Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, resmi dijatuhi vonis hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan terkait kasus suap yang menyeret nama Harun Masiku. Putusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Jumat (25/7/2025).
Ketua majelis hakim, Rios Rahmanto, menegaskan bahwa pengadilan menemukan bukti kuat yang menunjukkan keterlibatan Hasto dalam memberikan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ujar hakim Rios di ruang sidang Kusumah Atmaja, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dakwaan Suap dan Pasal yang Dilanggar
Berdasarkan rangkaian fakta persidangan, majelis hakim menilai tindakan Hasto memenuhi unsur Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diperkuat dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Aturan ini pada intinya mengatur tindak pidana pemberian suap kepada pejabat publik.
Namun, dalam dakwaan lain yang menuduh Hasto turut menghalangi penyidikan kasus Harun Masiku, hakim menyatakan tidak menemukan bukti yang cukup. Dengan demikian, Hasto hanya divonis atas dakwaan pertama, yakni pemberian suap.
Selain hukuman penjara, Hasto juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 250 juta.
“Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” tambah Rios saat membacakan vonis.
Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
Vonis ini terbilang lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sebelumnya meminta hukuman 7 tahun penjara disertai denda Rp 600 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Pertarungan hukum antara jaksa KPK dan tim pembela Hasto berlangsung alot selama beberapa bulan terakhir, melalui tahap pembuktian, penuntutan, hingga pembelaan (pleidoi) serta tanggapan balasan (replik dan duplik).
Jaksa KPK menuding Hasto turut berperan dalam upaya menghalangi operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar 8 Januari 2020, yang membuat Harun Masiku berhasil melarikan diri. Selain itu, Hasto diduga memerintahkan pihak tertentu untuk merendam telepon genggam milik Harun serta staf pribadinya, Kusnadi, menjelang pemeriksaan di KPK pada 10 Juni 2024.
Jaksa juga menyebut Hasto membantu menalangi dana suap Harun Masiku sebesar Rp 1,5 miliar, meskipun baru Rp 400 juta yang terealisasi.
Bantahan Tim Pembela Hasto
Sementara itu, kubu Hasto Kristiyanto menolak seluruh dakwaan tersebut. Pihaknya menegaskan tidak ada saksi di persidangan yang secara langsung menyebut Hasto terlibat dalam kasus suap ini. Mereka bahkan menuding jaksa KPK memasukkan bukti yang tidak semestinya dengan menghadirkan penyidik dan penyelidik sebagai saksi persidangan.