Imbas Kasus Keracunan, Operasional MBG Diminta Dihentikan Sementara

Sahrul

Gelombang kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah wilayah kembali menimbulkan kegelisahan publik. Program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang awalnya dimaksudkan sebagai solusi untuk menekan angka malnutrisi, membuka lapangan pekerjaan, sekaligus memperkuat fondasi ekonomi, kini justru menghadirkan sisi buram.

Alih-alih menjadi penyelamat generasi muda, pelaksanaan MBG memperlihatkan celah besar dalam pengawasan kualitas makanan dan keamanan gizi yang seharusnya menjadi benteng utama bagi anak-anak sekolah. Rangkaian insiden keracunan telah menjadi alarm keras yang menggema di berbagai daerah.

Menanggapi kondisi tersebut, Menteri Sekretariat Negara Prasetyo Hadi menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat. “Tentunya kami atas namanya pemerintah dan mewakili Badan Gizi Nasional, memohon maaf karena telah terjadi kembali beberapa kasus di beberapa daerah,” kata Prasetyo di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Seruan Penghentian Sementara

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjadi salah satu pihak yang lantang menyuarakan kritik. Lembaga ini menilai kasus keracunan yang menimpa anak-anak akibat MBG tidak lagi dapat ditoleransi. Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menegaskan perlunya langkah evaluasi total, bahkan dengan menghentikan sementara program tersebut.

“KPAI usul hentikan sementara, sampai benar-benar instrumen panduan dan pengawasan yang sudah dibuat BGN benar-benar dilaksanakan dengan baik,” ujar Jasra.

Ia juga menambahkan bahwa anak-anak memiliki daya tahan tubuh yang jauh lebih rentan dibanding orang dewasa. “Saya kira pertahanan anak sekecil itu, sangat berbeda dengan orang dewasa. Apalagi kita tahu, kebijakan negara yang mengetahui kondisi dari dalam keluarga (masih sulit ditembus),” imbuhnya.

Evaluasi Menyeluruh

Dukungan terhadap evaluasi juga datang dari Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari. Ia menyebut program MBG perlu dibenahi secara struktural maupun teknis agar tidak terulang peristiwa serupa di kemudian hari.

“Memang harus ada perbaikan mekanisme, perbaikan kelembagaan, dan perbaikan dari berbagai macam sisi. Ini sedang berlangsung prosesnya, doakan. Ini sudah wake up call, bagaimana bahwa ini harus bisa diperbaiki dengan secepat-cepatnya. Yang kita khawatirkan adalah accident di daerah-daerah terpencil yang fokusnya belum sebaik seperti di daerah perkotaan,” kata Qodari di Jakarta, dilansir dari ANTARA, Sabtu (20/9/2025).

Menurutnya, MBG harus dirancang dengan standar nol insiden. “Hemat saya (MBG) perlu perbaikan secara menyeluruh, baik dari segi pendirian SPPG-nya maupun juga dari segi delivery-nya di lapangan,” ucap Qodari.

Lebih jauh, ia menegaskan program ini tidak boleh dijalankan dengan toleransi terhadap kesalahan sekecil apa pun. “Kan MBG tingkat accident-nya cuma 5 persen, cuman 1 persen, enggak bisa. Ini ada program dengan zero tolerance terhadap accident. Jadi MBG itu harus perfect, harus sempurna. Setiap hari, sepanjang tahun, selama program ini (berjalan), itu yang harus dituju oleh para pihak yang terlibat dengan MBG,” tegasnya.

Peran Vital SPPG

Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas BGN Khairul Hidayati menyoroti peran penting Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai garda depan pelaksana MBG. Ia menyebut SPPG bukan sekadar dapur penyedia makanan, tetapi wajah lembaga sekaligus penentu citra program di mata masyarakat.

“SPPG bukan hanya dapur pelayanan gizi, tetapi juga wajah BGN serta ujung tombak program MBG di mata masyarakat. Apa yang dilakukan SPPG di lapangan, baik besar maupun kecil, akan ikut memengaruhi bagaimana publik memandang program dan lembaga ini,” kata Hida, Sabtu (20/9/2025).

Ia menekankan, di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap isu pangan, komunikasi yang baik dengan masyarakat menjadi bagian penting dalam menjaga kepercayaan. “SPPG berperan vital untuk pelayanan gizi di masyarakat. Namun, seiring meningkatnya perhatian publik terhadap isu pangan dan gizi, peran SPPG tidak lagi sebatas teknis,” ujarnya.

Deretan Kasus Keracunan

Kasus keracunan yang melibatkan MBG terus bermunculan di sejumlah daerah. Di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, misalnya, tercatat 251 pelajar dari berbagai sekolah mengalami gejala keracunan setelah menyantap hidangan MBG pada Rabu (17/9/2025).

Peristiwa serupa juga menimpa sekitar 90 siswa di Kecamatan Empang, Nusa Tenggara Barat, serta belasan pelajar SD Negeri 19 Kota Tual, Maluku, yang harus mendapat perawatan medis akibat keluhan mual dan pusing usai makan MBG.

Insiden terbesar terjadi di Garut, Jawa Barat, di mana 569 pelajar terdampak, dengan 194 siswa mengalami gejala keracunan, termasuk 19 anak yang harus dirawat intensif di Puskesmas Kadungora.

Jalan Panjang Menuju Perbaikan

Dengan semakin panjangnya daftar kasus keracunan, program MBG kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ia diharapkan menjadi jawaban atas masalah gizi anak bangsa, namun di sisi lain justru memunculkan krisis kepercayaan akibat lemahnya pengawasan.

Evaluasi menyeluruh menjadi harga mati agar program ini benar-benar sesuai dengan amanat awalnya: melindungi generasi penerus bangsa, bukan membahayakan mereka.

Also Read

Tags