau punya utang pinjol atau BNPL tidak dibayar, nanti kalau mau nyicil rumah itu tidak bisa sama sekali,” ungkapnya.
Dengan nada bercanda namun penuh pesan, Friderica menyebut data di SLIK juga bisa dijadikan “alat seleksi” calon pasangan hidup.
“Untungnya mungkin hanya sesaat, tapi ruginya sampai ke depan-depan. Ya, begitu saja. Besok-besok kalau cari menantu, kan tinggal cek SLIK aja sudah bisa,” tutupnya.