Individu yang sering diasosiasikan dengan kekayaan biasanya memiliki harta benda dan uang dalam jumlah besar. Namun, ada pula sebagian orang yang berusaha menciptakan kesan seolah-olah mereka kaya dengan cara merekayasa atau memanipulasi tampilan kekayaannya.
Sering kali, orang yang benar-benar memiliki kekayaan sulit dikenali dibandingkan dengan mereka yang sebenarnya tidak kaya tetapi berusaha keras untuk menciptakan citra tersebut.
Fenomena ini pernah dijelaskan oleh Abid Salahi, seorang ahli keuangan ternama sekaligus salah satu pendiri FinlyWealth.
Dalam penelitiannya, Abid Salahi menekankan bahwa kekayaan sejati bukan hanya tentang jumlah uang atau aset yang dimiliki, tetapi lebih pada tercapainya rasa aman dan kebebasan finansial.
Menurut Abid Salahi, perbedaan antara individu yang benar-benar kaya dan mereka yang hanya berpura-pura kaya sering kali tampak samar, namun tetap dapat dikenali dengan jelas jika diamati dengan saksama.
Tanda paling mencolok, menurut Salahi, adalah ketika seseorang cenderung menghabiskan setiap penghasilan yang dimilikinya hanya untuk mempertahankan citra atau gaya hidup tertentu demi terlihat sukses.
Sebaliknya, individu yang benar-benar kaya cenderung memilih untuk menjalani gaya hidup yang lebih sederhana dan seimbang dengan penghasilan mereka, dengan tujuan untuk menghindari masalah keuangan di masa depan.
“Warren Buffett, yang memiliki kekayaan miliaran dolar, masih tinggal di rumah yang sama yang dibelinya pada tahun 1958 seharga $31.500,” tambah Salahi.
Individu yang berpura-pura kaya sering kali menunjukkan sikap boros dengan memamerkan barang-barang mewah atau bermerek.
Sementara itu, orang yang benar-benar kaya lebih cenderung membeli hal-hal yang memiliki nilai investasi jangka panjang, seperti properti atau aset produktif, untuk memastikan keberlanjutan kekayaan mereka.\
Mereka yang hanya berpura-pura kaya umumnya kesulitan untuk membahas topik investasi atau strategi keuangan secara mendalam.
Sebaliknya, Salahi mencatat bahwa individu yang benar-benar kaya cenderung berinvestasi dalam aset yang nilainya berkembang seiring waktu, seperti properti, bisnis, dan portofolio investasi yang terdiversifikasi.
“Orang yang berpura-pura kaya sering kali menuangkan uang ke dalam aset yang terdepresiasi seperti mobil mewah atau pakaian desainer untuk menciptakan ilusi kemakmuran,” kata Salahi.
Akibatnya, orang yang berpura-pura kaya sering kali sangat bergantung pada kartu kredit atau pinjaman untuk mempertahankan gaya hidup mewah mereka.
Sementara itu, individu dengan kekayaan bersih tinggi lebih bijak dalam menggunakan kredit, memanfaatkannya dengan cara yang lebih efisien dan terkontrol untuk mendukung pertumbuhan kekayaan mereka.