Universitas Harvard berhasil meraih kemenangan penting dalam sengketa hukum melawan kebijakan imigrasi yang digulirkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam keputusan terbarunya, pengadilan federal AS memutuskan untuk memperpanjang perlindungan sementara yang melarang pencabutan izin bagi Harvard dalam menerima mahasiswa internasional.
Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim Distrik Allison Burroughs pada Kamis (29/5/2025) ini menjadi angin segar bagi dunia pendidikan tinggi, khususnya Harvard yang selama beberapa waktu terakhir berada dalam pusaran tekanan kebijakan federal.
“Akan mengeluarkan perintah injunksi awal yang memperpanjang perlindungan hukum bagi Harvard,” ucap Hakim Burroughs.
Langkah ini muncul hanya enam hari setelah hakim yang sama mengeluarkan perintah sementara guna menghentikan pelaksanaan kebijakan tersebut. Momen kemenangan hukum ini bertepatan dengan prosesi wisuda Harvard, yang berlangsung hanya delapan kilometer dari ruang sidang—seolah menjadi simbol kemenangan pendidikan atas intervensi politik.
Dalam acara tersebut, Presiden Harvard, Alan Garber, menyambut para lulusan yang datang dari berbagai belahan dunia, menegaskan bahwa universitas ini tetap menjadi tempat berkumpulnya keberagaman dan prestasi.
Deretan Tekanan dari Washington
Upaya pemerintah untuk mencabut izin mahasiswa asing bukanlah satu-satunya manuver yang ditujukan kepada Harvard. Pemerintahan Trump telah melancarkan berbagai kebijakan yang menyerupai badai yang menghantam satu titik secara terus-menerus—mulai dari pemotongan dana penelitian sebesar hampir 3 miliar dolar AS (sekitar Rp 48 triliun), ancaman penghapusan status bebas pajak universitas, hingga penyelidikan atas tuduhan diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, serta orientasi seksual.
Menteri Keamanan Dalam Negeri, Kristi Noem, bahkan secara terbuka menuduh Harvard mendorong kekerasan dan antisemitisme serta menjalin kedekatan dengan Partai Komunis China. Ia menyoroti kurangnya kerja sama dari pihak kampus dalam menyerahkan data aktivitas mahasiswa internasional.
“Harvard telah mendorong kekerasan, antisemitisme, dan bekerja sama dengan Partai Komunis China,” tuduh Noem.
Jika aturan tersebut diterapkan, maka seluruh mahasiswa asing—baik yang baru diterima maupun yang sedang menempuh pendidikan—berpotensi kehilangan status hukum mereka atau dipaksa pindah ke institusi lain di luar Harvard.
Padahal, lebih dari seperempat dari total mahasiswa Harvard berasal dari luar negeri. Di Harvard Kennedy School saja, hampir 60 persen mahasiswa program pascasarjana adalah warga negara asing.
Target Visa Mahasiswa China
Kebijakan anti-imigrasi ini semakin tajam sehari sebelum persidangan, ketika Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyatakan niat pemerintah untuk mencabut visa para mahasiswa asal China secara sistematis, terutama mereka yang dianggap terkait dengan bidang-bidang studi sensitif atau memiliki hubungan dengan Partai Komunis China.
“Kami akan mencabut visa mahasiswa China secara agresif,” ujar Rubio.
Hingga saat ini, lebih dari 275.000 mahasiswa asal Negeri Tirai Bambu menimba ilmu di berbagai kampus di Amerika Serikat. Kehadiran mereka bukan hanya menjadi salah satu tulang punggung pemasukan institusi pendidikan, tetapi juga penyuplai utama bakat-bakat potensial di sektor teknologi AS.
Namun, perubahan kebijakan yang tiba-tiba itu justru menimbulkan gelombang kekhawatiran. Banyak calon mahasiswa yang sebelumnya bersemangat kini mulai ragu, bahkan memilih negara lain sebagai tujuan studi.
“Mahasiswa China kini melihat negara lain sebagai pilihan. Ini menyebabkan brain drain (keluarnya orang terpelajar dan berkeahlian tinggi) bagi AS,” ujar Lynn Pasquerella, Presiden Asosiasi Perguruan Tinggi dan Universitas AS.
Dalam konteks ini, gugatan yang diajukan Harvard tak sekadar membela hak institusinya, tapi juga menjadi bentuk pembelaan terhadap prinsip kebebasan akademik. Keputusan pengadilan ini pun menjadi tonggak penting yang membuka kembali pintu Harvard bagi pelajar dari segala penjuru dunia, menjadikan kampus ini tetap sebagai mercusuar global dalam dunia pendidikan tinggi.