Keputusan rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto membuka jalan baru bagi mantan Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi. Menurut kuasa hukumnya, Soesilo Aribowo, langkah tersebut menjadi penanda bahwa kliennya berada di ambang kebebasan setelah melalui proses hukum yang panjang dan berliku. Rehabilitasi ini juga diberikan kepada dua terdakwa lain dalam perkara dugaan korupsi Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP dalam rentang 2019–2022.
Dua nama lain yang juga menerima pemulihan itu adalah Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi, serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono. Penetapan rehabilitasi tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Ahmad Dasco, di Istana Kepresidenan pada Selasa (25/11). Informasi itu menjadi semacam cahaya baru bagi pihak keluarga dan kuasa hukum para terdakwa.
Soesilo mengungkapkan rasa syukur atas keputusan tersebut sembari menegaskan bahwa kebijakan rehabilitasi merupakan bentuk pengembalian hak asasi seseorang, terutama ketika terdapat kekeliruan dalam proses hukum.
“Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Presiden Prabowo, juga kepada Bang Dasco, Bang Teddy dan Pak Mensesneg karena sudah memberikan rehabilitasi kepada klien saya. Artinya, bahwa terjadi pengembalian hak manusia biasa, sebagai manusia yang bebas karena proses itu ada kekeliruan, terhadap hukumnya,” kata Soesilo kepada wartawan.
Ia menilai bahwa rehabilitasi merupakan titik akhir dalam setiap putusan pengadilan. Ketika pemulihan diberikan, maka perkara dianggap tuntas dan kedudukan terdakwa dipulihkan sebagaimana sebelum proses hukum berlangsung.
“Jadi Bu Ira dan kawan-kawan sudah kembali seperti semula,” ujarnya.
Lebih jauh, Soesilo menjelaskan bahwa rehabilitasi tidak hanya diberikan kepada terdakwa yang berstatus bebas atau lepas dalam putusan pengadilan. Menurutnya, kebijakan tersebut juga dapat menjadi hak prerogatif presiden yang bertujuan memulihkan harkat serta martabat seseorang ketika ditemukan adanya kekeliruan dalam penerapan hukum.
“Tidak. Kalau dalam suatu putusan pidana, misalkan lepas atau bebas, ujungnya adalah memulihkan hak dan martabat. Nah ini langsung hak prerogratif presiden, langsung memberikan rehabilitasi,” sambungnya.
Usai menerima kabar tersebut, Soesilo mengaku segera berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memastikan apakah surat rehabilitasi sudah diterima lembaga antirasuah itu. Ia berharap pembebasan Ira dapat diproses secepat mungkin.
“Saya lagi mencoba ke KPK untuk tanya apakah KPK sudah terima surat rehabilitasi presiden, kalau sudah kami ingin segera proses klien saya untuk segera bebas malam ini,” tegasnya.
Hingga kini KPK belum memberikan penjelasan resmi terkait status rehabilitasi untuk ketiga terdakwa tersebut.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Ira Puspadewi. Sementara dua terdakwa lainnya, Yusuf Hadi dan Harry Caksono, divonis 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam putusannya, majelis menyatakan bahwa ketiga terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,25 triliun dalam proyek KSU dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP. Perkara dengan nomor 68/Pid.Sus-TPK/PN.Jkt.Pst tersebut dipimpin oleh hakim ketua Sunoto bersama dua hakim anggota, Nur Sari Baktiana dan Mardiantos.
Namun, putusan itu tidak diambil secara mufakat. Sunoto menyatakan dissenting opinion. Menurutnya, tindakan Ira dan dua rekannya justru dilindungi oleh prinsip Business Judgement Rule (BJR), sehingga perkara tersebut lebih tepat diselesaikan melalui jalur perdata. Ia menilai para terdakwa semestinya divonis lepas karena tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam akuisisi PT JN.
Ketentuan mengenai rehabilitasi sendiri telah diatur dalam Pasal 1 Angka 23 KUHAP, yang menyebutkan bahwa rehabilitasi merupakan hak seseorang untuk memulihkan kedudukan, kemampuan, martabat, dan harga dirinya ketika ia ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa dasar hukum yang tepat atau karena kekeliruan dalam penerapan hukum. Pasal 97 ayat (1) KUHAP juga menegaskan bahwa seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila dinyatakan bebas atau lepas melalui putusan berkekuatan hukum tetap.
Dengan adanya keputusan dari Presiden Prabowo Subianto, jalan keluar bagi Ira Puspadewi dan dua koleganya kini semakin terbuka. Meski proses administratif di KPK masih harus ditempuh, rehabilitasi tersebut menjadi titik balik baru bagi ketiganya setelah bertahun-tahun terjerat perkara yang kompleks.






