Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menilai kenaikan harga cabai sebagai fenomena yang masih berada dalam batas kewajaran. Menurutnya, lonjakan harga komoditas hortikultura tersebut tidak bisa dilepaskan dari faktor alam, terutama cuaca ekstrem dan bencana yang melanda sejumlah wilayah sentra produksi. Kondisi ini membuat pasokan cabai terganggu, sementara permintaan tetap berjalan, sehingga harga bergerak naik layaknya timbangan yang kehilangan keseimbangan.
Meski demikian, Amran menegaskan bahwa tidak semua daerah mengalami lonjakan serupa. Di beberapa wilayah, harga cabai justru terpantau stabil bahkan cenderung turun. Dalam pandangannya, perhatian utama pemerintah saat ini bukan hanya pada cabai, melainkan pada komoditas pangan pokok yang menjadi penopang kebutuhan harian masyarakat, seperti beras, daging ayam, telur, dan minyak goreng.
Komoditas-komoditas tersebut, tegas Amran, tidak boleh mengalami kenaikan harga. Alasannya sederhana namun krusial: stok tersedia dalam jumlah besar. Dengan pasokan yang melimpah, tidak ada dasar ekonomi yang membenarkan harga dijual tinggi di tingkat konsumen.
“Cabai, kemarin yang aku pantau, itu cukup baik. Bahkan turun, karena aku ikuti media. Tetapi karena ini ada bencana ya, hujan, itu cabai naik dikit itu masih wajar. Tetapi yang tidak boleh (harga naik), beras dan minyak goreng, telur dan ayam, karena kita surplus,” kata dia dalam konferensi pers di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Senin (22/12/2025).
Amran juga memastikan pemerintah telah melakukan pemantauan langsung terhadap harga telur dan daging ayam. Berdasarkan hasil pengecekan di tingkat peternak, harga kedua komoditas tersebut masih berada pada level normal. Jika ditemukan lonjakan harga di pasar, ia menduga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja memanfaatkan momentum tingginya permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru).
“Kami cek di peternak, harga ayam telur itu normal. Tidak ada kenaikan. Kami cek langsung dengan peternaknya. Jadi ada yang sengaja mempermainkan (harga di pasaran). Ini yang kita kejar,” tegas Kepala Badan Pangan Nasional itu.
Untuk komoditas beras, Amran menyampaikan kabar yang lebih menenangkan. Stok nasional saat ini berada pada level aman dan melimpah, mencapai 3,53 juta ton. Jumlah tersebut disebut sebagai yang tertinggi sepanjang sejarah, sehingga pemerintah optimistis ketersediaan beras mampu mencukupi kebutuhan masyarakat hingga Ramadan 2026.
“Stok kita 3,5 juta ton (beras). Itu tertinggi sepanjang sejarah. Jadi nggak ada masalah ramadan, nggak masalah. Minyak goreng juga aman, semua aman,” jelas dia.
Di sisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya tekanan harga pada komoditas cabai. Harga cabai rawit dan cabai merah tercatat mengalami kenaikan signifikan. Pada minggu ketiga Desember 2025, harga cabai rawit melonjak 52,86% dibandingkan November 2025.
Sebanyak 276 kabupaten/kota tercatat mengalami kenaikan harga cabai rawit. Secara rata-rata nasional, harga cabai rawit kini berada di level Rp 66.841 per kilogram, naik tajam dari posisi November yang sebesar Rp 43.728 per kilogram. Angka tersebut telah melampaui Harga Acuan Penjualan (HAP) yang ditetapkan pemerintah di kisaran Rp 40.000 hingga Rp 57.000 per kilogram.
Lonjakan tertinggi tercatat di wilayah Papua, dengan harga cabai rawit mencapai Rp 200.000 per kilogram di Kabupaten Nduga, Rp 176.000 per kilogram di Kabupaten Paniai, dan Rp 170.000 per kilogram di Kabupaten Intan Jaya. Kondisi ini mencerminkan ketimpangan distribusi dan tantangan logistik yang masih menjadi pekerjaan rumah dalam menjaga stabilitas harga pangan nasional.






