Jemaah Haji Furoda Gagal Berangkat, Travel Terancam Rugi Ratusan Juta Rupiah

Sahrul

Kerugian besar mengintai penyelenggara perjalanan ibadah haji furoda—jalur di luar kuota resmi pemerintah—jika tahun ini jemaah yang mendaftar gagal diberangkatkan ke Tanah Suci. Jalur furoda selama ini dikenal sebagai alternatif eksklusif bagi jemaah yang ingin berhaji tanpa harus menunggu antrean panjang bertahun-tahun.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Zaki Zakariya Anshari, mengungkapkan bahwa dampak kegagalan pemberangkatan jemaah bisa sangat merugikan pihak travel.

“Kerugian mungkin akan selalu ada, ya. Kita sudah dengar keluhan-keluhan kawan-kawan penyelenggara. Tetapi masalah rugi tidaknya penyelenggara itu tergantung strategi pengelolaan program haji furoda dan pengalaman penyelenggara itu sendiri,” ujar Zaki.

Menurut Zaki, besaran kerugian sangat tergantung pada pendekatan bisnis yang digunakan masing-masing biro. Beberapa di antaranya bisa mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah per peserta. Besaran ini bisa disamakan dengan harga satu unit kendaraan baru atau bahkan sebuah rumah sederhana di pinggiran kota.

Sebagai contoh, Zaki menyebut pola yang diterapkan oleh Khazzanah Tours, biro travel miliknya, yang menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan calon jemaah. Dalam perjanjian itu, apabila keberangkatan gagal karena visa tidak terbit, seluruh biaya akan dikembalikan sepenuhnya.

“Contohnya Khazzanah Tours, travel saya sendiri. Bagi pendaftar furoda selalu dibuat MOU, di antara klausulnya jika ada kegagalan, uang kembali 100 persen. Hal itu untuk memberi rasa keamanan dan kenyamanan bagi jemaah,” sambungnya.

Zaki menjelaskan bahwa secara umum terdapat tiga pendekatan utama yang biasa digunakan penyelenggara haji furoda.

Strategi pertama adalah pihak penyelenggara yang merasa yakin akan keluarnya visa, lalu langsung melakukan pembayaran untuk kebutuhan akomodasi seperti hotel dan tiket penerbangan, baik secara penuh maupun sebagian sebagai tanda jadi. Namun, jika visa tidak diterbitkan, dana yang telah dibayarkan itu umumnya tidak bisa dikembalikan, alias hangus seperti air yang tumpah ke tanah.

“Penyelenggara seperti ini akan rugi karena tiket dan hotel biasanya hangus,” jelas Zaki. Dalam skenario ini, kata dia, kerugian dapat mencapai antara Rp 80 juta hingga Rp 100 juta per jemaah.

Skema kedua, kata Zaki, umumnya dijalankan oleh biro perjalanan yang masih kecil dan belum memiliki banyak pengalaman. Mereka cenderung mengambil paket layanan dari pihak ketiga. Jika mitra penyedia paket tersebut ternyata tidak amanah, penyelenggara bisa menanggung kerugian yang nilainya melonjak hingga Rp 300 juta per jemaah—setara dengan nilai sebuah apartemen menengah.

“Ini yang dikhawatirkan saat ini. Model kedua ini kerugian bisa Rp 300 juta per orang,” ujarnya.

Adapun pendekatan ketiga dinilai lebih konservatif. Dalam model ini, penyelenggara menahan diri untuk tidak membayar biaya akomodasi apa pun sampai visa haji benar-benar diterbitkan. Dengan metode ini, dana milik calon jemaah tetap utuh dan bisa sepenuhnya dikembalikan jika visa tidak keluar.

“Model ketiga tidak ada kerugian sama sekali,” jelas Zaki.

Zaki menambahkan bahwa kasus gagalnya keberangkatan jemaah haji furoda tidak hanya terjadi pada anggota Amphuri saja, melainkan juga dialami oleh penyelenggara yang tergabung dalam asosiasi lainnya.

“Asosiasi lain juga ada yang mendata anggota yang terdampak. Insya Allah nanti kita akan tahu data pastinya,” ucap Zaki.

Dari segi biaya, Zaki menyebut bahwa paket haji furoda yang wajar berada pada kisaran 22.000 hingga 32.000 dolar AS. Namun, terdapat pula paket-paket ultra-eksklusif yang bisa menembus angka 50.000 dolar AS per orang, menyamai harga sebuah mobil mewah atau rumah di kawasan elit.

Di sisi lain, harapan para calon jemaah yang ingin menunaikan ibadah haji lewat jalur furoda pada musim ini terpaksa kandas. Pemerintah Arab Saudi telah memutuskan untuk tidak menerbitkan visa furoda tahun ini dan secara resmi menutup proses pemvisaan.

“Saya sudah mendapat konfirmasi dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi bahwa proses pemvisaan sudah tutup per 26 Mei 2025, pukul 13.50 waktu Arab Saudi (WAS),” kata Hilman Latief dalam keterangannya, Kamis (29/5/2025).

Sebagaimana diketahui, jalur furoda memang tidak termasuk dalam kuota resmi pemerintah, sehingga jumlahnya tidak pasti dan sangat tergantung pada izin dari otoritas Saudi. Keberangkatan baru dapat dipastikan ketika dokumen penting seperti visa dan tiket pesawat telah diterbitkan—sebuah proses yang ibaratnya berjalan di atas jembatan yang belum tentu rampung dibangun.

Also Read

Tags

Leave a Comment